Friday 28 June 2013

Tak Ingin

Dan terkadang kau tak menginginkan cerita-cerita yang kau tulis menjadi kenyataan. Begitu juga denganku, tak semua kisah yang kutulis adalah sebuah dunia imajinasiku yang ingin kuwujudkan. Terkadang, aku menulis sebuah kisah untuk menyampaikan satu ketakutan yang kurasakan. Sungguh! Aku tak ingin kisah yang kutulis beberapa tahun silam itu menjadi kenyataan. 


Monday 24 June 2013

H2C Beasiswa

Beasiswa. Betul! Itulah yang akhir-akhir ini aku pikirkan terus menerus dan tentu saja kuharap-harapkan menjadi salah satu orang yang beruntung mendapatkannya. Pengumuman masih tiga minggu lagi. Semoga Tuhan melihat jerih payahku yang mencari info ke sana sini dari jauh-jauh hari. Semoga Tuhan mengabulkan doa-doaku yang kupanjatkan bukan hanya dalam sujud-sujud panjang, bahkan di setiap aku bernapas. Semoga saja memang itu jalan yang terbaik yang diberikan Tuhan.

Aku tidak ingin lagi memberatkan kedua orang tua kali ini. Apalagi sebentar lagi adikku akan melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu. Mungkin, keluargaku (insyaallah) termasuk mampu untuk membiayai. Tapi, tak ada salahnya bukan berharap mendapatkan beasiswa tersebut. Setidaknya tanggungan orang tua berkurang. Mereka bisa menabung untuk menunaikan ibadah haji atau menwujudkan keinginan mereka yang sempat tertunda karena membiayai aku dan adikku.

Aku masih bersemangat ingin memperdalam ilmu bidang studiku. Aku masih ingin mengetahui banyak teori-teori penelitian sastra yang lebih lagi ketimbang yang kudapat di strata satu. Aku masih ingin meneliti puisi dan memperdalam teori semiotika. Kelak juga, jika aku lulus, aku ingin sekali mengajar agar aku dapat membagikan ilmu yang kupunya walau aku tahu aku tidak sempurna. Dan beasiswa ini kelak akan mengantarku menjadi seorang pengajar.

Ini benar-benar tiga minggu yang menegangkan adrenalin, menguras pikiran, dan menambah kecepatan pacu jantung. Jujur saja, selama ini jika ada kesempatan untuk apply beasiswa selalu saja gagal padahal aku mencari beasiswa yang mengacu pada nilai akademik. Bukan berdasarkan surat keterangan tidak mampu. Jika dipikir-pikir, waktu strata satu dulu, sebenarnya nilai akademikku ya not bad-lah (bukan maksud nyombong), tapi belum diberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Aku hanya bisa berprasangka baik. Mungkin itu belum rezki. Mungkin beasiswa-beasiswa itu bukan jalan terbaikku. Dan Tuhan dulu sedang melipatgandakan beasiswa untuk jenjang strata duaku kelak (Amiin). Mungkin saja tiga minggu setelah penantian bertahun-tahun ini, Tuhan bermurah untuk memberi sedikit keajaibannya padaku.

Aku harus optimis sampai keputusan itu benar-benar ada. Kalau pun tidak mendaptkannya, aku harus berprasangka baik pada Tuhan karena Dia selalu tahu yang terbaik bagi hamba-Nya yang selalu berusaha, berdoa, dan bertawakal. Tapi kali ini, aku berharap bahwa beasiswa ini adalah jalan terbaik dari Tuhan. Amiin...

*Bahkan saat menulis tulisan ini pun, hatiku memanjatkan doa padamu, Tuhan.

Saturday 22 June 2013

Semiotika Cinta

Cinta itu bak puisi yang harus diteliti dengan teori semiotik karena cinta disampaikan secara tidak langsung bahkan mungkin menggunakan simbol dan isyarat yang tak mudah untuk dimaknai. Cinta itu penuh penggantian arti, penciptaan arti, bahkan penyimpangan arti. Ambiguitas, metafora, alegori, metonimi, bahkan kontradiksi. Yang ada di depan mata, mungkin saja bukan cinta, namun yang ada di hati, siapa yang mengetahui. 

Cinta itu perlu kau baca seperti membaca puisi dengan bacaan heuristik atau pun hermeneutik. Bacalah secara heuristik, sesuai dengan kenyataan yang ada. Lalu lanjutkanlah dengan bacaan hermeneutik agar kau tahu kesungguhan cinta itu. Hanya cinta sesaatkah atau memang cinta sejati nan hakiki.

Carilah matriks tersembunyi dalam potongan-potongan cinta itu agar kau dapat menafsirkannya. Dalam cinta, matriks itu selalu ada. Dia nyata, namun tak kasat mata. Terkepung di antara beribu tanda-tanda. Kau perlu kejelian untuk menemukannya.

Untuk membuktikan kesungguhan cinta. Kau mungkin bisa mencari hipogramnya, alasan-alasan mengapa cinta memilihmu. Hipogram kadang tidak terkeksplisitkan dalam tindakan. Kau harus mengabstraksikan dari tanda-tanda yang ada.

Ah! Semua ini hanya teori yang mungkin belum bisa dipertanggungjawabkan. Apapun teori dan metodenya, Cinta pasti akan menemukan jalannya.




Friday 21 June 2013

Rindu Jatuh Cinta

Jatuh cinta itu mungkin menyenangkan, namun terkadang pula menyakitkan. Dan aku pernah merasakan sakitnya jatuh cinta. Dia dekat dan nyata, namun aku tak mampu berkata-kata. Raga mungkin saja dekat, namun hati siapa yang tahu. Aku hanya mampu memikirkannya atau hanya sekedar memandangnya dari jarak yang tak seberapa. Setiap hari hanya berharap semoga dia punya rasa yang sama. Setiap hari hanya berangan-angan menjalin masa-masa bersamanya. Sakit bukan memendam rasa terlalu dalam dan terlalu lama?

 Ah... apalah daya. Ini salahhku jua. Aku bahkan tak punya setitik keberanian untuk mengungkapkan, apalagi sebelangga. Akhirnya, dia benar-benara pergi begitu saja. Tanpa pamit bahkan tanpa meninggalkan sepatah kata. Dan yang terjadi selanjutnya adalah aku tidak ingin merasakan cinta. Siang malam kuingkari semua rasa. Berhari-hari aku berlari meninggalkan cinta jauh di belakangku. Kututp dan kukunci rapat hati ini bak benteng perang nan kusam dan penuh aroma kematian agar tak sepotong cinta pun datang menghampiri.

Aku bebas! Aku tak akan pernah tersakiti oleh cinta! Aku bersorak riang mendeklarasikan kemerdekaanku atas jajahan cinta. Aku tak perlu lagi menangis dan meratap menahan sesak di dada. Bahkan tak ada lagi debaran jantung saat berpapasan dengan seseorang yang menawarkan cinta. Semuanya kulalui dan kutinggalkan. Aku tak mau lagi menoleh pada cinta. Untuk apa mencintai jika akhirnya harus tersakiti? Lebih baik begini. Sendiri tanpa harus tersakiti.

Namun, sang maha cinta tetap berkuasa. Ia luruhkan kebencian yang tertanam dalam ini. Dengan mudah saja bak membalikkan telapak tangan, Ia ciptakan sepotong kecil kerinduan. Kerinduan untuk jatuh cinta kembali. Ya. Rindu jatuh cinta. Benar saja! Aku merindukan debaran-debaran jantung saat aku berpapasan dengan cinta, bahkan aku mungkin merindukan rasa sakit karena harus menahan gejolak cinta yang kurasa.

Mungkin memang kini saatnya aku merobohkan benteng hatiku nan dingin dan kelam. Mungkin memang kini saatnya kubangun rumah mungil penuh cinta di lahan hatiku. Ya. Mungkin memang ini saatnya menghapus semua kebencian dan saatnya berdamai dengan cinta. Jika akhirnya tersakiti lagi, aku yakin bahwa aku siap untuk bangkit kembali dan menemukan cinta yang lainnya. Aku harus tersadar bahwa tidak semua cinta itu menyakitkan...


Wednesday 5 June 2013

Kenapa Suka?

Kenapa suka film India? Yang pertama, alasannya bukan anti mainstream ya gara-gara sekarang lagi marak-maraknya film Korea. Hmm kenapa suka ya? Mungkin beberapa film India menampilkan festival rakyat di sana, seperti festival Holi dan Diwali. Entah kenapa, saya suka sekali melihat warna-warni yang cerah meriah. Pakaian-pakaiannya juga berwarna-warni. Tambah indah jadinya. Senang sekali memandang warna-warni ciptaan Tuhan itu. Semoga suatu saat nanti, saya bisa ke sana (Amiin) hehehe.... Ini salah satu dance yang berwarna itu. Kali ini, warna merah.


Saturday 1 June 2013

Menunggu Waktu

Kata Tere Liye, pernikahan itu bukanlah seperti lomba lari yang cepat maka dialah pemenangnya. Pernikahan itu bukan juga seperti lomba makan kerupuk yang siapa cepat menghabiskan kerupuknya, maka dia pemenangnya. Ya itu benar sekali. Pernikahan itu hanya perlu menunggu waktu. Jika saatnya tiba, ya pasti akan terjadi. Sama persis dengan kematian. Hanya perlu menunggu waktu.


 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang