Monday 29 April 2013

Status

"Semoga saja kita masih bisa bertemu di lain waktu"
Kubaca rangkaian kata-kata itu satu persatu. Kemudian memasukkan handphoneku ke dalam tas berlalu begitu saja. Dan akhirnya aku pun terlupa.

"Aku ingin bertemu denganmu lagi. Apakah kau keberatan?"
"Tentu saja tidak,"
Kau memesan secangkir coklat hangat dan aku memesan segelas orange juice. Kita bercakap-cakap seru sambil sesekali menyesap minuman masing-masing. Itu pertemuan kedua kita setelah pertemuan "tak sengaja" sebelumnya.

"Kau beda rupanya. Kau berbeda dari semua teman-teman perempuan yang kukenal. Aku menyukaimu,"
Aku hanya terdiam sambil menyembunyikan pipiku yang rasanya tiba-tiba memerah. Dan... saat itulah debaran hangat mulai menyusup ke dalam hatiku. Mungkinkah aku mulai jatuh cinta?

"Kau tahu, Aku pernah berharap bertemu dengan seseorang yang kuanggap istimewa dengan cara yang tak biasa. Seperti pertemuan kita,"
Lagi-lagi, aku hanya diam menahan debaran-debaran yang semakin hari semakin kencang. Aku tak tahu harus berkata apa.

"Astaga. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu! Jangan pernah berkeliling kota sendirian macam ini lagi,"
"Aku sudah terbiasa seperti ini," Kataku membela diri. Saat itu, aku ingin bertanya padanya mengapa ia terlalu khawatir dan nyaris marah karena aku berkeliling kota sendirian. Namun, sayangnya pertanyaan itu tak pernah terucapkan.

"Sudah sampai mana? Jaga dirimu baik-baik ya. Di sini sedang mati lampu,"
Beberapa kali handphone-ku berdering memuntahkan beberapa pesan singkat darimu. Mengapa kau sekhawatir ini padaku. Padahal kita hanya teman biasa. Apakah kau menyimpan suatu rasa untukku? Lagi-lagi pertanyaan itu tak pernah kutanyakan padamu. Namun, semakin hari, aku semakin berharap.

"Kau harus mampir di kotaku. Aku menunggumu di alun-alun kota,"
Aku tak bisa menolak ajakanmu. Pagi itu, aku singgah di kotamu. Entah kau bawa aku kemana. Yang jelas kita makan makanan khas kota kelahiranmu. Kita bercengkrama hingga waktu memisahkan kita. Dan aku tampaknya benar-benar "menyukai"mu. Namun sayang, kau tetap membisu begitu juga diriku.


 "Aku tidak diperbolehkan menikahi perempuan beda suku,"
Kubaca tulisanmu dalam chatting box di salah satu jejaring sosialku. Aku tidak mengerti apa yang kau maksud. Aku hanya menuliskan satu kata balasan, yaitu "Sabar ya" dengan menambahkan emoticon senyuman. Setelah itu, kau menghilang. Benar-benar menghilang tanpa kabar berita. Ya. Kau tinggalkan aku tanpa kepastian. Dan akhirnya, kau... kau... ah! Aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku. 

Mungkin memang aku saja yang terlalu perasa dan berprasangka hingga aku berharap kau menyimpan rasa, yang dinamakan cinta itu, utnukku. Rupanya aku salah. Nasi telah menjadi bubur. Kenangan itu tak pernah bisa dihapus. Baikah, kutertawakan saja masa lalu itu. Mungkin cinta memang butuh status agar valid dan tidak mengecewakan pihak-pihak tertentu :D :D

Wednesday 24 April 2013

Obrolan Tentang Wanita

Dan hari ini, saya tersadar bahwa sudah hampir sebulan tidak menjamah blog dan tidak juga menuangkan hayalan saya di depan layar Si Ijo. Memang agak sibuk mungkin ya. Walau sudah kuliah dan tidak bekerja formal (maksudnya masuk kantor), tapi masih banyak yang harus dikerjakan. Dari jaga lapak sweet corn, membantu teman-teman menerjemahkan naskah, ngurus penerbitan yang sedang ketar-ketir, dan juga ngurus S2. Ya. Rencananya saya mau lanjut sekolah. Mumpung masih muda dan mumpung otak masih kuat untuk dijejali ilmu-ilmu baru. Semoga saja, saya bisa lanjut kuliah. Saya ingin sekali menjadi dosen agar bisa berbagi ilmu. Semoga saja, kali ini saya bisa mendapatkan beasiswa itu. Amiin.

Diam-diam saya sudah memikirkan apa yang akan saya bahas dalam tesis saya. Saya ingin membahas pemikiran seorang penyair Arab tentang kedudukan wanita dalam pandangannya. Saya kagum dengan penyair tersebut. Apalagi dengan pemikirannya tentang perempuan. Dia memang out of the box dari stereotipe masyarakat yang berpendapat bahwa kewajiban wanita adalah mengurus anak dan rumah tangga. Padahal dia sendiri adalah seorang pria. Jarang-jarang para pria berpikir seperti itu. Ada sih tapi tidak banyak jumlahnya.

Menurut saya, mengurus rumah tangga dan merawat (mendidik dan membesarkan) anak bukanlah kewajiban pihak wanita saja. Tidak diwajibkan pun, wanita pasti punya naluri keibuan dalam dirinya. Hanya saja, sebaiknya ada kerjasama di antara dua belah pihak. Agar pihak perempuan tidak berprasangka bahwa dirinya adalah makhluk kelas dua yang notabene hanya sebagai pelengkap. Dan mungkin inilah yang menjadikan isu kesetaraan gender bangkit dan merambah ke dalam masyarakat kita.Kalau menurut saya, wanita itu harus cerdas, kuat, namun tetap penuh dengan kasih sayang. Wanita boleh saja lho sekolah tinggi-tinggi, agar nantinya ia cerdas dan mampu mendidik anak-anaknya. Bayangkan saja, kalau wanita masa kini tidak sekolah tinggi, bagaimana ia akan mendidik anak-anaknya di masa depan nanti. Tahu sendirilah! Zaman makin maju dan berkembang, begitu pun manusia pada saat itu, termasuk anak-anak kita kelak. Jadi, apapun pilihanmu, kau harus tanamkan pada dirimu bahwa wanita itu adalah makhluk mulia. Wanita itu sejatinya lebih kuat, hanya saja tertutupi dengan kelembutannya. Bangga menjadi seorang wanita!

Thursday 4 April 2013

Don't Give Up


Banyak kata yang mestinya dirangkai. Namun kali ini, cukuplah sebuah gambar dan beberapa barisan kata saja untuk menambah kekuatan hati ini. Saya pasti bisa meneruskan pendidikan saya lagi. Amiin. Jangan menyerah, Shin!

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang