Wednesday 30 April 2014

The War is Over

The War is Over sebenarnya adalah judul lagu, yang kalau tidak salah, rilis pada tahun 2009. Lagu ini dinyanyikan oleh sepasang penyanyi kondang. Sarah Brightman dan Kazem el-Saher. Sarah Brightman dikenal dengan suaranya yang tinggi kayak penyanyi seriosa. Saya suka sekali duetnya dengan Andrea Bocelli di lagu berbahasa Itali dan sedikit Inggris, Time To Say Good Bye, sedang Kazem el-Saher, hmm, ini idola saya banget. Kazem berasal dari Irak. Bisa dibilang superstarnya Timur Tengah. Kenapa saya suka Kazem? Karena beberapa lagunya based on puisi-puisinya penyair favorit saya, Nizar Qabbaniy. Dan tentu saja dia nyanyi dengan bahasa Arab fusha bukan amiyah. Jadi saya lebih mengerti isi lagunya dan mudah menghapalkan liriknya sekalian uji listening saya. Nah kali mereka berduet membawakan lagu The War Is Over yang bertajuk kedamaian dunia. Suara sarah tetap merdu dan apik, sedangkan suara Kazem tetap meliuk-liuk indah dan syahdu khas Timur Tengah.



my statures are falling
Like feathers of snow
Their voices are calling
In whispering word waiting for the morning light

Heaven is calling
From rainy shores

Counting wounded lights falling
Into their dreams still searching for an open door

In morning dew,
a glorious scene came through,
like war is over now
I feel I'm coming home again

The moments unfold
In the meaning of love
This war is over now

I feel I'm coming home again

An arrow of freedom
Is piercing my heart
Breaking chains of emotion
Given a moment to pray
Lost innocence to find its way

Feelings of sensation
A cry in the dark
Hope is on the horizon
With a reason to stay
And living for a brand new day

In morning dew,
a glorious scene came through,
like war is over now
I feel I'm coming home again

The moments unfold
In the meaning of love
This war is over now
I feel I'm coming home again

In morning dew,
a glorious scene came through,
like war is over now
I feel I'm coming home again

The moments unfold
In the meaning of love
This war is over now
I feel I'm coming home again

Friday 25 April 2014

Kegemaran Lama

Apa kabar?
Penghujung April telah datang. Entah kenapa April membuat saya malas menulis sesuatu di blog. Mungkin karena saya sedang tersihir oleh kegemaran saya saat SD dulu. Saat kecil dulu, saya sangat suka dengan bahasa asing. Nah, berhubung dulu saya cuma mendengar lagu-lagu Backstreet Boys, Westlife, Aaron Carter, Phill Collin, The Moffats dan beberapa lagu berbahasa Inggris, maka saya tertarik dengan bahasa ini. Diam-diam, sebelum tidur saya senang membaca buku percakapan sehari-hari bahasa Inggris punya orang tua saya. Lama kelamaan, saya suka penasaran sama arti bahasa tersebut, apalagi arti lirik lagu-lagu yang saya dengar. Akhirnya, saya sering pinjam sampul kaset punya teman dan mencatat lirik beberapa lagu. Iseng-iseng, saya mengambil kamus Inggris-Indonesianya John Echols dan Hassan Shadily lalu mulailah menerjemahkan tanpa teori terjemahan yang baik dan tepat tentunya. Yang penting saya mengerti lirik-lirik lagu tersebut. Itu yang saya pikirkan.

Kini, kegemaran itu kembali meracuni saya lagi rupanya. Hanya saja bukan lirik lagu berbahasa Inggris, melainkan puisi-puisi Nizar Qabbaniy yang tentu saja berbahasa Arab. Hampir tiap hari saya 'menyepi' membolak-balikkan lembaran kamus dan Diwan Nizar Qabbaniy yang tebalnya sangat aduhai. Walau berat harus meneteng tiap hari, tapi saya merasa senang jika menemukan satu kata yang jarang saya dengar. Semakin menerjemahkan beberapa karya Qabbaniy, semakin saya mengenalinya. Rasa-rasanya, saya terbawa kesedihannya saat saya membaca ar-Rasmu bil Kaalimaat saat ia menceritakan sisa-sisa kejayaan Arab di Spanyol macam tarian Flamenco yang lebih dikenal berasal dari Spanyol ketimbang dari Arab. Dalam antologi puisinya yang lain, saya menemukan sebuah puisi berjudul Lolita. Puisi ini, entah kenapa, saya rasa berhubungan dengan karya maha karya Vladimir Nobokov dengan judul yang sama, yaitu Lolita. Jadi, kali ini saya tampaknya sedang PDKT (lagi) dengan Qabbaniy melalui karya-karyanya. Semoga saya masih diberi kesempatan menulis tesis yang mengangkat karyanya lagi. (amiin)
Salam...


Monday 14 April 2014

Cerita Random

Beberapa hari yang lalu iseng-iseng ikut seorang teman untuk beauty class. Di dalam ruangan, telah berkumpul ibu-ibu yang sibuk membicarakan make up, tas, pakaian, shopping, hingga travelling ke luar negeri. Oh tidak! Sejujurnya ini bukan dunia saya! Tapi tak apalah. Hitung-hitung menambah ilmu. Ternyata itu bukan beauty class biasa, namun beauty class untuk rekruitmen sebuah MLM kosmetik. Tentu saja tidak langsung ke acara rias-merias, melainkan pengenalan profil perusahaan yang dipandu seorang ibu paruh baya penuh gaya dan tampak lebih muda dari usia sebenarnya. Standar, beliau mulai menerangkan profil perusahan macam pendiri lalu keuntungan yang didapatkan dari join perusahaan tersebut. Hingga salah satu slide memperlihatkan impian apa saja yang telah ia capai melalui perusahaan tersebut seperti menyekolahkan dua anaknya ke universitas termahal (termahal ya bukan terbaik) di kotanya, umrah, dan jalan-jalan keliling dunia sambil shopping mewah.

Saya hanya manggut-manggut dan mencoba bermimik takjub atas keberhasilan beliau walau dalam hati saya terus berteriak: Oh Tuhan! Sekali lagi, ini bukan dunia saya! Dan pada intinya, beliau mengatakan jika punya mimpi, maka join perusahaan tersebut. Well! sekali lagi saya hanya manggut-manggut sambil senyum. Duh... kalau Anda tahu, mimpi saya gak muluk-muluk. Saya hanya ingin menjadi orang berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar serta negeri ini. That's it! Itu saja. Yah... walau terkadang miris sendiri lihat negeri ini. Korupsi dimana-mana, urusan birokrasi yang susah banget, para monirotas yang tak terjangkau, orang-orang cerdas yang "dicampakkan", hingga sikap sinis masyarakat kita terhadap penemuan hebat anak bangsa macam N250 Pak Habibie.

Sekali lagi... jangan pernah bertanya apa yang telah negara berikan pada kita, namun bertanyalah apa yang telah kita berikan pada negeri. Berikanlah apa yang bisa kita berikan untuk bangsa walau hanya seorang biasa dan tak terkenal dimana-mana. Yup... that's my dream, mam! Gak muluk-muluk. Saat ini saya hanya ingin melanjutkan pendidikan agar kedepannya saya dapat seperti mereka yang telah lebih dulu memberikan manfaat kepada keluarga, masyarakat sekitar, dan bangsa.

Tuesday 8 April 2014

DAM

DAM adalah nama group hip hop dari Palestina, namun mereka berbasis di Lod, Israel. Lod sendiri terletak antara Yerussalem dan Tel Aviv. DAM sendiri konon dari kata kerja bahasa Arab "daama" yang artinya abadi serta kata "dam" dalam bahasa Arab dan Ibrani yang berarti "darah". Namun, DAM juga singkatan dari  Da Arabic MC. Grup musik ini berdiri pada akhir 90an. Digawangi oleh Suhell Nafar, Tamer Nafar, dan Mahmoud Jreri. Karya-karya mereka berisi isu tentang konflik antara Palestina dan Israel serta isu terkini dalam bahasa Arab dan Ibrani. Info lebih lajut klik di sini


Ini salah satu karya mereka yang berjudul Mali Huriye (I don't have freedom). Pertama kali denger lagu ini pas acara Festival Kebudayaan Arab di kampus. Keren! Dan yang paling keren, ada petikan puisi NIzar Qabbaniy di akhir lagu ini.



Selamat menikmati....

Saturday 5 April 2014

Belajar Dari Yang Sepele

Seseorang pernah bertanya pada saya tentang mandiri. Mandiri? Kenapa bisa bertanya tentang kemandirian pada saya? Saya sendiri merasa belum seutuhnya mandiri. Tapi baiklah, akan saya jawab saja lewat tulisan ini . Mandiri kali ini bukan mandiri finansial tentu saja ya.

Saya belajar mandiri di usia 11 tahun. Saat saya memutuskan untuk belajar ke sebuah pondok pesantren di bilangan Jawa Timur. Bayangkan saja! Seorang anak kecil tamat SD merantau dari pulau Sumatera ke pulau Jawa! Ya walau awalnya tetap diantar oleh mama. Orang tua saya saja mulanya tidak tega memberi izin saya untuk nyantri, tapi karena keinginan saya yang kuat, akhirnya mereka melepaskan saya. Saat itu, saya belum bisa apa-apa. Belum bisa masak, mencuci, menyetrika, dan pekerjaan rumah lainnya.

Namun ada benarnya juga kalimat bijak yang mengatakan bahwa bisa karena terpaksa. Nah! mungkin dari sanalah saya belajar. Di pesantren tidak ada bibik yang akan mencuci dan menyetrika pakaian saya. Tidak ada juga kedua orang tua yang mengurus dan memanjakan saya. Semua serba mandiri (untungnya tidak masak sendiri). Jadilah saya belajar mengurus diri saya sendiri alias mandiri. Saya mulai belajar mencuci, belajar cara menyalakan arang untuk setrika, belajar merapikan barang-barang saya sendiri, belajar makan apa adanya, belajar mengatur pengeluaran sendiri, bahkan belajar mengurus administrasi sekolah sendiri. Hal-hal tersebut tampak sepele. Namun saat hidup di luar lingkungan pesantren, secara tidak langsung sangat berpengaruh pada saya. Jadi, belajarlah dari hal-hal kecil yang terlihat sepele.

Jika Abram mengatakan bahwa karya sastra adalah imitasi dari alam semesta, maka saya beranggapan bahwa pesantren adalah miniaturnya. Tempat kita belajar dan mencoba. Trial and Error. Terjatuh dan bangkit. Tempat kita ditempa untuk menjadi manusia tangguh dan mandiri dalam kehidupan di luar lingkungan pesantren kelak.

#Malarindu lagi pada pesantren dengan latar Gunung Lawu itu
 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang