Sunday 21 December 2014

Holiday Planning

Akhirnya, besok tanggal 22 Desember 2014 tiba. Hmm... hari tersebut adalah hari yang menegangkan. Yap. Hari ujian mata kuliah Teori Sastra. Ini salah satu mata kuliah paling penting. Ya tentu saja, namanya juga Teori Sastra. Sangat penting untuk meneliti tekk-teks sastra. Hmm... rasanya puyeng dan nano-nano deh. Tapi tetap aja di sela-sela "keributan" ini, saya menyelipkan list untuk mengisi liburan nanti. Hehe

Pertama, saya ingin buat artikel untuk jurnal jurusan saya waktu S1. Idenya masih sama seperti saat ngisi simposium dulu sih. Ide bikin jurnal ini sebenernya terinspirasi dari seorang dosen yang menasehati agar mulai menulis. Kedua, saya mau memulai menerjemahkan novel atau puisi buat proposal tesis. Kalau bisa sih, saya inginnya coba-coba buat proposal tesis juga dan minta dibenerin sama dosen. Ketiga, hmm ini yang saya tunggu-tunggu... belajar Bahasa Spanyol lagi. Dan terakhir, berenang sering-sering sebelum masuk kuliah lagi.

Oke. Gitu aja. Mak Eva udah datang dan siap meluncur ke Bu Rum bareng Nono dan Bebeb Kumin juga... Selamat makan 

Friday 19 December 2014

UAS Tlah Tiba

2014 rasanya adalah tahun dimana menulis blog ini mengalami penurunan. Maklum, rasanya no time for ecek-ecek bahkan untuk menulis di blog ini. Sekali-sekali punya niatan untuk posting makalah dari tugas-tugas di kampus, tapi kayaknya bisa 'menyesatkan' jika ada yanga gak sengaja baca. Maklum pemula hehehe

Strata dua ini memang, ehmm, lumayan berat. Bukan mengeluh sih, cuma berbagi. Tapi, ya jalani saja demi cita-cita di masa depan (semoga terkabul). Uhuyy. Oh ya... bulan ini kami telah memasuki minggu tenang. Tepatnya minggu tenang yang tak tenang. Memang sudah gak masuk kelas, tapi tetap saja harus mengerjakan semua tugas akhir yang rata-rata makalah semua jauh-jauh hari sebelum deadline.

Yang buat saya sangat tertarik sebenarnya adalah tugas mata kuliah Agama-agama di Dunia. Emang agak berat sih makalah 5000 kata, tapi ya karena saa suka "kepo" dengan keunikan macam-macam agama di dunia. Setelah berbincang-bincang dengan seorang teman, akhirnya muncul juga idenya nih. Antara pengen nulis tentang perbedaan agama Buddha yang telah dibawa keluar dari India atau bisa juga komparatif antara Sikh, Hindu, dan Islam. 

Tapiii, sebelum membuat makalah ini, saya harus menyelesaikan UAS makalah, tepatnya terjemahan, Sosiologi Sastra Arab dan juga UAS mata kuliah Teori Sastra. Wokehh. Semangat Ta.

Tuesday 4 November 2014

Culture Shocked

Selagi sinyal hot spot lancar mari kita berselancar dan posting lagi di blog. Hitung-hitung pemanasan sebelum mengerjakan tugas. Kali ini cerita yang ringan-ringan saja. Kayaknya cerita tentang kelas baru saja.

Walau sekarang saya menimba ilmu di universitas yang sama dengan saat saya strata 1, tetap saja teman-temannya berbeda dan beraneka ragam. Jadi walau di lingkungan sendiri, ya tetap saja kena sindrom "culture shocked" karena teman-teman yang datang dari berbagai universitas lain, pasti membawa budaya-budaya mereka.



Contoh sederhananya saja adalah panggilan kepada dosen. Biasanya kami yang di sini sejak strata 1, pasti akan memanggil dosen dengan "Bapak" atau "Ibu" walaupun dosen-dosen tersebut sudah menyandang gelar Prof. Tapi tidak dengan teman-teman baru saya. Mereka memanggil para dosen (yang telah bergelar Prof) dengan panggilan "Prof". Ini suatu yang janggal bagi saya yang dari dulu terbiasa memanggil "bapak" dan "ibu" kepada para dosen. Saya pribadi beranggapan bahwa panggilan "bapak" dan "ibu" adalah panggilan yang tepat. Rasanya panggilan tersebut membuat kita lebih dekat dengan dosen tetapi tetap ada batas-batas penghargaan kepada mereka. Jika memanggil dengan sebutan "Prof" rasanya kayak berada pada tataran bumi dan langit. Dan rasanya jadi sangat sungkan bahkan sungkan untuk bertanya banyak tentang bidang keilmuan.

Tapi, ya sudahlah. Itu sudah pilihan masing-masing individu. Apapun panggilan untuk para dosen, yang penting ilmu mereka bisa ngucur ke kita-kita ini. Well, sampai di sini saja. Mari mengerjakan tugas lagi...

Monday 3 November 2014

Holaaaaa

Finally... saya bisa corat-coret blog lagi. Sudah lama sekali rasanya tidak menjamah blog ini. Terakhir nulis postingan tanggal 15 Agustus 2014. Dan sekarang sudah tanggal 3 November 2014. Hmm. Lama nian rupanya. Kesibukan ini benar-benar menyita. Tapi lebih baik sibuk sih daripada bengong kayak sapi ompong. 

Sekarang saya "sekolah" lagi. Yup. Yup. Saya ingin menjadi seorang dosen seperti guru-guru saya. Sepertinya menyenangkan mendapat ilmu baru dan membagikannya ke orang lain walau cuma sedikit. Tul kan...

Di strata dua ini banyak sekali ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan padahal baru kira-kira dua bulan saya menjalaninya. Rasanya nano-nano. Kalau ditanya soal tugas hmm bisa panjang ceritanya. Kalau dulu saat strata 1, saya bisa jalan-jalan, jadi panitia, jualan, dan mengerjakan berbagai kegiatan lainnya. Sekarang, hampir setiap hari saya berkutat di perpustakaan, membacam buku, dan "candle light dinner" dengan si Buto Ijo tercinta. Hehehe. Tapi saya sadar kalau saya tidak boleh mengeluh karena inilah konsekuensi strata dua. Ya jalani saja. Toh kadang juga tersedia jeda waktu yang dapat digunakan untuk kegiatan lain walau tidak seleluasa saat strata 1. Tapi lumayanlah untuk refreshing biar otak nggak pengap. Hehe

Dari segi ilmu, buanyakk sekali ilmu baru yang saya dapatkan di sini. Ilmu teori sastra yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya. Cerita-cerita periodisasi sastra Arab yang tidak diceritakan sebelumnya. Dan tentu saja mata kuliah dari Cross Religion Cross Culture tentang agama.

Yang terakhir ini adalah ilmu baru yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Sangat menarik karena agama dikaji secara akademis. Maksudnya agama di sini bukan agama resmi yang ada di Indonesia atau negara lainnya. Yang menarik di sini adalah masalah rekonstruksi negara terhadap agama dan juga rekosntruksi Inggris terhadap Hinduisme di India. Inilah dua topik yang saya sukai saat ini.

Dari sini, saya kenal Tylor, Frazer, Durkheim, Max Weber, Elliade, bahkan saya kini, tampaknya, menghargai Karl Marx yang terkenal anti agama itu. Setiap mendapat ilmu baru saya hanya bisa takjub dan hanya bisa berkata, ooo... ternyata gitu ya, atau oooo... ternyata begini ya. Rasanya senang sekali dapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan walau banyak juga yang 'menentang' dan mengatakan bahwa saya akan susah dapat jodoh karena pendidikan saya yang tinggi. But... just let it flow.... dan nikmati saja. Karena kalau jodoh tidak akan lari kemana kok. Hehehehe.

Pengalaman teranyar yang saya dapatkan adalah pengalaman menjadi pembicara di Simposium Mahasiswa Nasional dalam acara Festival Kebudayaan Arab. Rasanya sungguh campur aduk. Rasa-rasanya ilmu saya masih cetek sekali dan saya belum pantas. Tetapi beberapa dosen dan sahabat-sahabat saya mendukung saya. Dan... finally... spirilli saya pun maju menjadi pembicara tentang pengaruh teknologi terhadap sastra. Sebenarnya ide awalnya tetap dari dosen (makasih Bu Ocha) sih kemudian saya kembangkan dan saya beri contoh dari sebuah puisi Nizar Qabbani (Thanks Uncle Qabb). Nanti kapan-kapan saya posting tulisan saya tentang itu yaa (kalau sempat)

Okay. Kayaknya kicau-kicaunya cukup sampai di sini dulu. Lanjut lagi bikin respon untuk mata kuliah Agama-agama di Dunia. Hari ini mempersiapkan tentang agama Buddha. Happy Working!!!!


Oh ya... ini foto saat kami pergi ke Imogiri bareng dosen kami, Pak Anchu. Beliau mengajar mata kuliah Teori Agama dan Masyarakat. Ayooo yang mana coba dosennya...

 

Friday 15 August 2014

Lebaran Istimewa

Alhamdulillah. Syukur pada-Mu kupanjatkan beratus-ratus kali lipat untuk karunia yang kau berikan pada lebaran tahun ini. Mungkin ini adalah Lebaran paling istimewa yang pernah saya rasakan. Biasanya di lebaran yang lalu-lalu kami tak dapat merayakan Lebaran sewajarnya seperti yang dirayakan kebanyakan orang. Di saat orang-orang membeli pakaian baru dan kue lebaran, kami berkutat dengan adonan kue kering. Saat orang-orang berkeliling kota menikmati malam takbiran, beberes rumah bahkan masak rendang dan opor ayam, kami berjibaku dengan waktu melayani pelanggan yang mengambil pesanan kue lebaran mereka. Di saat hari lebaran tiba, kami tergesa-gesa beberes dan pergi ke mesjid untuk sholat, silaturahmi dan tidur sepanjang hari. Balas dendam karena kurang tidur beberapa hari sebelum Lebaran.

Kali ini, lebaran begitu istimewa buat kami. Kami bisa berkumpul sekeluarga tanpa ada gangguan dari pelanggan yang tiba-tiba muncul dan memohon-mohon untuk dibuatkan ke basah. Yap! entah dapat ide dari mana, Mama tiba-tiba mengajak kami pergi libur ke ibu kota negara. Para pelanggan diminta menjemput pesanan empat hari sebelum hari sebelum Lebaran.

Petualangan dimulai di sebuah mobil Xenia warna telur asin. Berangkat dari padang menuju ibu kota negara. Beberapa kali kami berhenti di pasar tumpah yang menjual takjil bahkan tak jarang singgah ke Mesjid-mesjid dan SPBU untuk mandi atau sekedar tidur. Kami juga sempat singgah di Linggau untuk silaturahmi ke saudara kami, Om Pendi. Om Pendi ini dulu adalah anak kos yang tinggal di rumah kami saat Mbah Kakung masih ada. Sudah berpuluh tahun mungkin ya tetapi silaturahmi tetap terjalin. Setelah sahur, kami melanjutkan perjalanan. Dan perjalanan kali ini serasa cepat sekali. Maklum, yang nyetir mobil adalah sopir lintas Sumatera berpengalaman yang tak lain dan tak bukan adalah adik mama *Piss Om.

Akhirnya sampailah ke ibu kota negara yang tumben-tumbennya sunyi senyap dan gak macet. Kami memutuskan menginap di salah satu rumah adik papa yang sedang mudik ke Magelang. Nyaman sekali rasanya menikmati waktu dan kesempatan tanpa suara mixer, tanpa deru Boss, tanpa aroma kue yang meliuk-liuk di hidung, tanpa alunan suara pelanggan yang tak sabaran, bahkan tanpa mentega yang belepotan di tangan.

Lebaran istimewa. itulah saya menamainya. Lebaran yang normal dan proposional. Malam takbiran, kami bisa beberes, buat es buah, dan masak masakan khas Lebaran. Keesokan hari, kami shalat di lapangan dalam komplek tanpa haru buru-buru beberesan. Setelah itu, tak ada lagi acara tidur balas dendam seperti tahun-tahun yang lalu. alhamdulillah. Segala puji bagi-Mu Ya Allah.

*setelah berhari-hari tak mengisi blog

Monday 2 June 2014

My Little Sister

Saya punya seorang adik perempuan saja. Anaknya manja, agak pencemburu, dan malas membersihkan kamar tidur. Selama kurang lebih 10 tahun saya merantau, ketika satu bulan saya habiskan untuk liburan di rumah, setiap itulah saya harus berteriak-teriak mengingatkannya untuk meletakkan pakaian kotornya dalam keranjang khusus kain kotor. Begitu juga dengan membersihkan kamar. Jika saya pulang liburan, adik saya bisa dua kali lipat tidak membersihkan tempat tidur. Lagi-lagi saya misuh-misuh sendiri sambil tetap merapikan kamar tidur yang kelak akan berantakan lagi saat dia kembali. Selain itu, sering kali ia menjadi amat pencemburu ketika kedua orang tua saya membelikan saya barang atau uang hingga, untuk menjaga perasaannya, sering kali saya menyembunyikan barang-barang tersebut atau menolak saat orang tua ingin membelikan saya.

Jujur, saya amat bahkan teramat jengkel dengan ulah dan sikapnya. Saat di rantau, saya harus kuliah dan bekerja untuk menambah uang jajan saya. Saat saya di rumah, saya juga tidak bisa refrshing. Tetap dengan tugas rutin saya. Dan parahnya tidak ada liburan. Padahal, setiap saya di rantau, adik dan keluarga sering kali pergi ke luar kota untuk bertamasya. Kadang kesal sendiri, tapi biarlah saya jalani saja. Toh, saya percaya bahwa bersakit-sakit dahulu baru bersenang-senang kemudian. Walau terkadang tak saya pungkiri, saya merasa jengkel dan iri.


Namun, setelah mendengar cerita teman saya yang adiknya mengancam bunuh diri karena tidak dibelikan BB, saya merasa lebih beruntung memiliki saudari seperti adik perempuan saya. Dia memang manja dan malas, namun dia bukan cabe-cabean, bahasa gaul yang akhir-akhir ini lagi ngehits. Dia tidak pernah ngumpul-ngumpul di cafe dengan mengenakan pakaian minim, dandan menor, serta nenteng-nenteng gadget paling update. Walau dia pencemburu kelas kakap, dia juga tidak pernah meminta gadget terupdate pada orang tua kami apalagi mengancam akan bunuh diri kalau tidak dibelikan. Walau dia malas membersihkan tempat tidur, namun ia tetap rajin belajar dan pintar. Untuk hal otak, saya akui adik saya jauh lebih unggul dari saya. Mungkin itulah kakak beradik. Berbeda seperti bunga dalam taman yang sama. Kakak tidak seutuhnya sempurna begitu pula si adik.

Oh Pepok! I miss you already!!

Friday 30 May 2014

Mamah! Curhat Dong!

Entahlah saya pun tidak tahu pasti mengapa akhir-akhir ini banyak sekali yang menyangka saya akan segera melepas masa lajang alias menikah. Saya hanya bisa tersenyum dikulum sambil mengamini saja kata mereka. Yah, setidaknya sebuah kata adalah untaian doa. Saya sendiri heran mengapa mereka berspekulasi begitu. Setahu saya, saya tidak pernah update status yang mengarah ke soal "Akan Segera Menikah" dan tak ada gambar calon pengantin pria yang saya tebar di sana. Ya tidak akan saya bagi karena memang belum saya temui. Kalau sudah saya temui belum tentu juga sih saya bagi. Apa mungkin akhir-akhir ini wajah saya lebih berseri-seri bak bidadari? Entahlah.

Pun kalau beliau (beliau!!! ceile) telah datang kelak, mudah-mudahan saya bukan tipe manusia yang latah dunia maya alias apa-apa diupdate. Lagi bahagia-bahagianya menjalin cinta diupdate bahkan lagi berantem juga tatap update status. Ya cukup sekenanya saja dibagi mungkin saat ada berita resepsi. Hehehe. Karena, menurut saya, menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis adalah sesuatu yang sakral. Gak boleh asal-asal umbar sana-sini karena kita tidak tahu apa yang kelak terjadi. Daripada umbar sana-sini mending perbanyak doa. Nah jika waktunya tiba, ya bolehlah membagi kabar bahagia. Saya percaya kalau menikah itu bukan soal siapa yang sudah punya pacar dan siapa yang belum. Yang sudah punya pacar belum tentu nikah duluan daripada yang masih menjomblo. Begitu pula sebaliknya. Menikah hanya soal masa. Ya... jika masanya telah tiba, pasti akan menikah juga. Jadi, santai kayak di pantai sajalah.


Pagi ini seorang teman lama menanyakan saya kapan menikah. Doakan saja. Itu jawaban saya. Jawaban yang menjadi jurus andalan tingkat pertama. Belum sempat saya mengeluarkan jawaban pamungkas saya, teman saya tersebut sudah galau. Dia bilang, "Kamu sudah akan menikah. Si Uli sebentar lagi. Aku doang yang belum". Saya hanya bisa tersenyum membaca pesannya. Dia kira saya akan segera menikah, padahal saya tidak memberi kabar bahwa saya akan segera menikah. Hadeuh! Saya kan hanya bilang doakan saja.

Mungkin saya juga merasakan kegalauan teman saya tersebut. Terkadang kegalauan dan kegelisahan itu datang bukan dari faktor internal, namun juga bisa dari faktor eksternal. Faktor kegalauan saya bukan karena teman yang update kemesraan bersama pasangan mereka di jejaring sosial, melainkan orang tua. Sebagai soerang anak, pasti ingin melakukan apapun untuk membahagiakan atau memenuhi keinginan mereka. Begitu juga saya. Akhir-akhir ini kedua orang tua saya ribut soal "Kapan menikah". Betapa saya ingin mewujudkan keinginan mereka. Tapi sekali lagi menikah adalah masalah masa. Ya. Saya akan segera menikah saat masanya tiba.... Mumgkin hanya itu jawaban saya pada mereka. Fiuuuh. I'am so sorry Mom, Dad. Saya pasti menikah jika waktunya memang telah tiba.... Doakan saja.... 






Thursday 22 May 2014

Epik

Sebenarnya sudah lama sekali saya ingin membaca epik Ramayana dan Mahabharata. Walau epik ini brasal dari negeri Gangga, tapi bisa dibilang masyhur di Indonesia. Nah, saat ini, epik Mahabharata diangkat menjadi sebuah serial televisi. Bahkan serial Mahabharata juga ditayangakan kembali di Indonesia dengan pemain baru dan tentu saja dengan efek kamera yang lebih bagus daripada serial tahun 90-an (zaman kanak-kanak dulu). Ya. otomatis saya lebih memilih menonton serial ini ketimbang nonton sinetron yang makin hari makin tidak jelas juntrungannya. Ini bukan masalah menjatuhkan karya anak negeri, tapi saya pikir sinetron sekarang ini makin gak jelas dan makin tidak mendidik apalagi yang berisi conten bullying di antara anak-anak sekolahan.

Saya kira lebih baik nonton serial ini walau tidak selalu mengikuti. Saya bisa sedikit bernostalgia dengan cerita Mahabharata dan mengingat kembali nama-nama tokohnya yang seabrek banyaknya. Hehe. Saat saya kecil, almarhum Mbah Kakung saya sering mendongeng tentang epik Mahabharata ataupun Ramayana. Sepertinya beliau sangat menyukai dua epik tersebut. Bahkan nama saya diambil dari salah satu tokoh dalam cerita Ramayana. Seperti yang kita tahu, kisah Mahabharata dan Ramayana ini telah menginspirasi kesusastraan Jawa kita. Ceritanya disadur bahkan kita juga mengilhami pertunjukan sendra tari dan perwayangannya. Rasanya betapa kampungannya jika belum mebaca dua epik ini. Hadeuh. Jadi... secepatnya saya harus membaca epiknya mumpung 'hasrat' membaca masih membara. He.


Tuesday 20 May 2014

Menjauhlah

Kau duduk di hadapanku sambil sesekali menggerakkan telunjukmu mengitari bibir cangkir berisi kopi hitam. Aku memang duduk di hadapanmu. Benar-benar tepat di hadapanmu. Namun, pandanganku bukan tertuju padamu, melain tertuju pada embun yang menempel di permukaan kaca. Aku merapatkan syal di leherku. Dingin semakin menjalar. Sunyi semakin menebar.

Tidak ingatkah kau di hari itu? Di hari saat jemarimu menekan "send" di alamat emailmu. Hari itu sangat memilukan, Sayang. Oh bukan sayang! Kata itu tak pantas lagi kugunakan. Dari jarak beribu-ribu mil, kau kirimkan kabar bahwa kau menemukan cinta. Bukan cintaku dan bukan cinta kita. Namun cinta baru yang tengah merekah. Jika cinta telah berkata, sungguh aku tak bisa melakukan apa-apa. Kau juga tahu kan bahwa cinta absolut bahkan arbiter? Datang dan pergi begitu saja. Sesukanya. 

Kau tahu? Perlahan-lahan aku menajuh darimu. Meninggalkan jauh di belakang dengan cinta barumu yang masih merekah segar. Buat apa aku mencintamu, jika kau tidak mencintaku? Jadi kuputuskan saja untuk pergi dari lingkaran. Membiarkanmu bergenggaman dengan cinta barumu itu.

Bumi tetap berputar pada porosnya. Waktu pun terus berlalu. Kau tahu? Aku menemukan kehidupan baruku. Kehidupan tanpamu. Kehidupan yang membuatku selalu tersenyum syahdu. Kutemukan cintaku. Cinta yang mengobati luka yang kau toreh pada hatiku. Kau tahu? Kali ini hanya bahagia yang kurasa hingga akhirnya kau tiba (lagi) dengan kata-kata cinta.

Senja itu kau menyapaku lewat dunia maya. Bertanya tentang keadaan dan kabarku. Klise! Aku tak menggubris untaian kalimatmu. Untuk apa? Karena tak ada lagi sesuatu yang terjalin di antara kita. Kau harus ingat itu! Namun, kau tidak berhenti rupanya. Kau kirimkan untaian kata-kata yang terdengar klise itu padaku. Kau tahu? Aku muak! Untuk apa kau tiba lagi? Untuk apa kau hadir lagi dalam hidupku lagi? Apakah cintamu yang dulu merekah kini telah layu? Dan kau ingin kembali padaku di saat penyatuan cintaku akan dilaksanakan beberapa minggu lagi.

"Aku mohon menjauhlah dariku, Pay," Kataku sambil tetap menatap embun yang mulai meleleh. Dia tidak bergeming sedikit pun. Sunyi. Hanya suara jam dinding saja yang terdengar berdetak. "Aku mencintaimu" katamu spontan. Jemarimu tak lagi melingkari bibir cangkir berisi kopi. Aku tersenyum.
"Maaf aku tak bisa walau cintamu tumbuh sangat rindang. Cinta yang lain sedang menantiku. Cinta yang telah mengobati luka yang kau toreh. Cinta yang selalu ada saat kau tak lagi menoleh. Aku lebih memilih dia," Kusambar saja mantel musim dinginku dan berlalu dari hadapannya tanpa sepatah kata.

Monday 19 May 2014

Terima Kasih Untuk Kalian

Saat saya kanak-kanak, ulang tahun adalah sesuatu yang sangat istimewa. Di satu hari dalam setahun itu, saya akan mendapatkan banyak kado berupa baju, boneka, atau bahkan mobil-mobilan. Mama biasanya membuatkan saya sebuah kue tart dengan krem warna-warni dan hiasan patung badut atau puteri. Teman-teman dan sanak saudara, bahkan yang dari luar kota, datang ke acara ulang tahun saya. Bahkan Angku dan Andung, tetangga sebelah rumah, juga datang sambil meneteng boneka panda yang besar.


Saat dewasa, ulang tahun tak lagi terasa istimewa. Terkadang malah saya lupa. Lagian untuk apa berhura-hura merayakannya? Saya pikir lebih baik merenung intropeksi diri dan berdoa semoga umur yang bertambah akan lebih barokah. Itu saja cukup bagi saya. Namun, saya sangat menghargai orang-rang sekitar saya yang mengingat hari istimewa saya. Saya katakan hari istimewa karena hari itu saya diberi kesempatan untuk lahir ke dunia walau konon katanya seorang bayi sebetulnya menyesal telah dilahirkan. Namun, ini sudah jadi takdir Illahi. Setidaknya di dunia ini saya tidak sendiri. Saya bertemu dengan orang-orang yang mencintai dan menyayangi saya dari keluarga hingga sahabat-sahabat saya.

Tahun ini. Umur saya tak lagi remaja. Dua puluh enam tahun. Dan saya belum bisa menjadi seorang yang berguna bagi keluarga, sahabat, apalagi bagi nusa, bangsa, dan agama. Labih nahasnya lagi kontrak hidup saya juga berkurang setahun. Ini membuat saya risau  dan sedih. Di umur segini dengan kontrak hidup makin berkurang, saya belum bisa menjadi orang yang berguna. Namun risau saya lenyap dengan doa-doa dari keluarga dan juga sahabat-sahabat saya. Ya. Terima kasih untuk kalian yang mendoakan saya agar kedepannya saya mendapatkan apa yang saya cita-citakan dan dambakan. Saya sangat bersyukur pada Tuhan karena memiliki kalian. Sekali lagi terima kasih untuk doa dan beberapa bingkisan.


Terima kasih untuk keluarga dan krucil-krucil usil, Ulfa Adib, Chaca, dan Calysta yang menyanyikan lagu "Happy Birthday To You" saat saya duduk sendirian dalam Bus Trans Jogja tanpa cahaya yang berjalan lamban karena macet malam mingguan Terima kasih untuk teman kecil saya, Monika, dan teman-temannya yang menjadi teman saya juga, Rizal dan Mbak Kirz. Terima kasih juga buat Aishi, Eva dan Mbak Yayun. Terima kasih untuk kalian yang tak mungkin satu persatu saya sebutkan. Dan tentu saja, terima kasih untuk PARAM yang selalu gagal merencanakan pesta kejutan. Tapi tak apa, saya sangat menghargai "pengorbanan" kalian. Terima kasih tetap mengingatkan hari istimewa saya di sela kesibukan. Semoga kelak saya menjadi orang yang berguna bagi keluarga, nusa bangsa, dan yang terutama agama. Amiin.

Monday 12 May 2014

Beruntung atau Bersungguh-sungguh?

Hi there!
Ternyata sudah masuk tengah bulan Mei dan blog ini pun semakin jarang disentuh. Entah kenapa, rasanya tak ada waktu lagi untuk menuliskan hayalan atau sekedar mencorat-coret page blog ini. Mungkin akhir-akhir ini, saya lagi senang nonton film dan menerjemahkan puisi ditambah mengurus surat-surat aplikasi S2. Akhirnya hari ini saya sempatkan mencoba menulis lagi.

Teman saya bilang, saya bukanlah orang yang beruntung. Tahun lalu, dengan segenap jiwa saya mengurus perlengkapan aplikasi beasiswa S2 yang diadakan DIKTI, namun saya tidak lulus. Hal ini berbanding terbalik dengan salah satu teman saya yang menyiapkan aplikasi seadanya dan ternyata lulus S2 dan mendapat beasiswa. Kata teman saya, saya bukanlah orang yang beruntung. Namun, saya tidak pernah menyesali dan mengutuk Tuhan karena menciptakan saya sebagai orang yang tidak beruntung. Saya yakin semua ada hikmahnya. 

Hikmah yang saya rasakan adalah kebersamaan dengan keluarga terutama papa. Bayangkan kalau tahun lalu saya lulus S2! Tampaknya saya tidak akan pernah menghabiskan waktu agak lama bersama keluarga karena selama ini, sejak menamatkan sekolah dasar hingga kini, saya selalu berkelana meninggalkan rumah. Setidaknya saya bisa berbakti pada kedua orang tua dan bertengkar dengan adik perempuan saya satu-satunya atau bermain dengan sepupu-sepupu kecil saya. Hikmah lainnya adalah saya diberi keberanian lebih untuk bermimpi melanjutkan pendidikan ke belahan bumi lainnya. Dulu, saya tidak berani untuk mencoba apply beasiswa ke luar negeri. Entah kenapa sejak mengunjungi negeri tetangga (lagi-lagi ini hikmah karena tidak lulus S2 tahun lalu), saya ingin melangkahkan kaki lebih dan lebih jauh. Salah seorang teman saya terheran-heran dan berkomentar, "Ngapain apply ke luar banyak-banyak, Nta? Palingan gak lulus," Saya hanya bisa tersenyum. Yang penting saya mencoba. Setidaknya langkah pertama telah terlewati saat kita telah mencoba.

Kembali ke topik semula. Saya lebih memilih untuk menjadi orang yang bersungguh-sungguh daripada orang yang beruntung karena manusia tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sebelum mereka merasakan kesedihan. Begitu juga dengan keberuntungan. Orang yang selalu beruntung tidak pernah merasakan nikmat hidup karena mereka tidak pernah bersungguh-sungguh mendapatkan apa yang mereka dambakan. Semua yang mereka inginkan, mereka dapatkan dengan cuma-cuma hingga pada akhirnya mereka pasti kebosanan. Jadi, saya lebih memilih untuk menjadi orang yang bersungguh-sungguh daripada beruntung. Tak masalah jika dibilang bukan orang beruntung. Saya hanya tersenyum simpul saja.

Wednesday 30 April 2014

The War is Over

The War is Over sebenarnya adalah judul lagu, yang kalau tidak salah, rilis pada tahun 2009. Lagu ini dinyanyikan oleh sepasang penyanyi kondang. Sarah Brightman dan Kazem el-Saher. Sarah Brightman dikenal dengan suaranya yang tinggi kayak penyanyi seriosa. Saya suka sekali duetnya dengan Andrea Bocelli di lagu berbahasa Itali dan sedikit Inggris, Time To Say Good Bye, sedang Kazem el-Saher, hmm, ini idola saya banget. Kazem berasal dari Irak. Bisa dibilang superstarnya Timur Tengah. Kenapa saya suka Kazem? Karena beberapa lagunya based on puisi-puisinya penyair favorit saya, Nizar Qabbaniy. Dan tentu saja dia nyanyi dengan bahasa Arab fusha bukan amiyah. Jadi saya lebih mengerti isi lagunya dan mudah menghapalkan liriknya sekalian uji listening saya. Nah kali mereka berduet membawakan lagu The War Is Over yang bertajuk kedamaian dunia. Suara sarah tetap merdu dan apik, sedangkan suara Kazem tetap meliuk-liuk indah dan syahdu khas Timur Tengah.



my statures are falling
Like feathers of snow
Their voices are calling
In whispering word waiting for the morning light

Heaven is calling
From rainy shores

Counting wounded lights falling
Into their dreams still searching for an open door

In morning dew,
a glorious scene came through,
like war is over now
I feel I'm coming home again

The moments unfold
In the meaning of love
This war is over now

I feel I'm coming home again

An arrow of freedom
Is piercing my heart
Breaking chains of emotion
Given a moment to pray
Lost innocence to find its way

Feelings of sensation
A cry in the dark
Hope is on the horizon
With a reason to stay
And living for a brand new day

In morning dew,
a glorious scene came through,
like war is over now
I feel I'm coming home again

The moments unfold
In the meaning of love
This war is over now
I feel I'm coming home again

In morning dew,
a glorious scene came through,
like war is over now
I feel I'm coming home again

The moments unfold
In the meaning of love
This war is over now
I feel I'm coming home again

Friday 25 April 2014

Kegemaran Lama

Apa kabar?
Penghujung April telah datang. Entah kenapa April membuat saya malas menulis sesuatu di blog. Mungkin karena saya sedang tersihir oleh kegemaran saya saat SD dulu. Saat kecil dulu, saya sangat suka dengan bahasa asing. Nah, berhubung dulu saya cuma mendengar lagu-lagu Backstreet Boys, Westlife, Aaron Carter, Phill Collin, The Moffats dan beberapa lagu berbahasa Inggris, maka saya tertarik dengan bahasa ini. Diam-diam, sebelum tidur saya senang membaca buku percakapan sehari-hari bahasa Inggris punya orang tua saya. Lama kelamaan, saya suka penasaran sama arti bahasa tersebut, apalagi arti lirik lagu-lagu yang saya dengar. Akhirnya, saya sering pinjam sampul kaset punya teman dan mencatat lirik beberapa lagu. Iseng-iseng, saya mengambil kamus Inggris-Indonesianya John Echols dan Hassan Shadily lalu mulailah menerjemahkan tanpa teori terjemahan yang baik dan tepat tentunya. Yang penting saya mengerti lirik-lirik lagu tersebut. Itu yang saya pikirkan.

Kini, kegemaran itu kembali meracuni saya lagi rupanya. Hanya saja bukan lirik lagu berbahasa Inggris, melainkan puisi-puisi Nizar Qabbaniy yang tentu saja berbahasa Arab. Hampir tiap hari saya 'menyepi' membolak-balikkan lembaran kamus dan Diwan Nizar Qabbaniy yang tebalnya sangat aduhai. Walau berat harus meneteng tiap hari, tapi saya merasa senang jika menemukan satu kata yang jarang saya dengar. Semakin menerjemahkan beberapa karya Qabbaniy, semakin saya mengenalinya. Rasa-rasanya, saya terbawa kesedihannya saat saya membaca ar-Rasmu bil Kaalimaat saat ia menceritakan sisa-sisa kejayaan Arab di Spanyol macam tarian Flamenco yang lebih dikenal berasal dari Spanyol ketimbang dari Arab. Dalam antologi puisinya yang lain, saya menemukan sebuah puisi berjudul Lolita. Puisi ini, entah kenapa, saya rasa berhubungan dengan karya maha karya Vladimir Nobokov dengan judul yang sama, yaitu Lolita. Jadi, kali ini saya tampaknya sedang PDKT (lagi) dengan Qabbaniy melalui karya-karyanya. Semoga saya masih diberi kesempatan menulis tesis yang mengangkat karyanya lagi. (amiin)
Salam...


Monday 14 April 2014

Cerita Random

Beberapa hari yang lalu iseng-iseng ikut seorang teman untuk beauty class. Di dalam ruangan, telah berkumpul ibu-ibu yang sibuk membicarakan make up, tas, pakaian, shopping, hingga travelling ke luar negeri. Oh tidak! Sejujurnya ini bukan dunia saya! Tapi tak apalah. Hitung-hitung menambah ilmu. Ternyata itu bukan beauty class biasa, namun beauty class untuk rekruitmen sebuah MLM kosmetik. Tentu saja tidak langsung ke acara rias-merias, melainkan pengenalan profil perusahaan yang dipandu seorang ibu paruh baya penuh gaya dan tampak lebih muda dari usia sebenarnya. Standar, beliau mulai menerangkan profil perusahan macam pendiri lalu keuntungan yang didapatkan dari join perusahaan tersebut. Hingga salah satu slide memperlihatkan impian apa saja yang telah ia capai melalui perusahaan tersebut seperti menyekolahkan dua anaknya ke universitas termahal (termahal ya bukan terbaik) di kotanya, umrah, dan jalan-jalan keliling dunia sambil shopping mewah.

Saya hanya manggut-manggut dan mencoba bermimik takjub atas keberhasilan beliau walau dalam hati saya terus berteriak: Oh Tuhan! Sekali lagi, ini bukan dunia saya! Dan pada intinya, beliau mengatakan jika punya mimpi, maka join perusahaan tersebut. Well! sekali lagi saya hanya manggut-manggut sambil senyum. Duh... kalau Anda tahu, mimpi saya gak muluk-muluk. Saya hanya ingin menjadi orang berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar serta negeri ini. That's it! Itu saja. Yah... walau terkadang miris sendiri lihat negeri ini. Korupsi dimana-mana, urusan birokrasi yang susah banget, para monirotas yang tak terjangkau, orang-orang cerdas yang "dicampakkan", hingga sikap sinis masyarakat kita terhadap penemuan hebat anak bangsa macam N250 Pak Habibie.

Sekali lagi... jangan pernah bertanya apa yang telah negara berikan pada kita, namun bertanyalah apa yang telah kita berikan pada negeri. Berikanlah apa yang bisa kita berikan untuk bangsa walau hanya seorang biasa dan tak terkenal dimana-mana. Yup... that's my dream, mam! Gak muluk-muluk. Saat ini saya hanya ingin melanjutkan pendidikan agar kedepannya saya dapat seperti mereka yang telah lebih dulu memberikan manfaat kepada keluarga, masyarakat sekitar, dan bangsa.

Tuesday 8 April 2014

DAM

DAM adalah nama group hip hop dari Palestina, namun mereka berbasis di Lod, Israel. Lod sendiri terletak antara Yerussalem dan Tel Aviv. DAM sendiri konon dari kata kerja bahasa Arab "daama" yang artinya abadi serta kata "dam" dalam bahasa Arab dan Ibrani yang berarti "darah". Namun, DAM juga singkatan dari  Da Arabic MC. Grup musik ini berdiri pada akhir 90an. Digawangi oleh Suhell Nafar, Tamer Nafar, dan Mahmoud Jreri. Karya-karya mereka berisi isu tentang konflik antara Palestina dan Israel serta isu terkini dalam bahasa Arab dan Ibrani. Info lebih lajut klik di sini


Ini salah satu karya mereka yang berjudul Mali Huriye (I don't have freedom). Pertama kali denger lagu ini pas acara Festival Kebudayaan Arab di kampus. Keren! Dan yang paling keren, ada petikan puisi NIzar Qabbaniy di akhir lagu ini.



Selamat menikmati....

Saturday 5 April 2014

Belajar Dari Yang Sepele

Seseorang pernah bertanya pada saya tentang mandiri. Mandiri? Kenapa bisa bertanya tentang kemandirian pada saya? Saya sendiri merasa belum seutuhnya mandiri. Tapi baiklah, akan saya jawab saja lewat tulisan ini . Mandiri kali ini bukan mandiri finansial tentu saja ya.

Saya belajar mandiri di usia 11 tahun. Saat saya memutuskan untuk belajar ke sebuah pondok pesantren di bilangan Jawa Timur. Bayangkan saja! Seorang anak kecil tamat SD merantau dari pulau Sumatera ke pulau Jawa! Ya walau awalnya tetap diantar oleh mama. Orang tua saya saja mulanya tidak tega memberi izin saya untuk nyantri, tapi karena keinginan saya yang kuat, akhirnya mereka melepaskan saya. Saat itu, saya belum bisa apa-apa. Belum bisa masak, mencuci, menyetrika, dan pekerjaan rumah lainnya.

Namun ada benarnya juga kalimat bijak yang mengatakan bahwa bisa karena terpaksa. Nah! mungkin dari sanalah saya belajar. Di pesantren tidak ada bibik yang akan mencuci dan menyetrika pakaian saya. Tidak ada juga kedua orang tua yang mengurus dan memanjakan saya. Semua serba mandiri (untungnya tidak masak sendiri). Jadilah saya belajar mengurus diri saya sendiri alias mandiri. Saya mulai belajar mencuci, belajar cara menyalakan arang untuk setrika, belajar merapikan barang-barang saya sendiri, belajar makan apa adanya, belajar mengatur pengeluaran sendiri, bahkan belajar mengurus administrasi sekolah sendiri. Hal-hal tersebut tampak sepele. Namun saat hidup di luar lingkungan pesantren, secara tidak langsung sangat berpengaruh pada saya. Jadi, belajarlah dari hal-hal kecil yang terlihat sepele.

Jika Abram mengatakan bahwa karya sastra adalah imitasi dari alam semesta, maka saya beranggapan bahwa pesantren adalah miniaturnya. Tempat kita belajar dan mencoba. Trial and Error. Terjatuh dan bangkit. Tempat kita ditempa untuk menjadi manusia tangguh dan mandiri dalam kehidupan di luar lingkungan pesantren kelak.

#Malarindu lagi pada pesantren dengan latar Gunung Lawu itu

Monday 31 March 2014

Bahebak Mot


Sudah lama ternyata tidak "kepo" sama musik Arab hingga akhrinya menemukan Mahebak Moot Yuri Mrakadi. Walau kali ini Yuri nyanyi dengan bahasa Arab amiyyah, tapi tetap saja berkesan. Mungkin karena Yuri terlihat charming dan sexy di video klip yang satu ini. Jadi, posting bulan Maret 2014 ini ditutup dengan Mahebak Mot dari Yuri Mrakadi.





بحبك موت
وآه نفسى أقولك على جوايا
ولو تعرف هتبقى يا عمرى ويايا
وياما حلمت يبقى لبعدنا نهايه
بحبك موت
وأنا ليه بعدك مدوبنى
ولو إيه من قال كده تسيبنى
وحرام دا الشوق معذبنى
وكلامى كله عليك
لياليك هي الى بقيالى
ولا فى بعدك حبيب غالى
وياريت لو يوم تقولهالى
جايلك وحاسس بيك
بحبك .. بحبك
بحبك موت

English Translation:

i love you to death 
and ah i wanna tell you about what's inside me
and if you know, my life, you will be with me
and how much i dreamt of our separation being at an end
why does your distance make me melt
and if someone says, you leave me like this
and shame on this longing, you torture me
and all my words are about you
your nights are the ones that remain for me
I swear, with your distance my precious love
and my wish - if someday you tell me this
i come to you and feel you
i love you to death
i love you to death, 
this night with your closeness you are my whole world
and if you think you will come and say this is enough
there is no one but you, you're my soul's love and my love
i love you to death

Karena sedang ketagihan nerjemahin puisi Nizar Qabbaniy, saya tidak sempat menerjemahkan lagu ini. Walhasil mengandalkan arabiclyrics.net saja. Selamat menikmati bagi yang menikmati musik Arab....

Monday 24 March 2014

Sesal

Mataku tiba-tiba saja silau akibat cahaya matahari pagi yang tanpa malu-malu menerobos celah tirai jendela. Kukumpulkan nyawa mencoba membuka mata dan melirik jam weker di meja samping ranjang.
"Astaga! Sudah jam 6 pagi!" gumamku dalam hati.
Segera saja aku beranjak mematikan televisi yang begadang semalaman menontonku tidur lalu menuju kamar mandi. Sudah seminggu hidupku carut-marut macam ini karena mengerjakan disain rumah elit seorang klien. Jadilah aku bangun tidak pada waktunya, shalat juga demikian. Belum lagi kamarku yang seperti kapal pecah. Kertas-kertas, alat tulis, dan kulit kacang bertebaran di atas lantai kamar.

Setelah shalat, entah disebut shalat Subuh atau shalat Duha, aku memunguti benda-benda yang berserakan di atas lantai serta mulai membersihkan kamar ala kadarnya. Beberapa saat kemudian, perhatianku beralih pada rak buku di pojok kamar. Buku-buku di rak itu tampak kumal dan lusuh akibat debu yang makin menebal. Refleks tanganku mengambil sebuah buku tebal dengan hard cover bergambar Masjid Biru Turki lalu duduk dipinggir ranjang dan membuka halaman pertama buku membaca sebaris nama seseorang dan beberapa baris kalimat yang tertulis. Aku tersenyum sendiri. Anganku melayang ke sebuah kota yang penuh dengan kenangan itu.
"Hmmm...." 

Amira. Ami. Ya itu namanya. Gadis hitam manis dengan rambut ikal sebahu yang selalu dikuncir ekor kuda. Gadis bermata indah berbinar. Gadis yang memiliki senyuman paling manis selain senyum ibu. Gadis yang selalu ceria, menyenangkan, dan.... Dan ehm, membuat hari-hariku penuh warna. Ah! mengingatnya kembali sama dengan membangkitkan satu rasa sesal yang telah terkubur lama. Harus kuakui aku menyesal tidak jujur dengan perasaanku sendiri. Aku menyesal tidak berani mengungkapkan perasaanku hingga waktu dan jarak memisahkan kami selamanya.
”Kringgg!!!” 
Ponselku berdering. Lamunanku buyar. Kuraih benda hitam yang tergelatak pasrah di atas meja samping ranjang. Dan aku baru ingat bahwa hari ini ada rapat di kantor. Aku bergegas mandi dan meninggalkan operasi semut yang belum sampai 25 persen aku kerjakan.
***

Aku terduduk sambil memikirkan kembali hasil rapat pagi ini. Aku diserahi tanggung jawab untuk meng-handle sebuah proyek di Kendari. Sebenarnya aku sangat bangga mendapat kepercayaan besar ini, tetapi di sisi lain, aku risau jika tanpa sengaja bertemu dengan Mas Dewa, kakakku. Who knows? Iya kan? Beberapa tahun yang lalu, terjadi perseteruan hebat di antara kami perseteruan yang tidak logis bagi sebagian orang. Perseteruan cinta.

Aku melangkah gontai keluar dari ruangan tersebut.
"Hey Bro! Kok lemes banget? Harusnya Lo seneng dapet kepercayaan dari Pak Arman. Kalau Gua yang dapet proyek itu, sekalian deh gua pulang kampung gratis. Oh ya! Nih buat Lo. Pokoknya harus hadir," Kata Toni sambil menyerahkan selembar undangan berwarna biru muda.
"Thanks... Gua usahakan datang kalau kerjaan yang di Kendari kelar tepat waktu,"
***
Aku menapaki kaki di Bandara Wolter Monginsidi Kendari. Ketika keluar dari arrival gate, aku melihat seorang bapak paruh baya membawa sebuah papan bertuliskan namaku.
" Permisi. apakah Bapak yang diminta Pak Mazi untuk menjemput saya?
Bapak setengah baya itu mengangguk seraya berkata,
"Iya. Betul ji. Sa dikasih suruh untuk menjemput Bapak. Kenalkan. Nama saya Pak Musa.
Aku tersenyum mendengar logatnya yang asing di telingaku. "Panggil saja Aryan, Pak. Sekarang kemana dulu tujuan kita, Pak?
"Sa kasih antar saja ke hotel. Istirahat terlebih dahulu. Nanti malam Pak Mazi insyaAllah akan datang,"
Pak Musa membimbingku menuju mobil yang terparkir di area parkir bandara. Tak lupa aku meminta Pak Musa membuka jendela mobil agar aku dapat mengamati pemandangan kota.
***
Semua pekerjaanku akhirnya beres lebih cepat dari yang kuperkirakan. Hanya tinggal menghadiri beberapa meeting lagi. Masih ada waktu beberapa hari lagi untuk menunggu jadwal kepulanganku. Kuputuskan saja menggunakan waktu yang tersisa untuk berkeliling kota Kendari tanpa ditemani Pak Musa. Tampaknya lebih seru dan menantang menjadi ’bolang’ daripada ditemani pemandu wisata. Beberapa kali aku turun naik pete-pete tanpa tujuan pasti hingga akhirnya terdampar di sebuah toko besar di bilangan Wua-wua. Tiba-tiba saja dari kejauhan aku melihat seorang laki-laki yang sepertinya kukenal. Semakin dekat semakin jelas bahwa dia adalah Mas Dewa. Ketakutanku akhirnya menjadi kenyataan. Buru-buru kulangkahkan kaki menuju pintu keluar. Saat aku menarik gagang pintu, seorang perempuan juga sedang menarik gagang pintu juga dari arah luar. Terjadilah tarik-menarik gagang pintu hingga perempuan itu mengalah dan melepaskan pegangannya.
"Kak Aryan?"
"Ami. Amira?" 

Kuperhatikanparas itu. Ami masih tetap sama. Tidak banyak yang berubah kecuali rambutnya yang kini dibiarkan tergerai bebas. Tak ada rasa kikuk di antara kami untuk memulai obrolan meski sudah bertahun-tahun lamanya terpisah jarak, ruang, bahkan waktu. Ami tersenyum geli mendengarkan cerita yang melatari tragedi tarik-menarik gagang pintu barusan.
"Kak Aryan... Kak Aryan. Dari dulu sampai sekarang sama saja. Gengsinya masih tinggi setinggi Burj Khalifah. Apologizing does not always means that you're wrong and the other person is right. It just means... you value your relationship more than your ego,"
Aku termangu.
"Hmm. You're right! Thanks a lot!"
***
Sore itu, aku berjalan beriringan dengan Ami menyusuri dermaga Kendari Beach. Rasanya ringan dan lega. Pekerjaan kantor beres begitu juga dengan masalah Mas Dewa.
"Mi, besok saya akan kembali ke pulau seberang. Apa boleh saya berbicara jujur?
"Bicara apa kak? Serius sekali tampaknya," timpal Ami santai.
"Sebenarnya sejak dulu, saya sayang... Mi. Maksud saya... saya suka kamu... maksud saya... saya mencintai kamu," Kataku tergagap.
Ami diam sesaat lalu menghembuskan nafas seraya berkata,
"Saat itu... saya mencintai seseorang. Seseorang yang sudah saya anggap sahabat karib bahkan kakak kandung. Namun, saya tidak punya keberanian untuk mengungkapkan apa yang saya rasa. Saya hanya menunggu dan berharap dia punya rasa yang sama hingga akhirnya penantian saya sia-sia. Pada akhirnya, saya berkesimpulan bahwa dia tidak memiliki rasa yang sama dengan yang saya rasakan. Dan hari ini, saya mendengarkan pengakuan bahwa dia punya rasa yang sama.
"Jadi, masikah ada harapan dan kesempatan untuk memulainya sekarang?"
"Terima kasih telah mencintai saya. Namun semua telah tertinggal jauh di masa lalu dan cukup menjadi kenangan. Semua telah berubah. Termasuk rasa. Kini, saya telah menemukan cinta lain yang telah menjanjikan masa depan. Maafkan saya,"
***
Sebulan telah berlalu, namun pertemuan kembali dengan Ami masih terekam dalam memori. Nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan selalu datang sebagai penutup kisah. Mungkin masa lalu tidak akan pernah bisa untuk dilupakan dan tidak perlu dilupakan. Yeah!  You may not be able to forget but you have to move on. Seiring berjalannya waktu, aku akan menemukan cinta baru. Sama seperti Ami. Cinta yang akan kutawari masa depan yang mungkin masih jauh dari kata sempurna karena memang tidak ada yang sempurna. Ini adalah pelajaran buatku bahkan buat Ami juga. It's hurts to love someone and not be loved. But, what is painful is to never have the courage to let that person know how you feel.

"Hey! Bengong aja. Kita udah sampai nih. Sampai kapan mau bengong dalam mobil? Yang lain udah pada turun," Suara Razsya mengusikku. Bergegas aku turn dari mobil dan membuntut di belakang teman-teman kantor yang berjalan masuk ke dalam gedung resepsi. Setelah menyerahkan kado dan mengisi buku tamu, kami segera menuju pelaminan untuk bersalaman dan memberikan selamat. Beberapa teman bahkan sempat menoyor kepala Toni. Saat tiba giliranku menyalami mempelai wanitanya, aku terkejut begitu juga sang mempelai yang tak lain adalah Ami.
"Ami? Toni? Toni... dan Ami?"
Tuhan! Skenario apalagi yang Kau berikan padaku? Aku berusaha tetap tenang walau jantungku berdetak dua kali lipat lebih kencang. Untung saja tak ada satu pun di antara mereka menyadari 'sesuatu' yang terjadi di antaraku dan sang mempelai wanita berbaju putih itu. Rupanya... the most painful thing in the world is to know that someone you love got married with your working partner!

#Harta karun (baca: cerpen ini)  ditulis tanggal 6 Juni 2010 dan baru ditemukan tadi malam. Ngikik sendiri bacanya. Deuh. Alay!










Saturday 22 March 2014

Sepotong Syair Qabbaniy

قصص الهوي قد أفسدتك 
فكلها غيبوبة و خرافة و خيال
الحب ليس رواية شرقية بختامها يتزوج الأبطال
لكنه الإبحار دون سفينة

Sesungguhnya kisah percintaan itu merusakmu
Semuanya  hanyalah legenda, mitos, dan khayalan
Cinta bukanlah bak novel timur  yang pada bagian akhirnya para pahlawan menikah
Namun sesungguhnya cinta bak para pelaut tanpa kapal… 



Friday 21 March 2014

Guru Mengaji

Selalu saja ada kesan yang tertinggal dari sosok seorang guru. Selain Ustad Budi, salah satu yang berkesan adalah guru mengaji saat SD dulu. Sejatinya, semua guru di sana baik, halus, dan tentu saja pintar. Namun yang paling berkesan adalah Pak Pun Ardi. Kami biasanya memanggil beliau Pak Pun. Dulu, Pak Pun adalah guru mengaji yang paling muda di antara yang lainnya. Ya jelas saja. Itu karena Pak Pun masih berstatus mahasiswa. Beliau orangnya lucu dan menyenangkan. Banyak sekali kami yang akrab dengan beliau. Jika hari Ahad, jadwal maraton masal tiba, saya bersemangat sekali untuk ikut serta. Biasanya, kami pergi ke pantai dan Pak Pun pasti ikut. Beliau tentu saja bercerita seru sekali. Jadi, namanya bukan maraton, melainkan jalan santai sambil ngborol. Terkadang, saya dan teman-teman suka jahil pada beliau. Beberapa kali kami minta dibelikan es krim Paddle Pop. Saat sudah dewasa dan merasakan jadi mahasiswa yang harus berhemat, saya jadi menyesal 'malak' beliau. Ntah kapan, saya tidak ingat, tiba-tiba saja beliau tidak mengajar kami lagi. Dan kami tidak pernah bertemu lagi hingga akhir tahun lalu.

Satu pagi yang diguyur hujan, Pak Pun dan Pak (ah! Saya lupa) datang bertamu ke rumah saya. Tunggu! Tunggu! Ini bukan karena saya adalah murid durhaka karena malah guru saya yang bertandang ke rumah. Ceritanya, beliau berdua dulu dekat dengan almarhum kakek saya. Jadi, pagi itu beliau berdua bersilaturahim ke rumah untuk bertemu dengan nenek dan ibu saya. Kebetulan, saya sedang di rumah. Jadi kami sempat bertemu. Pertemuan kembali setelah bertahun tahun lamanya. Sekarang Pak Pun bukan guru mengaji lagi, namun seorang anggota DPRD kota kami. Tak banyak yang berubah. Pak Pun tetap Pak Pun kami yang dulu. Penampilannya tetap sederhana dan bersahaja. Yang paling menyenangkan, beliau masih tetap mengenali saya dan mengenali nama teman-teman mengaji dulu. Saya hanya berharap semoga Pak Pun tetap menjadi Pak Pun kami yang dulu. Pak Pun yang baik, sederhana, dan bersahaja. Semoga saja beliau dapat menjadi wakil rakyat yang benar-benar merakyat dan membela kepentingan rakyat. Amiin.

Tampaknya saya senang sekali membicarakan atau menulis tentang guru-guru saya. Bahkan skrispsi saya, selain dipersembahkan untuk orang tua, juga saya persembahkan sebagai penghormatan kepada para guru. Khususnya guru-guru yang telah berjasa membagi ilmu mereka pada saya. Guru-guru yang bersabar atas kenakalan dan kebodohan saya. Saya masih mengingat kalimat Imam Syafi'i yang diajarkan oleh guru saya di pondok. Bahwasannya salah satu syarat agar kita mendapatkan ilmu adalah dengan menghormati guru. 


Artinya kira-kira begini: Wahai Saudaraku, Kau tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara sebagai mana yang saya aku jelaskan: kecerdasan, tamak akan ilmu (semangat), bersungguh-sungguh, bekal yang cukup, menghormati guru, dan waktu yang panjang.

Saturday 15 March 2014

Warna-Warni

Setiap orang pasti punya mimpi untuk mengunjungi suatu tempat. Kalau saya, ingin sekali ke negeri Taj Mahal. Ini bukan karena saya ingin bertemu dengan SRK karena saya bukan penggemarnya. Kenapa India? Kenapa tidak kota-kota indah di Eropa? Kalau dilihat-lihat, India memang kumuh, sumpek, polusi suara, dan berantakan. Tambah lagi tingkat kriminalitas yang tinggi dan watak masyarakatnya yang kasar. Tapi, saya meyakini segala sesuatu memiliki sisi positif dan negatifnya (kecuali ilmu hitam). Di sisi lain, India adalah negara dengan daratan luas yang terbelah menjadi bagian utara dan selatan. Punya banyak bahasa dan ragam budaya. Pemandangannya juga indah persis seperti Indonesia. Mungkin yang beda adalah bahwa India merupakan peradabaan tertua lagi masyhur seperti halnya China, Arab, atau Persia. 

Sebagai penyuka bahasa, saya tertarik dengan bahasa Hindi karena beberapa kosa kata yang mirip dengan kosa kata bahasa Arab. Contoh saja arti dari kata 'senapan'. Dalam bahasa Arab senapan adalah bunduuq, sedangkan dalam bahasa Hindi menjadi Banduq. Contoh lain kata 'intidzar' yang berarti menunggu. Dalam bahasa Hindi kata tersebut menjadi Intezar. Dan banyak sekali contoh yang lainnya. Begitu pula dengan kesusastraannya yang terpengaruh dengan kesusastraan Arab seperti yang Haywood jelaskan di dalam bukunya Modern Arabic Literature.


Tapi yang bikin saya teratrik lagi adalah warna-warni festival atau perayaan di India. Saya suka sekali dengan warna-warni. Rasanya ceria, ramai, dan elegan. Penuh warna dan penuh cahaya yang berwarna-warni pula. Nyanyiannya sangat merdu. Musiknya bisa menyayat hati namun kadang membangkitkan semangat. Tariannya indah dan tentu saja warna-warni. Begitu pula dengan kostumnya yang warna-warni dan bagus. Saya suka dengan warna-warni. Karena warna-warni itu seperti hidup kita. Penuh warna. Kadang biru, kadang kuning, kadang merah muda, kadang putih, kadang hitam, kadang merah, dan malah kadang abu-abu.

Sekian,,,

Friday 14 March 2014

Review The Arabic Song(s) I Love The Most




















Duh kangen sama mata kuliah Komposisi Arab dan Terjemah. Semoga tahun ini bisa melanjutkan ke strata dua dan bertemu lagi dengan The Amazing Arabic. Now! Let's sing a song!!!

Wednesday 12 March 2014

Hidupmu Indah

Saya sebenarnya adalah pendengar yang (lumayan) baik. Namun adalakalanya rasa jengkel merasuk ke hati saat lawan bicara mengatakan jika hidupnya selalu susah dan tidak menyenangkan. Tidak seperti saya. Mereka bilang kalau saya adalah orang yang beruntung dan selalu bahagia. Apapun yang saya inginkan pasti akan saya dapatkan. Mereka menyangka hidup saya mulus macam kulit personel Grirl Band Korea.

Saya hanya bisa tersenyum saja sambil berujar dalam hati. Siapa bilang hidup saya mulus? Hidup saya sama rumitnya dengan mereka. Banyak sekali cita-cita yang belum terwujudkan. Banyak sekali kegagalan yang datang. Kalau hidup saya seberuntung dan sebahagia yang mereka pikirikan, mungkin, dulu saat saya di strata satu, saya tidak perlu repot-repot bekerja. Di saat teman-teman lain bersantai di malam hari, saya mengajar les. Di saat teman-teman lain nongkrong di cafe, saya sibuk ngupasin jagung untuk dijual. Kalau hidup saya selalu mulus dan mujur, mungkin sekarang saya sudah kerja kantoran, menikah dengan pria idaman, dan hidup bak di cerita Fairy Tales macam Cinderella. After getting married, you'll live happily ever after. The end! Atau mungkin kini saya sedang menikmati indahnya belajar di strata dua.

Namun hingga detik ini, semuanya belum tercapai. Sedihkanh saya? Tentu saja sedih (pake banget). Irikah saya? Iri banget (pakai tanda tanya seratus biji). Pengen mengeluhkah? (Pengen banget malah. Namun jika dipikir kembali, kenapa harus mengeluh? saya yakin semua ada hikmahnya. Hitung-hitung belajar hidup, belajar bersyukur, belajar menghargai uang, belajar menghargai orang. Lagian, saat ingin mengeluh selalu saja petikan puisi Ibrahim Tauqan, Mikhail Nuaimah, dan nasihat Ustad Budi berkolaborasi di benak saya.

Tauqan menyuruh saya untuk menghapus air mata, bangkit, dan jangan berkelu kesah karena berkelu kesah sejatinya adalah sifat para pemalas. Mikhail Nuaimah sering kali berbisik agar saya selalu melihat alam di sekitar saya agar saya selalu merasa beruntung dan kaya karena rembulan, gemintang, dan bebungaan adalah milik kita. Suara Ustad Budi masih terngiang dan terdengar lantang. La Tataawwah! Jangan mewngeluh! You can if you think you can.

Kalau dipikir-pikir kenapa harus mengeluh dan menganggap diri kita adalah orang yang paling sial di planet bumi ya? Lagian, tidak ada manfaatnya kalau hanya mengeluh dan mengeluh. Waktu habis tanpa menghasilkan apa-apa. Lebih baik tetap berpikir positif agar kita selalu terpacu untuk berusaha. Lebih baik tetap tersenyum daripada bermuram durja. Hitung-hitung ibadah juga.

Inilah proses hidup. Tiap orang memiliki proses yang berbeda. Ada yang mulus kayak jalanan di Putera Jaya. Ada yang macet kayak jalanan di Jakarta. Semua butuh proses walau kadang kita sering kali meremehkannya. Kebanyakan pengen instan. Well! Ibaratnya makan Mangga yang matang di pohon dan Mangga karbitan. Mana yang lebih enak? Tentu saja Mangga yang melalu proses di pohon bukan? Jadi, nikmati saja prosesnya. Rasakan saja seluruh duka, kepahitan, dan kesedihan saat kita berproses karena sejatinya manusia tidak akan pernah merasakan kebahagiaan jika tidak pernah merasakan kesedihan. So apakah masih ingin mengeluh?
 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang