Thursday 29 October 2015

Grup Para Mamah Muda

Nggak kerasa kalau umur sudah nggak muda lagi. Hahaha... Saya baru sadar saat saya dimasukkan ke dalam grup teman-teman lawas saya dulu. Kalau dulu kayaknya masalah yang paling berat adalah soal Matematika dan Fisika, tapi sekarang lika-liku rumah tangga sudah masuk ke dalam ranah diskusi grup sebuah jaringan sosial media di Android. Sebut saja grup tersebut dengan nama Grup Para Mamah Muda. Sebenarnya, tidak semua anggota grup tersebut sudah berstatus menikah, cuma kebanyakan yang saling melempar komen adalah mereka-mereka yang telah berstatus 'Kawin' seperti yang biasanya tertera di KTP. Sebagai seorang ilmuwan (gadungan), saya hanya menjadi silent reader dan tetap mengamati perkembangan grup tersebut. Alasan sok ilmiah sebenarnya. Alasan utamanya sih ya tetap karena belum punya pengalaman menikah, melahirkan, dan mengasuh anak. Hahahaha. Senang sih baca berita tentang teman-teman yang baru mengakhiri masa lajang mereka, teman-teman yang melahirkan anak pertama mereka, hingga sharing tentang pengasuhan serta pendidikan anak. Ya... hitung-hitung bekal buat saya nanti kalau sudah dipertemukan dengan si 'dia' yang masih entah dimana. Ahayy

Tapi kadang saya merasa sedih kalau ada yang 'debat' atau hanya nge-share postingan yang isinya 'provokator' antara golongan Mamah Muda ASI eksklusif dan Mamah Muda Susu Formula, Mamah Muda yang melahirkan normal dan juga Mamah Muda yang melahirkan SC, bahkan yang menyangkut Mamah Muda or Mamah Muda Wannabe, alias para perempuan yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan atau berkarir dan perempuan yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Sebenarnya fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di sosial media saja, tetapi juga di lingkungan sekitar kita. Kadang heran kenapa harus dipermasalahkan?

Sebagai seorang perempuan, ya harusnya kita bisa berempati dan merasakan perasaan perempuan yang berbeda pilihan hidup dengan kita. Bersyukurlah bagi para perempuan yang dapat memberi bayi-bayi mereka ASI, tetapi jangan mengecilkan hati mereka yang hanya bisa memberikan anak-anak mereka Susu Formula. Karena pastinya ada alasan tertentu. Tidak semua perempuan dianugrahi ASI yang berlimpah dan tidak semua perempuan dikaruniai PD yang menunjang ketersediaan ASI. Hal ini diperburuk lagi dengan iklan layanan masyarakat dan aturan rumah sakit yang menghimbau atau menyaratkan pemberian ASI kepada bayi. Boro-boro bisa memproduksi ASI, iklan dan aturan tersebut sudah keburu bikin para ibu stres dan malah nggak bisa memproduksi ASI. Begitu juga dengan melahirkan normal dan SC. Para mamah muda punya alasan masing-masing untuk memilih jalan mana yang ditempuh. Toh, dua-duanya sama-sama bentuk perjuangan seorang ibu yang di telapak kaki mereka terdapat surga bagi kita. 

Dan yang nggak kalah penting adalah 'perdebatan' antara para perempuan yang memilih tetap berkarir dengan para perempuan yang memutuskan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Yup! masalah yang satu ini sering banget mencuat kepermukaan. Kalau tidak mencuat di publik, ya mungkin di publik jejaring sosial saya. Dua golongan ini saling mengklaim lebih unggul daripada golongan yang lain bahkan hingga taraf bawa-bawa dalil agama yang menjanjikan pahala-pahala tertentu. Bagi saya, perempuan yang masih berstatus 'Single' dan masih melanjutkan pendidikan, IRT atau IRT plus karir ya sama-sama mulianya selama tetap menyadari fitrah mereka sebagai seorang ibu maupun istri. Banyak yang 'merendahkan' perempuan yang memutuskan untuk menjadi IRT penuh agar lebih dekat dengan keluarganya. Pertimbangan itu sebetulnya adalah sebuah pertimbangan yang berat. Begitu juga sebaliknya, para perempuan yang memutuskan untuk berkarir dan sekaligus menjadi IRT saat mereka kembali ke rumah mereka. Mereka sering kali diberi label sebagai perempuan yang mendominasi dalam rumah tangga dan tidak akan pernah memiliki ikatan batin dengan anak-anak mereka. Sadis banget!

Namun, sebagai sesama perempuan, alangkah baiknya jika kita saling mendukung tanpa saling menjatuhkan. Karena secara alami, perempuan memiliki hati yang lebih lembut dan sensitif daripada kaum lelaki. Apapun pilihannya, perempuan tetaplah perempuan yang bebas memilih jalan hidupnya tanpa dihantui tuntutan konstruksi sosial. Kalau pilihan saya? Hmm... saat ini saya masih bercita-cita jadi Mamah Muda yang berkarir. Hehehehe.

Wednesday 28 October 2015

Memaafkan Cinta

Mungkin memang benar bahwa memaafkan itu lebih sulit, sulit, dan sulit daripada meminta maaf. Tidak mudah rasanya menghilangkan memori buruk yang dialami di masa lalu. Tidak mudah juga untuk melupakan tempat-tempat dan orang-orang yang melukis kenangan itu. Ya.. semuanya terasa sulit. Butuh bertahun-tahun untuk pulih. Butuh berhari-hari untuk bangkit. Hari ini, tepat 6 tahun, akhirnya saya berhasil untuk memaafkan tapi bukan untuk melupakan. Biarlah memori lalu tetap terukir dalam benak saya sehingga bisa saya tertawakan sebagai lelucon, sebagai hal-hal bodoh yang pernah saya lalukan. Hari ini rasanya bahagia sekali. Pikiran tak terbeban dan hati pun menjadi semakin tenang. Tak ada lagi dendam pada cinta. Tidak tersisa lagi trauma. 

Hanya ada untaian doa pengharapan untuk masa yang akan datang. Hanya ada rasa optimis untuk menatap ke depan. Hanya ada rasa berani untuk merasakan cinta bahkan jika harus patah hati untuk kedua kali. Sungguh tak ada lagi alasan untuk takut jatuh cinta. Untuk merasakan bahagia. Untuk mencicipi berjuta rasa-rasa cinta. Kini tembok kusam menjulang yang menutupi hati telah runtuh. Siap untuk menghirup udara baru yang segar. Siap untuk merasakan sinar mentari yang hangat. Siap untuk menyentuk tangkai-tangkai ilalang. Siap untuk mendekapmu... Cinta. 


 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang