Friday 2 September 2016

Realita

Hai kamu yang terhalang jarak dan waktu bahkan terhalang sinyal yang tidak menentu....

Ini malam kedua saya tidak bisa memejamkan mata. Saya masih memikirkan masa depan kita. Saya tidak pungkiri bahwa saya ingin seperti teman-teman lainnya. Menikah dan memiliki keluarga kecil yang pastinya kadang bahagia kadang juga penuh duka. Karena tidak ada keluarga yang sempurna. Itu menurut saya. Saya dan kamu juga punya mimpi seperti mereka. Namun, realita tidak selalu sesuai dengan angan-angan kita. Sayangnya, terkadang manusia memandang sebelah mata. Menghakimi hubungan seperti ini penuh dengan zina dan memberi pilihan sempit dengan slogan "halalkan atau tinggalkan". Terlebih lagi setelah seorang anak ustad memutuskan menikah di usia 17 tahun sehingga muncullah kampanye nikah muda dengan slogan yang tak kalah provokatifnya, "Menikahlah agar terhindar dari zina" atau "anak ustad aja umur 17 tahun udah nikah, kamu umur segini udah ngapain aja". Hahahaha... seakan-akan nikah muda adalah suatu prestasi kayak pemenang lomba lari. 

Mereka hanya bisa berkata, namun tidak mau melihat dari sudut pandang lainnya. Realitanya, manusia berbeda. Manusia memulai garis awal kehidupan mereka dalam posisi yang tidak sama. Sebagian dianugerahi kekayaan, sebagian lagi tidak. Sebagian dianugerahi kepintaran, sebagian lagi tidak. Sebagian dikaruniai kesehatan, sebagian lagi tidak dan begitu seterusnya. Begitu juga dengan menikah. Sebagian mampu segera menggenapkan separuh agama karena berbagai kemudahan. Jodoh mudah, harta orang tua berlimpah, karir bagus, usaha lancar, atau mungkin faktor keberuntungan. Sebagian lagi harus berpikir, berusaha keras, bahkan hingga taraf berserah pada sang Maha Kuasa.

Dan faktanya, kita terjebak pada golongan kedua. Saya baru akan wisuda program pasca sarjana. Setelah ini harus berjuang mendapatkan pekerjaan yang didamba. Kamu baru merintis karir dengan tanggungan yang luar biasa banyaknya. Kamu pengganti sosok papa bagi adik-adik kamu dan pelindung bagi mama. Saya bertanggung jawab untuk mengurus papa setelah kepergian mama. Mimpi kita berbanding terbalik dengan realita. Jalan kita ternyata memang tidak mudah dan kita tidak tahu dimana ujungnya. Kita hanya bisa berusaha keras dan pada akhirnya menitipkan semua asa pada Yang Maha Kuasa. Semoga Tuhan memberikan jalan bagi kamu dan saya. Untuk membangun keluarga. Untuk menggenapkan separuh agama. Saya yakin akan selalu muncul pelangi setelah hujan. Akan selalu ada terang sehabis gelap. Akan selalu ada kelapangan setelah kesusahan. Akan selalu ada suka setelah duka. Saya yakin selalu ada hikmah di balik seluruh peristiwa yang kita hadapi. Semoga kita diberi kekuatan dan kesabaran untuk menjalani ketidakpastian ini. Semoga kelak kita menjadi hamba yang ikhlas dan lebih bijak menghadapi kehidupan.




Monday 22 August 2016

Kita Ini Apa

Kita ini apa sih? 
Itu tanyamu dulu. Saya sendiri tidak mengerti kita ini apa. Dan saya tidak ingin terjebak dalam dunia yang abu-abu. Terjebak dalam masyarakat yang seolah-olah berlomba menyatakan diri mereka paling baik dan saleh daripada manusia lainnya. Agama tidak ada esensinya. Hanya digunakan untuk saling mencelakai, membenarkan diri sendiri, bahkan dipakai untuk promosi. Miris. Ah sudahlah! Lupakan masalah dunia yang abu-abu itu. Saat ini saya tidak ingin ikut serta nyinyir. Saya hanya ingin bercerita tentang kita. Kita yang dulu terjebak dalam pertanyaan 'kita ini apa sih?' Pertanyaan ini sering kita diskusikan hingga akhirnya memunculkan kesimpulan. Tidak usah kita namai hubungan ini. Itu katamu. Saya pun setuju. Mungkin kita juga abu-abu. Ya. Abu-abu yang tersembunyi di kisi-kisi perdebatan masyarakat yang merasa golongan mereka paling benar. Hubungan ini abu-abu. Entah itu pacaran atau kenalan (baca; Ta'aruf).

Dibilang pacaran, sekalipun kamu tidak pernah mendeklarasikan pertanyaan 'Mau nggak jadi pacar saya'. Kamu hanya bilang 'saya punya niat menikah dengan kamu. Bisakah saya mengenal kamu lebih dekat'. Padahal kamu tahu dan merasakan aksi jutek tidak ramah saya tiga tahun lamanya. Dan saya hanya menjawab 'Ya. Mari kita jalani' karena sejujurnya (dulu) saya belum punya rasa. Awal pertemuan kita pun hanya papasan di tangga dan saya tidak menyadari kehadiran kamu kala itu. Kamu yang akhirnya mengaku pernah melihat saya yang sedang tertawa-tawa bersama adik semata wayang saya. Kita jarang bertatap muka. Bisa dihitung jari berapa kali frekuensi berjumpa. Setelah Jogjakarta, kita berjumpa di rumah orang tua saya. Saya membiarkanmu berkenalan dan mengobrol panjang lebar dengan keluarga saya, sedangkan saya asyik mengaduk adonan atau mencetak kue kering dagangan saya. Oh ya, kala itu saya beserta adik dan teman-teman yang membantu bisnis kue kering juga berkunjung ke rumah paman kamu yang sudah bersedia 'menampung' kamu berteduh selama kamu meninggalkan rumah di kampung. Saat itu, kita mendengarkan petuah paman kamu yang punya obsesi jadi militer negara. Itu saja. Setelah itu, kita terpisah oleh jarak dan waktu. Kamu di pulau Sumatera dan saya kembali ke pulau Jawa. Kita berkomunikasi kembali via dunia maya.

Dibilang kenalan (baca: Ta'aruf), sepertinya juga tidak. Beberapa kali kita pergi hanya berdua saja, di malam hari pula. Karena di siang hari kita harus menjalani rutinitas kita. Kamu menjajakan dagangan dan saya menulis tugas akhir program pascasarjana saya. Saya ingat kita keliling kota. Kadang tanpa tujuan yang berakhir dengan ngobrol panjang di Mall yang menyediakan banyak bangku dan mushala nyaman atau main di beringin alun-alun kota yang terkenal di kalangan wisatawan lokal dan mancanegara. Selama kebersamaan singkat itu, kamu sabar mendengarkan cerita dan keluh kesah saya. Kamu berusaha menghibur saya yang berduka. Akhirnya Tuhan mengambil Mama dari sisi saya, kita pun terpisah dan dipertemukan lagi di pulau Sumatra. Seperti dulu, perjumpaan kita hanya sebentar saja. Dua kali kita jalan berdua tanpa adik saya dan 'antek-anteknya'nya. Kita mengobrol di tengah-tengah keributan anak gaul kota yang memenuhi ruangan restoran siap saji. Kita mulai membicarakan bagaimana langkah selanjutnya untuk pernikahan kita. Mau tidak mau, kita harus realistis. Bagi kita, pernikahan bukan sekedar menghalalkan sesuatu yang haram dilakukan sebelum menikah dan kita menganut kepercayaan jika rezeki itu harus dicari bukan dinanti dengan doa semata tanpa usaha berarti. Setelah itu, kita terpisah jarak kembali hingga saat ini. Kamu pun bekerja dan berusaha mengumpulkan pundi-pundi untuk masa depan kita. Saya pun begitu, jualan untuk mengumpulkan pundi-pundi juga sambil menunggu hari wisuda yang rasanya masih lama. Kemudian berencana mengadu nasib dalam dunia akademisi yang sudah lama saya damba.

Itulah kita. Kita tidak mau repot lagi memikirkan kita ini apa. Apalagi memikirkan ini pacaran, kenalan (baca: Ta'aruf), atau istilah yang lagi ngetrend gegara buku anaknya Adi Bing Slamet, 'temenan'. Yang pasti, kita punya komitmen untuk melangkah ke jenjang pernikahan beberapa bulan ke depan. Saya juga tidak tahu hubungan kita ini berdosa atau tidak. Hanya Tuhan yang berhak dalam urusan perdosaan. Wallahu a'lam. Tulisan ini tidak dimaksudkan bahwa saya kontra terhadap sistem kenalan (baca: Ta'aruf) dan pro terhadap sistem Pacaran. Sekalipun tidak. Saya hanya tidak ingin menjadi anggota abu-abu yang hanya taqlid saja. Bagi saya, agama itu lebih agung dan lebih tinggi daripada hanya digunakan untuk memproklamirkan bahwa kita lebih saleh daripada manusia lainnya. Itu saja. Semua saya serahkan dan pasrahkan kepada Tuhan dan segala kebesaran-Nya. Termasuk menyerahkan rencana besar kita. Semoga Tuhan semakin mempermudah langkah-langkah kita ini. Menikah, mendidik dan membesarkan anak-anak, menua, berpisah oleh maut, dan kemudian dipertemukan kembali di tempat yang paling indah. Aamiin Ya Rabbal Alamin.


Wednesday 6 April 2016

Kriteria

Ada mitos yang mengatakan bahwa perempuan tidak usah berpendidikan tinggi karena semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, semakin tinggi juga kriteria calon suaminya; mapan, kaya, ganteng, dan berpendidikan setara. Semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, semakin ia dianggap cenderung egois dan mendominasi dalam rumah tangga. Well! Mitos ini sungguh meresahkan masyarakat, khususnya perempuan berpendidikan tinggi dan juga para laki-laki yang memiliki 'calon istri' yang berpendidikan tinggi.

Bagi saya, memang benar jika semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, maka semakin tinggi juga kriterianya. Hanya saja, bukan lagi kriteria yang sebatas mapan, kaya, ganteng, dan berpendidikan setara. Bagi saya, kriteria tinggi yang dimaksud adalah kematangan pola pikir, komunikasi, dan kemandirian. Yaps... tiga kriteria calon pasangan tersebut lebih penting daripada hanya ganteng atau berpendidikan tinggi tapi kolot atau kaya tapi kaya dari harta orang tua hingga tidak bisa lepas dari ketek orang tua.

Zaman semakin maju, kehidupan berubah, begitu juga dengan pola pikir perempuan yang diberi kesempatan memiliki pendidikan lebih. Saya sendiri bukanlah feminis radikal yang menganggap rumah tangga adalah penjara bagi kebebasan perempuan, tetapi saya juga bukan tipe perempuan konservatif yang mau tunduk di bawah dominasi laki-laki. Daripada saling mendominasi, lebih baik saling berdiskusi. Yap... bagi saya rumah tangga adalah lahan kerjasama antara laki-laki dan perempuan untuk berjuang meraih masa depan yang lebih baik, untuk mendidik generasi masa mendatang, dan untuk menghabiskan sisa waktu tinggal di dunia fana. Tak ada salahnya suami mengerjakan pekerjaan domestik dan tak ada salahnya juga si istri diajak berdiskusi seputar masalah pekerjaan. Jadi, diskusi lebih baik daripada meributkan siapa yang mendominasi kan? Don't worry be happy! Perempuan berpendidikan tinggi itu nggak ganas kok. Paling terlalu berpikir kritis dan kadang keceplosan membicarakan hal-hal yang tidak demengerti pasangan. Haha. Harap maklum aja.

Monday 28 March 2016

Hai Mama

Hai Mama yang berbahagia di surga

Nta kangen. Kangen akut Ma. Kangennya baru kerasa setelah kembali ke perantauan ini. Nta kangen sama mama yang selalu telpon terus menerus apalagi kalau sudah malam minggu. Kamu dimana, Nak? Di kos melulu? Nggak pergi malam Minggu? Nggak pengen punya pacar kamu? Pertanyaan mama yang bertubi-tubi itu cuma Nta jawab dengan kata 'nggak'. Dan malam minggu kemarin adalah malam minggu pertama di rantau tanpa ada telepon dari Mama. Ah Mama. Nta teramat kangen sama Mama. Bahkan Nta kangen sama bawel mama yang nanya terus kapan Nta punya kekasih. Kapan Nta menikah. Tapi pada akhirnya, pertanyaan Mama tentang kekasih hati Nta sudah terjawab bukan? Mama juga sudah sempat ngobrol via telepon walau hanya hitungan menit. 

Mama... 
Itulah lelakinya! Dulu ia maya, sekarang ia nyata. Nta selalu ingat pesan Mama untuk mencari teman hidup yang tidak mengandalkan harta orang tua. That's him, Mama! Dia sekarang sedang berjuang Mama. Mencari rezeki Tuhan untuk membahagiakan keluarganya dan Nta. Nta juga masih berjuang menyelesaikan studi ini dan menggapai cita-cita lainnya. Ya, Mama. Kami sama-sama sedang berjuang memperjuangkan cita dan cinta. Terpisah jarak dan waktu. Tetap melangkah maju walau lemah dan terseok-seok. Nta yakin jika selalu ada kebahagian setelah kita mengalami kesusahan. Karena pada hakikatnya manusia tidak akan pernah merasakan bahagia, jika ia belum pernah merasakan kesusahan. Bukankah begitu hukum alam Ma? Berjuang dari bawah berdua lebih indah kan Ma? Seperti kata Mama dan tentu saja seperti Mama dan Papa. Betapa Nta ingin bercerita kepada Mama seluruh perasaan yang Nta rasa. Karena Mama adalah ibu kandung Nta yang pasti mendengarkan penuturan putrinya, bukan langsung menghakimi dan murka seperti mereka.

Mama...
Saat sendirian Nta selalu membayangkan masa depan dimana Nta akan menikah dan kelak memiliki anak. Dan Nta akan menjalani itu semua tanpa Mama di sisi Nta. Nta tidak menyalahkan Tuhan karena Tuhan selalu tahu apa yang terbaik teruntuk hamba-hamba-Nya. Nta harus mandiri Mama. Nta harus mulai belajar sendiri bagaimana menjadi istri dan ibu bagi anak-anak Nta kelak. Bahkan Nta harus belajar sendiri cara merawat bayi. Semuanya serba mandiri karena Mama telah bahagia di sana. Nta yakin itu. Mama tidak harus merasakan sesak nafas lagi. Mama tidak harus merasakan sakitnya tusukan jarum suntik lagi. Selamat berbahagia Mama. Nta selalu mencoba mengikhlaskan Mama. Toh pada akhirnya kita akan berkumpul kembali. InsyaAllah. Salam kangen juga teruntuk Mbah Kakung...

Friday 22 January 2016

Terima Kasih Tuhan

Tuhan memang Maha Kuasa. Dengan mudah bak membalikkan telak tangan, Ia membalikkan keadaan. Kebahagian diubah dengan mudah menjadi kesedihan. Pun Kesedihan dengan mudah diubah menjadi kebahagian. Itulah kehidupan. Anugerah terindah pemberiaan Tuhan. Anugerah dan nikmat dimana kita diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan sesama. Itulah anugerah terindah yang menciptakan bahagia. Hidup dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangi dan menemani kita dalam susah dan duka.

Percayalah teman! Cobaan yang datang bukanlah karena Tuhan murka pada masa lalumu yang kelam di kehidupan. Percayalah bahwa cobaan adalah tanda bahwa Tuhan menyayangimu dan menginginkanmu menjadi hamba-Nya yang tangguh. Menjadi hamba yang selalu patuh. Menjadi hamba yang tidak angkuh. Menjadi hamba-Nya yang selalu mengingat kuasa-Nya di setiap helaan nafas, di setiap detakan jantung, di setiap langkahan kaki, bahkan di saat hati rapuh dan semangat luruh.

Jangan pernah mengganggap kehidupan kita adalah kehidupan yang paling malang. Karena mungkin tanpa kita sadari di luar sana banyak manusia yang menginginkan kehidupan yang kita jalani sekarang. Mari kita selalu berprasangka baik kepada-Nya dari kini hingga kelak waktu lekang. Mari kita selalu bersyukur atas segala nikmat yang Ia curahkan untuk kita dan juga teruntung orang-orang tersayang.

Kita sadar bahwa kita memang manusia biasa. Manusia lemah dan tak memiliki kuasa. Namun, kita diberi kesempatan untuk selalu berusaha, berusaha, dan terus berusaha dengan iringan keikhlasan serta doa yang tiada berujung hingga akhir masa kita.

Hai teman yang di sana. Mari kita sama-sama mengingat Dia, mensyukuri seluruh nikmat-Nya, memuja dalam doa-doa, bahkan menitipkan asa, rasa, dan rindu ini pada-Nya. Never lose hope because Allah is always with us.


 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang