Thursday 15 August 2013

Cinta Laksana Rujak Part 1

Cerita ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan peristiwa, tokoh, dan latar itu hanya kebetulan semata atau kadang agak terinspirasi dari kisah nyata. Please enjoy it! (Haha kayak ada yang mau baca aja)--Nta--


Cinta itu apa ya?
Jujur sampe saat ini, gue belon bisa ngedeskripsiinnya.
Tapi yang gue tau, cinta itu kayak rujak
Ada manisnya, ada pahitnya, ada asemnya, dan ada pedasnya.



K
enalin! Nama gue Amora. Yup cuma satu kata aja yang terdiri dari lima huruf. A-M-O-R-A. Kata bonyok gue ‘Amora’ itu artinya ‘cinta’. Gue tinggal di ibukota Indonesia tercinta, yup, apalagi kalo bukan Jakarta. Bokap gue keturunan Minang dan nyokap gue asli orang Jawa Timur tulen, tepatnya dari Surabaya. Nah loh! Gue orang mana ya? (Mikir seribu keliling) Eit. Gak penting juga sih, mikirin asal muasal gue karena gak ada hubungannya dengan cerita cinta gue yang laksana rujak di siang bolong (eh… itu sih petir di siang blong ya. Jayus!).
Oh ya. Gue emang tinggal di ibukota, tapi gue ngabisin tujuh taon kehidupan gue di sebuah pondok pesantren yang cukup lumayan terkenal. Pondok pesantren ini terletak di sebuah kota kecil di Pulau Jawa. Setelah lulus, gue disuruh mengabdikan diri di salah satu pondok cabangnya yang terletak di pedalaman Sulawesi Tenggara (Lebay). Yup. Setaon penuh gue habisin idup gue di sana bersama babi-babi hitam penghuni hutan. Well. Kisah ini juga gak penting sih. Mungkin di segmen lain gue bakal nulis ceritanya (sok penting).
Setelah tujuh taon yang berkesan itu, gue hijrah lagi ke Kota Pelajar. Yup. Yogyakarta. Ngapain gue ke sono? Ya so pasti untuk menuntut ilmu, menggapai asa, dan meraih mimpi (hah lebay kuadrat). Sebenernya banyak yang nentang waktu gue mutusin untuk ngelanjutin pendidikan di Yogyakarta. Tapi gue cuek aja. Gue cuma mau nyari ketenangan untuk belajar kok. That’s it. And Here I’am… in Yogyakarta! Cihuyy! (sambil jingkrak-jingkrak).
Gue masih berdiri di depan auditorium kampus yang bakalan jadi tempat gue menimba ilmu. Gak nyangka aja kalo akhirnya gue lulus di Universitas Negeri yang cukup terkenal di Indonesia. Gue senyam-senyum sendiri membayangkan diri gue menjadi salah satu mahasiswa universitas tersebut.
“Hei, Mor. Kamu kenapa sih? Kok senyam-senyum sendiri koyo wong edan?” Suara cempreng Siti, temen baru yang gue temukan di kosan, membuyarkan lamunan gue.
“Sorry, Sit. Hmm. Gue… eh aku nggak nyangka aja bisa masuk universitas ini” kata gue mencoba ber-aku dan kamu ria.
“Ngakunya dari Jakarta, tapi baru masuk kampus di Jogja aja udah kayak orang ndesit gitu,” celetuk Siti.
“Yey. Aku sih beda ya, Ti. Aku kan anak pesantren. Jarang-jarang loh anak pesantren keterima di universitas ini,” kataku… eh kata gue sok-sok-an.
“Ya deh. Terserah kamu,”
    Udah dua bulan gue menghabiskan idup gue di Jogja ini dengan segala problematikanya. Kadang menyenangkan, tapi kadang menyedihkan. Hmmm. Namanya juga idup. Tul nggak? (Sok bijak ceritanya).
“Kring… kring… kring,” suara HP gue memecahkan keheningan dan membuyarkan hayalan gua. Dan ternyata tuh telepon dari seorang kakak kelas gue di pesantren dulu yang ngajakin gue buka bareng ama teman-temannya. Sebenarnya gue males banget ikutan acara begituan. Yah. Gue kan nggak kenal ama orang-rangnya. Mana yang diundang anak-anak dari pesantren putranya lagi. Gue mana kenal. Secara, gue dulu kuper dan nggak mau tau ama anak-anak pesantren putranya. Gak penting menurut gue.
Tapi, setelah gue pikir-pikir ampe otak gue mateng, akhirnya gue terima juga deh ajakan kakak kelas gue itu. Yup. Itung-itung menyambung tali sillaturahimlah. (Nggaya tenan!). And here I’am! Di sini gue, di sebuah restoran masakan Jawa yang keliatannya super cozy dan sepertinya emang asyik untuk dipakai buat ngumpul-ngumpul.
Setelah kakak kelas gue itu ngenalin gue ke temen-temennya yang hadir, gue langsung duduk di pojok meja dan mesen makanan. Gue pesen aja yang paling mahal. Mumpung gratis! Setelah menunggu beberapa lama, pesanan gue dateng juga. Gue senang dan riang menyambut kedatangannya. Sedetik kemudian, gue udah disibukkan menyantap pesenan gue itu ampe lupa ama kakak kelas gue yang duduk di sebelah gue.
Bersambung...


Monday 12 August 2013

Menurut

Terkadang yang kau impikan tidak kau dapatkan. Ini bukan masalah kurangnya usahamu atau doamu. Bisa saja ini adalah masalah waktu atau orang-orang di sekitarmu. Maklumi saja. Dengarkan saja! Sebagian orang bisa sukses secara instan bak buah-buahan karbitan. Namun, sebagian lagi harus merasakan lika-liku panjang untuk mencapai sesuatu yang disebut kesuksesan. Kau termasuk yang mana. Mungkin aku termasuk golongan kedua.Kau harus mengerti bahwa orang lain tidak pernah menilai dari proses yang kau jalani. Mereka hanya menilai hasil akhirnya saja.

Kau mungkin juga punya mimpi sendiri, namun apalah gunanya mewujudkan mimpi tanpa ridho orang tua. Baiklah. Kau boleh saja bermimpi jadi seorang dosen ahli bahasa dan pengusaha, namun belum tentu kedua orang tua menyetujuinya. Lantas, ikuti saja saran mereka. Toh kau masih bisa mengajar, menulis, dan juga menjadi pengusaha... *Hidup ujian CPNS!!!!!!!!!

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang