Monday 31 December 2012

Pergantian Tahun

Beberapa jam lagi tahun baru datang. Di luar jendela sana, euforia penyambutan tahun baru telah menggema. Hujan memang turun, namun tampaknya masyarakat tetap berbondong-bondong menuju titik-titik keramaian yang akan menyajikkan macam-macam kegiatan untuk mengisi euforia menjelang pergantian tahun. Aku? Aku masih seperti tahun-tahun yang lalu. Rasanya tidak ada yang spesial dalam setiap event pergantian tahun sama dengan tahun-tahun yang lalu. Tidak ada euforia, yang ada hanya untaian doa untuk mengharap masa depan yang lebih cemerlang. 

Dan tahun 2013 ini adalah tahun perjuangan hidup perdanaku. Benar-benar perjuangan untuk mencoba menjalani hidup tanpa meminta pasokan lagi dari orang tua. Hanya usaha dan doa yang akan kulantunkan. Semoga Tuhan mendengar doaku dan melihat usahaku. Ini langkah baruku di tahun baru yang akan datang beberapa jam lagi. Banyak harapan di sana; semoga semua usaha yang aku dan teman-teman rintis kelak akan sukses, semoga keluarga yang kucintai selalu diberi kebahagian di dunia dan akhirat serta selalu dimudahkan rezkinya, semoga ada jalan untuk menjadi seorang pengajar, semoga tahun ini aku bisa melanjutkan studiku dan meneliti puisi-puisi Qabbany lagi. Aku harus bekerja keras dan harus selalu ingat bahwa aku memiliki-Nya, Dia yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Finally, I'am thingking about my future man who will spend his lifetime loving me. This is my secret wish in this new year.


Wednesday 26 December 2012

English Vinglish: Kekuatan Hati Wanita

English Vinglish adalah sebuah film India tentang seorang ibu rumah tangga bernama Shasi. Untuk mengisi waktu luangnya, ia membuat laddo dan menjualnya. Dia adalah tipe wanita konservatif yang masih mengikuti norma yang berlaku dalam masyarakat di lingkungannya sehingga dia mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengurus suami dan kedua anak-anaknya. Namun, karena dia tidak bisa berbahasa Inggris, ia sering diejek oleh suaminya, Satish, dan anak perempuannya, Sapna. Malah anak perempuannya sampai malu memperkenalkannya kepada guru-guru di sekolah akibat keterbatasannya.

Suatu hari, keluarganya diundang oleh Manu, adik Shasi, untuk menghadiri acara pernikahan anaknya di New York. Satish memintanya untuk pergi duluan agar bisa membantu Manu. Diam-diam, Shasi mendaftar kursus kelas percakapan bahasa Inggris dalam 4 minggu. Di sana ia bertemu dengan teman-teman baru dan semuanya tidak bisa berbahasa Inggris. Mereka adalah seorang supir taksi bernama Salman Khan dari Pakistan, Eva seorang nanny dari Meksiko, Yu Son seorang penata rambut dari China, Rama seorang engineer dari India, Udumke dari Afrika, dan Laurent seorang koki dari Prancis. Kelas itu sangat mengasyikkan dan Sashi menikmati hari-harinya belajar bahasa Inggris. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang baik dan supel sehingga teman-temannya menyukainya. Karena kepribadiannya itu, Laurent tertarik padanya. Laurent sangat berbeda dengan suaminya yang selalu mengolok-olok bahwa dia terlahir untuk mengurus rumah tangga dan membuat laddo. Laurent sangat menghargai apa yang dikerjakan Shashi. Suatu hari, Laurent mengungkapkan perasaannya pada Shasi. Namun, Shasi masih setia dengan suami dan keluarganya.

Suatu hari, suami dan anak-anaknya datang dan ia otomatis sibuk mengurus keluarganya dan mengurus persiapan pernikahan sehingga ia tidak bisa masuk kelas bahasa Inggris itu lagi. Dengan bantuan keponakannya, Radha, ia tetap dapat belajar via telepon selular. Karena tes bahasa Inggris bertepatan dengan hari pernikahan keponakannya, Radha mengundang guru dan teman-teman bahasa Inggris Shasi. Ia kaget dengan kehadiran teman-temannya itu. Lalu ia memperkenalkan teman-temannya kepada Satish. Satish tidak menyangka bahwa istrinya punya banyak teman di New York. Saat perayaan pernikahan itu, Shasi mencoba memberi sambutan dan pesan untuk kedua mempelai dengan menggunakan bahasa Inggris. Ia menghatakan bahwa memiliki sebuah keluarga adalah hal yang terindah dalam pernikahan. Family is only one who will never laugh at your weakness. Family is only place will you always get love and respect. Kata-katanya ini, membuat anak perempuan dan suaminya sadar dengan yang mereka lakukan terhadap Shasi.


Dari film ini, kita bisa tahu bahwa itulah kekuatan hati seorang wanita. Walau ia disakiti oleh keluarganya, ia akan tetap setia mendampingi suaminya dan merawat anak-anaknya dengan segenap kasih sayang yang dimilikinya. Wanita bukan dilahirkan untuk membuat laddo atau sejenisnya. Wanita juga setara dengan pria. Wanita harus belajar setinggi-tingginya tak peduli apa pilihannya nanti. Berkarirkah atau hanya menjadi ibu rumah tangga. Wanita tetap harus pintar karena ia akan menjadi seorang ibu. And... I proud of being a woman.

Monday 3 December 2012

Almost 25

Kembali membuka lembaran album foto dan menemukan banyak kenangan lampau masa lalu. Mulai sejak aku masih dalam gendongan papa dan mama, bahkan paman dan bibi yang turut serta merawat dan membesarkanku. Tak lupa pula mbah kakung dan mbah putri yang dengan penuh kasih juga turut serta merawat diri ini. Betapa aku sangat disayangi oleh mereka. 

Kubuka lagi lembaran selanjutnya. Kutemui potret-potret saat aku duduk di taman kanak-kanak. Akhirnya aku merasakan dengan jelas hidup bersama papa dan mama. Masa taman kanak-kanak adalah sebuah masa yang menyenangkan. Namanya juga masih anak-anak yang lagi menggemaskan dan lucu-lucunya. Saat itu, aku adalah pribadi yang ceria, aktif, dan kreatif. Memang sih, dalam soal akademik, aku agak lamban. Haha, honestly aku baru bisa baca waktu duduk di kelas satu SD. Tapi itulah aku yang (insyaallah) mampu  mengejar ketinggalan. (Hal ini pun terjadi saat masuk pesantren). Kembali ke cerita semula. Saat itu, aku senang sekali ikut berbagai macam lomba, seperti lomba mewarnai, menggambar, menyanyi, dan juga lomba fashion show (teman-temanku tak ada yang percaya kalo aku suka ikut lomba fashion show waktu kecil). Nggak semua lomba aku menangi sih, tapi nggak sedikit juga yang aku menangkan (Sayang piala-pialanya hancur akibat gempa 30 September 2009). Aku juga sudah mandiri. Lihat saja! Dulu aku pernah jadi anak daro ketek (semacam little bridemaid) pernikahan rekan mama yang menikah di luar kota Padang. Walhasil, aku ikut pergi tanpa didampingi orangtua. Belum lagi tentang liburan dadakanku ke Palembang bersama Om Eri dan Tante Ema saat idul fitri ketika aku berumur 3,5 tahun. Aku pergi ke Palembang tanpa orangtua juga. Mama dan Papa sempat khawatir. Namun, aku selalu enjoy. Malah saat mama telepon, aku katakan bahwa aku sekarang bisa cebok sendiri. Aku mengatakan itu dengan sangat bangga.

Kubuka lagi lembar berikutnya. Kulirik potret-potret yang berbaris rapi. Itu potret-potret saat aku mulai duduk di bangku SD. Yippi. Akhirnya aku bisa membaca. Saking senangnya karena bisa membaca, aku selalu membaca papan iklan, papan petunjuk jalan, bahkan papan nama yayasan yang bertebaran di pinggiran jalan. Keranjingan membaca sepertinya masih terpatri hingga sekarang (melirik rak buku yang sudah sumpek karena kebanyakan buku). Masa SD juga masa menyenangkan. Aku nggak suka pelajaran Matematika, tapi aku suka bahasa Inggris. Waktu SD, aku sesekali masih ikut lomba nyanyi, paduan suara, dan menggambar. Trus, aku tertarik dengan puisi dan beberapa kali membaca puisi di depan kelas adan saat perpisahan kakak-kakak kelas 6. Nah! Di masa ini juga aku memutuskan memakai jilbab pertamaku tanpa paksaan dari mama dan papa (aku lebih dulu pake jilbab daripada mama). Dan di kelas 6, aku memutuskan untuk masuk pesantren.

Masa-masa di pesantren itulah yang sangat menyenangkan dan membekas dalam benakku. Cerita tentang pesantren dan kehidupannya, tak kan muat deh kalau ditulis semuanya dalam postingan kali ini. Intinya, hidup di pesantren selama 6 tahun itu penuh dengan suka dan duka. Memang sih, lebih banyak dukanya. Namun, marilah kita lihat duka tersebut dari segi positif. Insyaallah... kita akan menemukan sesuatu bermanfaat yang akan berguna bagi kehidupan kita di luar pesantren kelak. Pengen sih berbagi tentang ini. Mungkin suatu hari kelak ya nama saya bisa sejajar dengan Bang Fuadi. Hehehe. Amin.

Selanjutnya yang nggak kalah menarik adalah masa kuliah. Setelah keluar pesantren, rasanya gamang banget menghadapi kehidupan di luar tembok pesantren. Pasalnya aku nggak terlalu paham dengan sistem pendidikan non pesantren yang terkesan angker. Di pesantren dulu, tidak ada yang namanya penjurusan IPA, IPS, atau bahasa. Semua dipelajari keculi pelajaran ekonomi. Hehe. Saat itu, aku sempat mengatur list mau melanjutkan di universitas mana dengan menempuh ujian apa. List pertamaku adalah ikut UM UGM. Dan list itulah yang mengantarkanku ke UGM. Soal jurusan, aku nggak muluk-muluk. Aku memilih apa yang aku inginkan. Seperti biasa, mama dan papa tidak pernah memaksakan pilihan mereka. Aku bebas memilih. Aku suka mempelajari bahasa, karena itu aku pilih jurusan sastra. Dan... Aku bangga menjadi bagian dari Sastra Asia Barat UGM.

Kini, masa kuliah strata 1 telah usai. Penyusunan listku juga selesai. Namun, banyak kebimbangan dan keraguan yang menghalangi. Rasanya, aku masih ingin kembali belajar dan berkutat dengan teori-teori sastra serta berencana meneliti puisi Qabbani lagi. Namun, kendala biaya dan umur bergentayangan menakut-nakutiku bagai hantu. (Well, aku sedang berusaha untuk mengejar beasiswa). Tapi kalo soal umur... itu masalah yang belum terpecahkan. Hahahaha. Ngakak menutupi kemirisan. Cita-citaku sih nggak muluk-muluk karena aku nggak terlalu tertarik untuk kerja di perusahaan atau di kedutaan. Aku hanya pengen mnegajar dan berwirausaha. That's it!. Fiuhh. Semoga Tuhan mendengar doa-doaku dan kini sedang Dia mempersiapkan kejutan manis untukku. Yang terpenting aku harus tetap berusaha dan berdoa.

Btw. Almost 25. Dan ada rasa malu juga karena belum bisa memberikan apapun untuk keluarga tercinta. Sedih, tapi harus tetap semangat berusaha dan berdoa. Harus percaya diri dan nggak boleh putus asa.

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang