Tuesday 22 December 2015

Rasa

Desember pun tiba. Jalanan mulai macet di kota Jogja. Para wisatawan mulai berdatangan dari berbagai penjuru Nusantara bahkan mancanegara. Tiba-tiba kota tercinta ini menjadi lebih ramai, bising, namun juga meriah dan ceria. Terkadang aku bertanya-tanya mengapa manusia berbondong-bondong datang ke Jogja. Bagiku, Jogja bukan hanya destinasi wisata. Bagiku, Jogja adalah kota Istimewa. Kota leluhur ibuku yang setengah darahnya mengalir dalam tubuhku, darah Jawa. Kota dengan orang-orang ramah, sederhana, lagi bersahaja. Kota dimana senyum bisa kau dapatkan dengan cuma-cuma.

Mendung sering kali menggelantung di langit kota Jogja, namun menurutku itulah pesona romantisme Jogja. Hujan, mendung, dingin, dan basah. Setiap akhir tahun sepanjang hidupku di kota ini, aku selalu terlarut dalam suasana romantis nan manis kota Jogja. Dan Desember tahun ini, Tuhan masih memberikanku kesempatan untuk merasakannya dengan hadirnya satu rasa yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Rasa yang hanya dimengerti oleh kau dan aku. Kita.

Entah rasa ini tak bernama... atau aku belum sanggup memberinya sebuah nama? Aku pun tak dapat menerka. Rasa ini melampaui logika. Menelusup ke relung hati begitu saja. Meningkatkan frekuensi detak jantung dua kali lipat lebih cepat, menciptakan senyuman ceria, bahkan mampu menguatkan di saat tak lagi berdaya. Mengapa rasa ini tetap berkeliaran di hati dan pikiran tanpa pernah bertemu raga dan hanya menyapa lewat suara? Apakah ini wajar atau memang aku yang sakit jiwa? Entahlah. Pun aku tidak bisa menjawabnya. Aku hanya bisa mempersembahkann doa-doa pada-Nya. Pada Dia yang menguasai hati manusia. Memohon dan terus memohon... agar raga dapat berjumpa sehingga kita mampu memberi nama pada rasa.... agar mata kita saling bertatapan untuk memberikan jawaban atas semua keraguan di antara kita...




Monday 30 November 2015

Teruntuk Teman Part 2

Dan gak kerasa sudah jam setengah enam gara-gara terlalu khusyuk ngerjain tugas terakhir plus presentasi di semester tiga. Padahal pengen posting sesuatu sebagai penutup bulan November yang sebenernya lebih tepat jika disebut Lovember (abaikan istilah maksa ini). Yaps. Banyak hal yang terjadi di bulan November 2015. November kali ini sukses banget bikin adrenalin terpacu dan jantung berdetak dua kali lipat lebih kencang. Penuh dengan tawa, tapi tidak luput juga dengan duka. Kalau diibaratkan makanan, bulan ini berasa gado-gado (lapar!). Hal-hal konyol, koplak, geblek, sedih, pahit, asem, asin, manis sampai romantis berseliweran sepanjang bulan ini. Namanya juga hidup. Penuh dengan misteri dan hal-hal yang nggak pernah kita duga sebelumnya. Entah ada kejutan apa lagi di bulan esok dan selanjutnya? Semua tetap misteri dan lebih baik tetap menjadi misteri agar manusia tidak cepat puas dan terus berusaha mencari.

Hai kamu. Terima kasih telah hadir di dalam kehidupanku. Jangan pernah menyerah dan jangan pernah berhenti untuk menjadi insan yang lebih baik lagi. Entahlah... tiba-tiba jemariku kelu. Ide-ide di otakku terbang berlalu. Mungkin tak ada satu patah kata pun yang dapat mengungkapkan rasa. Mungkin karena rasa ini tercipta begitu saja tanpa rekayasa. Datang tanpa rencana dan tak terduga sebelumnya. Mungkin ada benarnya judul lagu Agnes Monica. Cinta Tak Ada Logika. Mari kita terus berusaha dan tentu saja selalu mengingat Dia, Sang Penguasa hati manusia, dalam kondisi dan situasi apapun kita. Memohon yang terbaik untuk masa depan kita. 



*Tiba-tiba pengen nyungsep di bawah bantal sambil selimutan

Thursday 26 November 2015

Teruntuk Teman

Siang itu Jogja kembali romantis dan syahdu. Titik-titik hujan mulai menyapa pepohonan satu persatu dan merayap mengendap-endap di kisi-kisi jendela berkaca biru. Entah apa yang harus kukatakan. Aku hanya bisa terdiam menerima kenyataan. Kenyataan yang mungkin tak kuinginkan. Tapi satu yang pasti, aku adalah manusia yang menghormati kejujuran. Lebih baik jujur yang menyakitkan daripada bahagia yang terbangun karena kebohongan. Terima kasih kuhaturkan untuk seluruh kejujuran.

Manusia memang makhluk lemah. Tempatnya lupa dan salah. Termasuk diri ini dan juga dirimu, teman. Tapi, manusia berhak mendapat kesempatan kedua. Bukankah Tuhan yang Kuasa saja mengampuni hamba-Nya? Apalagi kita yang lemah dan bukan apa-apa dibandingkan Dia. Yang terpenting adalah penyesalan yang terdalam dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Yang tak kalah penting juga adalah penerimaan terhadap mereka yang bertaubat dan menyesal atas kesalahannya. Sebagai manusia yang berstrata sama di hadapan-Nya, bukan hak kita untuk menghakimi kesalahan mereka. Tugas kita hanya menggenggam jemari mereka agar tidak terjatuh ke lubang yang sama. Begitulah seharusnya muamalah sesama manusia.

Manusia itu penuh cela. Tak habis-habis bila dirincikan kata perkata. Namun di sisi lain, manusia memiliki segudang kebaikan yang terkadang tertutup begitu saja karena noktah kecil noda. Begitu juga aku dan kamu. Cela kita tak kan pernah habis, tapi berhentilah sejenak untuk membersihkan noda. Lihatlah berlian yang terkubur di dalam kubangan lumpur hitam pekat.

Hei teman! Kamu mungkin menganggap dirimu tidak layak berteman denganku. Terpuruk dalam penyesalan kisah masa lalumu. Menganggap remeh dirimu bahkan terkesan tidak percaya pada kebaikan yang tersimpan di dalam jiwamu. Mari kita lupakan keburukanmu! Bagiku, kamu adalah seorang teman yang mengajarkan arti tegar. Jika aku berada di posisimu, mungkin aku tidak setegar jiwamu. Mungkin aku malah terpuruk dan menyalahkan Tuhan yang sejatinya adalah tempat kita mengadu. Di saat teman sebayamu masih hura-hura dengan harta orang tua, kau memutuskan untuk bekerja demi keluarga tercinta. Merasakan sakitnya terhina dan mungkin bahkan terlunta-lunta. Mungkin jalanmu memang terjal, mungkin jalanmu memang penuh dengan duri. Ini bukan karena Tuhan murka padamu, malah sebaliknya karena Tuhan menyayangimu dan ingin menjadikanmu hamba-Nya yang akan selalu memuja kebesaran-Nya. Jangan pernah merendahkan dirimu. Jangan pernah lagi. Karena kita sama di hadapan-Nya.

Hei teman! Semoga kamu tak kan pernah lelah untuk berjuang mendapatkan sesuatu yang kamu yakini harus kamu perjuangkan. Jangan pernah lelah memperbanyak sujudmu pada-Nya. Jangan pernah bosan untuk mengadukan segala kesahmu kepada-Nya. Tetap berjuang, berdoa, dan berserah pada Dia, Sang Penguasa hati Manusia. Wish you all the best. Semoga Tuhan selalu meringankan setiap langkahmu dan melapangkan masalah-masalahmu.

Wednesday 25 November 2015

Misteri

Bukannya narsis, tapi saya memang suka berteman dengan siapa pun selama pertemanan itu memberi dampak positif bagi saya. Yang saya rasa unik adalah teman-teman saya tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok. Ada mereka-mereka yang khusus menjadi teman-teman diskusi persoalan serius, teman-teman ngocol hore-hore, teman-teman yang menjadi tempat curhat saya, teman-teman yang membagi tips tentang seluk-beluk pekerjaan rumah tangga, bahkan teman-teman yang memberi nasehat persoalan 'relationship' dengan lawan jenis.

Entah kenapa, di sore dengan hujan yang lebat itu saya terdampar di salah satu rumah teman saya. Kebetulan ia menikah dengan teman masa kecil saya dan sudah dikaruniai seorang bayi laki-laki berumur 9 bulan. Sambil mengeringkan badan dan guling-gulingan dengan si Kecil, teman saya mulai membuka percakapan tentang 'relationship'. Tiba-tiba ia berujar ke saya: "Nta, tahu nggak? Betapa beruntungnya kamu nggak pernah pacaran loh! Saran saya, jangan pernah pacaran". Oke, tiba-tiba suasana jadi serius dan saya bertanya mengapa. Kemudian ia pun menjawab, "Rugi dan sia-sia. Menghabiskan waktu kamu aja. Kita mana tahu sih, ternyata jodoh kita adalah orang yang tiap hari seliweran di depan mata kita".

Dipikir-pikir, memang ada benarnya pernyataan teman saya yang satu ini. Pertama, mungkin saya memang wajib bersyukur belum pernah merasakan bagaimana rasanya pacaran walaupun sebenarnya saya tidak mempermasalahkannya. Kedua, memang benar kalau jodoh adalah misteri. Bisa jadi orang yang 'gue banget' ternyata bukan jodoh kita. Bisa jadi juga orang yang seliweran di depan mata kita ternyata adalah jodoh kita. Yaps. Semua bisa terjadi karena semua masih misteri. Ini juga bisa terjadi pada saya pribadi. Saya tidak tahu, mungkin saja jodoh saya adalah salah seorang teman saya yang jadi tempat curhat saya tentang laki-laki yang 'gue banget' versi saya. Mungkin juga jodoh saya adalah orang yang hanya papasan sekali di jalan. Bisa jadi juga, jodoh saya adalah seseorang yang sering saya jutekin mati-matian. Ya. Semua bisa terjadi karena masih misteri.

Jadi, nikmati saja kejombloan ini dan proses lika-liku jalan bertemu jodoh! Tidak perlu malu dan misuh-misuh sendiri kalau dikatai masih berstatus jomblo. Kata seseorang yang baru menjomblo, menjadi jomblo itu keren kok. Oke baiklah. Selamat menikmati hari kawan-kawan dan teman semangat!

Sunday 22 November 2015

Transformasi Perempuan

Kata Bang Tere Liye perempuan yang pernah tersakiti hatinya dan berhasil bangkit, maka perempuan itu tidak lagi seperti perempuan yang kita kenal sebelumnya. Perempuan tersebut akan lebih tangguh, lebih kuat, dan lebih mandiri. Yap. Saya setuju binggo dengan pendapat Bang Tere di atas. Pengalaman tersakiti memang total mengubah perempuan dari segala sisinya. Pemikirannya lebih luas mendalam menyimpan banyak pertanyaan, logikanya berjalan, instingnya menjadi tajam, perasaannya lebih sensitif, sikapnya menjadi tegas, bahkan hatinya tidak ia berikan seluruhnya pada lelaki manapun hingga perhelatan akad nikahnya kelak.

Transformasi perempuan. Bukan berarti perempuan menjadi dominan. Hanya saja mereka menjaga diri dan mencari lelaki yang tepat yang tidak akan pernah mempermainkan dan menyakitinya untuk kedua kali. Ia akan lebih keras berusaha dan bahkan tawakal dalam doa-doa panjangnya. Memohon lelaki terbaik dari Tuhan untuknya Yaps! Hanya lelaki yang tulus, sabar, dan jujur yang akan mendapatkan seluruh hati perempuan tersebut.

Wednesday 18 November 2015

Galau, Never Ending

Bagi saya, manusia itu unik dengan berbagai kelebihan yang diberikan Tuhan dan juga dengan keterbatasannya. Memang benar manusia itu tidak akan pernah merasa puas dan cukup. Begitu juga dengan rasa galau. Yap. Kalau Jogja adalah 'Never Ending Asia', maka Galau adalah 'Never Ending Manusia'. Hahaha. Abaikan istilah yang terdengar memaksa itu.

Tidak jauh-jauh menilai atau mengamati prilaku orang. Kali ini, pengalaman sendiri cukup merepresentasikan galau yang never ending. Hahahaha. Hidup memang lucu dan penuh misteri tentu. Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Kesedihan dan kebahagiaan bisa datang silih berganti bahkan malah bisa stagnan untuk beberapa lama. Begitu juga dengan hal-hal konyol yang terjadi. Bahkan hal-hal yang tidak pernah diduga dan kita prediksikan sebelumnya.

Entah saya mimpi apa, tiba-tiba ada seseorang yang kirim pesan berisi ungkapan untuk serius ke jenjang pernikahan. Saya baca pesan itu dengan rasa cengok mania. Terdiam tanpa kata-kata. Lalu nangis di kolong meja. Hahahahaha. Terlepas pesan itu serius atau nggak, ya itu masih dalam proses analisa saya. Yang saya ingin sampaikan adalah bahwa saya merasa galau. Nah di sinilah galau itu never ending bagi manusia. Kenapa galau hingga menangis? beginilah kisahnya....

Menikah itu adalah suatu kata yang ajaib dan sakral bagi saya. Tidak boleh dibuat permainan apalagi candaan. Menikah itu ya gak cuma senang-senang jadi raja dan ratu sehari. Ada konsekuensi setelah menikah yang tentu saja berhasil membuat kita berubah. Selama ini kita hanya peduli pada diri kita sendiri, tapi di saat menikah, kita harus membagi kepedulian diri kita dengan indivudu lain, ya tentu saja pasangan kita. Di sinilah yang bikin galau. Galau kalau kita tidak bisa semerdeka dulu, galau bertemu dengan calon mertua, galau kalau kita bukan lagi tanggung jawab orang tua kita bahkan galau karena mengingat kegalauan kita saat kita masih berstatus single happy. Hahahaha. Tuh kan... galau is never ending.

Bayangkan ketika sudah berstatus menikah, kita pasti akan galau mengingat kenangan-kenangan saat berstatus masih single happy yang penuh dengan kegalauan juga. Galau untuk merasakan cinta, galau ketika memendam rasa, bahkan galau akibat patah hati. Dan mungkin sebagian lagi, kita pernah melakukan galau masal dengan teman-teman single happy lainnya dengan kegiatan yang berguna bagi nusa dan bangsa (lebay) seperti masak-masak atau hanya bobok bareng sambil nonton film horor Thailand atau bobok bareng sambil ngrumpi tentang perasaan terpendam kita terhadap lawan jenis yang 'gue banget'nya kita.

Yap! Galau is never ending thing in our life. Just enjoy it! Bahkan ketika kita menua, mungkin kita juga akan galau mengingat indahnya kegalauan saat masih berstatus single happy dan nikmatnya kegalauan saat kita memutuskan untuk mengakhiri masa lajang. 

Thursday 29 October 2015

Grup Para Mamah Muda

Nggak kerasa kalau umur sudah nggak muda lagi. Hahaha... Saya baru sadar saat saya dimasukkan ke dalam grup teman-teman lawas saya dulu. Kalau dulu kayaknya masalah yang paling berat adalah soal Matematika dan Fisika, tapi sekarang lika-liku rumah tangga sudah masuk ke dalam ranah diskusi grup sebuah jaringan sosial media di Android. Sebut saja grup tersebut dengan nama Grup Para Mamah Muda. Sebenarnya, tidak semua anggota grup tersebut sudah berstatus menikah, cuma kebanyakan yang saling melempar komen adalah mereka-mereka yang telah berstatus 'Kawin' seperti yang biasanya tertera di KTP. Sebagai seorang ilmuwan (gadungan), saya hanya menjadi silent reader dan tetap mengamati perkembangan grup tersebut. Alasan sok ilmiah sebenarnya. Alasan utamanya sih ya tetap karena belum punya pengalaman menikah, melahirkan, dan mengasuh anak. Hahahaha. Senang sih baca berita tentang teman-teman yang baru mengakhiri masa lajang mereka, teman-teman yang melahirkan anak pertama mereka, hingga sharing tentang pengasuhan serta pendidikan anak. Ya... hitung-hitung bekal buat saya nanti kalau sudah dipertemukan dengan si 'dia' yang masih entah dimana. Ahayy

Tapi kadang saya merasa sedih kalau ada yang 'debat' atau hanya nge-share postingan yang isinya 'provokator' antara golongan Mamah Muda ASI eksklusif dan Mamah Muda Susu Formula, Mamah Muda yang melahirkan normal dan juga Mamah Muda yang melahirkan SC, bahkan yang menyangkut Mamah Muda or Mamah Muda Wannabe, alias para perempuan yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan atau berkarir dan perempuan yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Sebenarnya fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di sosial media saja, tetapi juga di lingkungan sekitar kita. Kadang heran kenapa harus dipermasalahkan?

Sebagai seorang perempuan, ya harusnya kita bisa berempati dan merasakan perasaan perempuan yang berbeda pilihan hidup dengan kita. Bersyukurlah bagi para perempuan yang dapat memberi bayi-bayi mereka ASI, tetapi jangan mengecilkan hati mereka yang hanya bisa memberikan anak-anak mereka Susu Formula. Karena pastinya ada alasan tertentu. Tidak semua perempuan dianugrahi ASI yang berlimpah dan tidak semua perempuan dikaruniai PD yang menunjang ketersediaan ASI. Hal ini diperburuk lagi dengan iklan layanan masyarakat dan aturan rumah sakit yang menghimbau atau menyaratkan pemberian ASI kepada bayi. Boro-boro bisa memproduksi ASI, iklan dan aturan tersebut sudah keburu bikin para ibu stres dan malah nggak bisa memproduksi ASI. Begitu juga dengan melahirkan normal dan SC. Para mamah muda punya alasan masing-masing untuk memilih jalan mana yang ditempuh. Toh, dua-duanya sama-sama bentuk perjuangan seorang ibu yang di telapak kaki mereka terdapat surga bagi kita. 

Dan yang nggak kalah penting adalah 'perdebatan' antara para perempuan yang memilih tetap berkarir dengan para perempuan yang memutuskan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Yup! masalah yang satu ini sering banget mencuat kepermukaan. Kalau tidak mencuat di publik, ya mungkin di publik jejaring sosial saya. Dua golongan ini saling mengklaim lebih unggul daripada golongan yang lain bahkan hingga taraf bawa-bawa dalil agama yang menjanjikan pahala-pahala tertentu. Bagi saya, perempuan yang masih berstatus 'Single' dan masih melanjutkan pendidikan, IRT atau IRT plus karir ya sama-sama mulianya selama tetap menyadari fitrah mereka sebagai seorang ibu maupun istri. Banyak yang 'merendahkan' perempuan yang memutuskan untuk menjadi IRT penuh agar lebih dekat dengan keluarganya. Pertimbangan itu sebetulnya adalah sebuah pertimbangan yang berat. Begitu juga sebaliknya, para perempuan yang memutuskan untuk berkarir dan sekaligus menjadi IRT saat mereka kembali ke rumah mereka. Mereka sering kali diberi label sebagai perempuan yang mendominasi dalam rumah tangga dan tidak akan pernah memiliki ikatan batin dengan anak-anak mereka. Sadis banget!

Namun, sebagai sesama perempuan, alangkah baiknya jika kita saling mendukung tanpa saling menjatuhkan. Karena secara alami, perempuan memiliki hati yang lebih lembut dan sensitif daripada kaum lelaki. Apapun pilihannya, perempuan tetaplah perempuan yang bebas memilih jalan hidupnya tanpa dihantui tuntutan konstruksi sosial. Kalau pilihan saya? Hmm... saat ini saya masih bercita-cita jadi Mamah Muda yang berkarir. Hehehehe.

Wednesday 28 October 2015

Memaafkan Cinta

Mungkin memang benar bahwa memaafkan itu lebih sulit, sulit, dan sulit daripada meminta maaf. Tidak mudah rasanya menghilangkan memori buruk yang dialami di masa lalu. Tidak mudah juga untuk melupakan tempat-tempat dan orang-orang yang melukis kenangan itu. Ya.. semuanya terasa sulit. Butuh bertahun-tahun untuk pulih. Butuh berhari-hari untuk bangkit. Hari ini, tepat 6 tahun, akhirnya saya berhasil untuk memaafkan tapi bukan untuk melupakan. Biarlah memori lalu tetap terukir dalam benak saya sehingga bisa saya tertawakan sebagai lelucon, sebagai hal-hal bodoh yang pernah saya lalukan. Hari ini rasanya bahagia sekali. Pikiran tak terbeban dan hati pun menjadi semakin tenang. Tak ada lagi dendam pada cinta. Tidak tersisa lagi trauma. 

Hanya ada untaian doa pengharapan untuk masa yang akan datang. Hanya ada rasa optimis untuk menatap ke depan. Hanya ada rasa berani untuk merasakan cinta bahkan jika harus patah hati untuk kedua kali. Sungguh tak ada lagi alasan untuk takut jatuh cinta. Untuk merasakan bahagia. Untuk mencicipi berjuta rasa-rasa cinta. Kini tembok kusam menjulang yang menutupi hati telah runtuh. Siap untuk menghirup udara baru yang segar. Siap untuk merasakan sinar mentari yang hangat. Siap untuk menyentuk tangkai-tangkai ilalang. Siap untuk mendekapmu... Cinta. 


Thursday 3 September 2015

Hierarki Pendidikan

Hai kamu yang di sana! Apa kabarnya? Masih seperti saya dan manusia lainnya yang terbelenggu dalam konstruksi sosialkah? Saya yakin jawabanmu adalah 'iya'. Karena kamu adalah manusia penghuni bumi juga kan? Kecuali kalau kamu adalah tumbuhan dan hewan. Belakangan ini saya sedang kesal dengan si konstruksi sosial. Terutama sekali yang bersangkutan dengan perempuan. Dan memang rasa-rasanya konstruksi sosial ini merugikan perempuan. Salah satunya dalam hal pendidikan. Katanya sih semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, semakin dia akan angkuh dan tidak bisa dikendalikan oleh kaum pria. Semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, semakin ia tidak membutuhkan pria karena ia sudah terbiasa mandiri. Pada akhirnya para perempuan dihadapkan dengan dua pilihan: mengalah untuk tidak berpendidikan tinggi agar dapat menikah dengan pria dari strata manapun atau mencari pria yang memiliki strata yang sama, baik dari pendidikan ataupun pendapatan, bagi para perempuan yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan. Memang beberapa contoh memperlihatkan bahwa perempuan berpendidikan tinggi itu egois, sok punya kelebihan dari sang suami, dan sederet label buruk lainnya. Tapi, tolong jangan marjinalkan semua perempuan berpendidikan tinggi seperti itu. Di luar sana masih banyak perempuan-perempuan berpendidikan yang dapat menempatkan dirinya antara wilayah privasi rumah tangga dan wilayah publik.


Thursday 28 May 2015

Menyapa

Hai kamu yang di sana. Apa kabarnya? Sudah lama saya tak menyapa dan bertanya kabar berita. Bulan lalu pun saya hanya posting tulisan dua. Dan bulan ini mungkin hanya satu-satunya. Entahlah, mungkin saya begitu sibuk untuk sekedar bercengkrama menuliskan spatah dua patah kata hanya untuk sekedar menyapa. Semester ini mungkin tidak seberat semester sebelumnya. Tugas lebih ringan dan bersahaja. Tidak membatasi pergerakan diri juga. Hanya saja, saya harus banyak membaca dan membaca. Berpetualang di dunia maya. Mencari dan terus mencari data untuk mahakarya saya yang kedua, setelah skripsi tentunya. Rasa-rasanya saya tidak boleh lengah, ongkang-ongkang kaki, dan berleha-leha. Saya tidak boleh menenangkan hati saya dengan kata "Tenanglah Nta, waktu mengerjakan tesis masih lama! Kamu ini masih di semester dua!"

Walaupun percuma karena seorang anak tidak akan bisa membalas jasa-jasa ibu-bapaknya, namun saya tetap ingin memberi bahagia teruntuk mereka. Saya ingin mempersembahkan sesuatu yang terbaik bagi mereka. Waktu saya tidak banyak bersisa. Mengapa? Tentu saja karena saya wanita. Setelah seorang wanita menikah, maka ia akan membagi kasih sayang dan cintanya. Tentu saja bagi orang tuanya dan suaminya. Juga mertuanya. Tuntutan bagi wanita. Konstruksi sosial kita. Walau disadari, tapi tetap dijalani si wanita.

Baiklah. Makin siang makin menceracau saja. Saatnya berlari mengantri sepeda. Dan melesat menuju gedung Pascasarjana. Sampai jumpa hei kamu yang di sana (atau entah dimana-mana). hasta mañana!!!
 

Friday 24 April 2015

Hiburan

Keluarga dan teman-teman saya sering sekali geleng-geleng kepala melihat saya menenteng, setidaknya, satu eksemplar buku setiap pergi hang out. Saya sih cuma senyam-senyum aja. Bukannya sok rajin, tapi memang sudah jadi kebiasaan yang tertanam sejak masuk pesantren. Khairu jalisin fi zamani kitabun. Sebaik-baiknya teman duduk adalah buku. Jadi, sempatkanlah untuk membaca walaupun sedikit. Biar terbiasa membaca ya salah satu caranya adalah bawa buku. Walau sekarang gak terlalu berlaku sih karena udah ada gadget yang bisa dimanfaatkan untuk baca e-book. Hehehe. Kalau saya pribadi sih lebih suka tetap bawa buku yang berupa fisik. Lebih afdol aja kayaknya. Hahaha

Sekarang-sekarang ini, saya lagi gandrung baca novel Arab. Kemana-mana nenteng novel tebal berbahasa Arab. Sampai-sampai seorang teman ngeledekin kalau saya kerjaannya belajar melulu. Padahal saya gak pernah menganggap baca novel Arab adalah sebuah keharusan sebagai akademisi (ceile) yang berkecimpung di Kajian Timur Tengah. Saya menganggap baca novel Arab itu seperti hiburan. Sama halnya saat saya membaca novel Indonesia dan novel-novelnya Om Dan Brown. Syukur-syukur juga sih kalau-kalau ada 'sesuatu' yang ditemukan saat proses membaca itu. Hehehe. Semacam pepatah 'Sambil menyelam minum air'.

Di Indonesia sendiri memang banyak sekali novel Arab yang sudah diterjemahkan. Tapi, tetap saja sensasinya beda. Taste 'Arab'nya udah menguap entah kemana. Ditambah lagi bahasa terjemahannya yang kacau balau nggak beraturan. Bikin yang baca nggak bisa berimajinasi. Padahal salah satu kenikmatan membaca ya kenikmatan saat  berimajinasi itu. Tul kan??


Saturday 18 April 2015

Gila Novel Arab

Ini sudah bulan April 2015!! Ya ampun! Udah lama sekali saya tidak 'nyampah' di blog ini. Soalnya terakhir nulis ya di bulan Februari. Itu pun bisa dibilang jarang banget. Akhir-akhir ini, saya lagi keranjingan baca novel Arab asli bahasa Arab. Maksudnya, ya novel Arab yang belum ada terjemahan Indonesianya. Pusing sih karena kemampuan bahasa Arab saya yang masih di bawah standar banget. Untungnya sih ada tab yang saya lengkapi dengan aplikasi kamus bahasa Arab. Jadi ya bisa baca novel sambil jalan atau tidur-tiduran tanpa harus buka-buka kamus Arab yang tebal banget itu. Tips lainnya, ya sebelum baca, kita harus lihat review novel tersebut. Biar ada sedikit bayangan dan biar bikin gak cengok. Bab pertama adalah bab yang bikin nyesek banget sampai pengen nangis arena rasanya susah banget. Saya anggap baca bab 1 itu adalah adaptasi. Setelah bab 1 bisa dilampaui, jadi asyik sendiri bacanya walau makan waktu agak lama dari baca novel Indonesia. Maklum bahasa Arab kan bukan bahasa ibu kita. Hehehe

Walau susah banget, tapi rasanya lebih seru daripada baca novel Arab yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dulu, saat saya belum mencoba untuk 'memaksakan' diri baca novel yang versi Arab, saya gak dapat 'feel' dari novel terjemahan yang saya baca. Hayalan saya gak bisa jalan apalagi kalau bahasa terjemahannnya acak kadut. Beda dengan terjemahan novel-novel Om Dan Brown yang emang yahud. Sekarang, mulai gandrung deh baca novel Arab walau tersendat-sendat. Saking gandrungnya, saya sering searching seputar novel-novel Arab. Lihat gambar-gambar barisan novel yang berjejer di rak toko buku dan tumpukan buku di Book Fair negara-negara Timur Tengah macam Mesir. Gambar-gambar itu sering bikin saya envy dan berangan-angan datang ke sana untuk menjelajahi seluruh toko buku, borong novel dan antologi puisi.


Sekarang cukup ngiler-ngiler lihat gambar di Paman Google. Untungnya sih banyak link free download yang memudahkan kita untuk memiliki koleksi novel ataupun antologi puisi Arab. Tapi, ya rasanya tetap ada kepuasaan tersendiri kalau bisa punya yang asli. Ah. Semoga suatu hari saya benar-benar bisa mengunjungi Timur Tengah walau kawasan tersebut kerjaannya perang mulu. Hehe... Sekarang saya lagi membaca novel Granada. Novel ini adalah seri pertama dari novel Trilogi Granada. Awal mula baca, hmm ya ampun!!! gemes! karena gak ngerti. Tapi setelah melewati bab 1 dan mengisi repertoar dengan review buku dan sejarah runtuhnya Andalusia, jadi sedikit-sedikit mengerti deh dan gak mau lepas dari novel itu. Pengennya bacaaa terus. Tapi harus ditahan, mengingat banyak kerjaan lain yang harus ditunaikan.


Granada ini seru banget soalnya ngomongin tentang Andalusia yang terkenal keeksotisannya. Bahasa yang digunakan dalam novel ini juga bagus hingga kita bisa menikmati hayalan kita terbang ke Andalusia dengan keindahan alamnya, dengan Sungai Genil, Istana Alhambra, tata letak pedesaannya, dan arsitektur bangunan di sana yang khas. Selain menikmati keindahan tersebut, kita akan disuguhkan cerita seputar jatuhnya Andalusia ke tangan Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella. Rasa-rasanya saya terhanyut dalam kesedihan, ketakutan, kekhawatiran penduduk Granada. Ah! Jadi pengen lanjut baca lagi. Penasaran banget. Tapi apa daya masih ada beberapa tugas yang harus dirampungkan.

Thursday 12 February 2015

My Baby Part Two

Apakah ini normal?
Tadi malam tiba-tiba saja saya bermimpi tentang penelitian yang akan saya angkat untuk calon My Baby alias Thesis saya. Rasa-rasanya tadi malam saya bak Robert Langdon yang sedang menyambungkan satu demi satu persatu peristiwa untuk mendapatkan benang merahnya. Mungkin ini akibat baru dapat pencerahan dari seorang dosen yang sering dan tentunya asyik untuk diajak berdiskusi tentang penelitian sastra (nama dosen disamarkan hehe). 

Yap. Kemaren beliau memberikan masukan buat saya. Tulisan saya nanti, tidak hanya sekedar memaparkan sejarah tentang pergerakan mahasiswa di dalam novel, tetapi lebih pada apa yang menyebabkan pergerakan mahasiswa atau revolusi itu terjadi. Saya akan mencoba menguraikan vision du monde (celiee pakai bahasa aneh-aneh) alias pandangan dunia si pengarang, yang berkedudukan sebagai anggota dalam sebuah masyarakat, tentang pergerakan mahasiswa pada masanya. Singkat kata, ini dinamakan Teori Srukturalisme Genetik-nya Lucian Golmann. Tapi, saya tidak menggunakan fakta sejarah, saya akan masuk melalui ilmu politik. Jika hanya memaparkan kesamaan antara fakta sejrah dan fakta di dalam novel sudah biasa (kata beliau). Makannya, saya diminta untuk melihat sisi lain dari pergerakan mahasiswa tersebut dan salah satunya ya adalah masalah pemicu pergerakan tersebut (ok! Saya anggap ini challenge lagi). Hayyah... menerangkan ini saja sudah belibet. Mungkin karena memang belum masuk kelas Metode Penelitian Sastra deh ya.  

Kadang saya mikir kalau saya ini orangnya terlalu serius mikirin pendidikan sampe-sampe kebawa mimpi. Padahal kan ini masih awal (bahkan belum masuk kelas) semester dua. Belum waktunya nyusun Thesis ataupun ngambil mata kuliah Seminar Proposal. Masih awal-awal semester dan masih waktu untuk hura-hura. Hadeuh. Tapi biarlah... I don't care what they say. Hahaha. Yang terpenting, saya menikmati dan enjoy banget dengan proses ini. Apalagi duduk sebelah orang-orang yang lagi sibuk ngerjain thesis. Hehehehe.


Thursday 5 February 2015

My Baby

Entah kenapa saya sangat menyukai pribahasa "Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Mungkin karena saya percaya bahwa setelah kita berusaha dengan keras dan sungguh-sungguh, maka insyaallah kita akan mendapatkan hasil yang baik. Saya yakin itu.

Dalam jangka pendek ini, saya ingin sekali mulai menyusun calon baby saya, yaitu Thesis. Jadi, ya saya harus bekerja lebih keras dan keras lagi. Harus bersungguh-sungguh dan membaca banyak literatur. Walau kata orang menamatkan Magister itu mustahil untuk ditempuh dalam dua tahun pas, namun saya harus yakin kalau saya pasti bisa. Bukannya saya buru-buru dan tidak ingin berlama-lama menuntut ilmu, tapi saya rasanya tidak tega dibiayain melulu sama orang tua. Lagian, saat kita mengerjakan proposal Thesis dan terus menulis, rasanya itu sama dengan belajar terus menerus tanpa kita sadari. Ya. belajar tidak hanya melulu di ruang kelas kan.

Demi mewujudkan itu semua, pastinya harus "bersakit-sakit dahulu" ya. Hehe. Di saat yang lain pulang untuk menghabiskan liburan, saya harus tetap ngendon di perpustakaan sambil mantengin huruf demi huruf dalam bermacam-macam literatur, yang alhamdulillah kebanyakan tidak menggunakan bahasa Indonesia. Hahaha. Tapi apapun itu, ya harus saya jabanin dan jangan sampai mengeluh. Mungkin saja, saat kita membaca literatur dalam bahasa asing, maka tanpa disadari kemampuan bahasa kita akan bertambah. Lagian, toh saya masih bisa bersenang-senang dengan teman-teman yang mukim di Jogja. Makan di Prasojo, Makan es krim di Mirota sambil belanja bulanan, nonton film, bahkan tidur di perpustakaan adalah hiburan yang rasanya cukuplah untuk refreshing jiwa raga.

By the way, untuk calon Baby kali ini, saya jauhhh banget move on-nya. Kalau dulu saya meneliti puisi, sekarang saya men-challange diri saya untuk meneliti prosa Arab, berupa novel, dengan teori yang tentu saja berbeda dengan teori skripsi. Dua penelitian ini mungkin memiliki pesona tersendiri. Saat skripsi dulu, saya baru menentukan objek penelitian pada semester 6. Artinya, saya harus ngebut untuk membaca objek penelitian saya. Untungnya objek penelitian saya berupa puisi yang lebih ringkas untuk dibaca dan diartikan walau akhirnya pusing-pusing ria memaknai bahasa puisi. Maklumlah, dalam segi bahasa puisi kan memang jawaranya.

Kali ini, kayaknya gak bisa deh menentukan objek penelitian di semster 3 atau semester 4 awal apalagi kalau mau meneliti prosa terutama novel. Walau bahasanya tidak seindah puisi, namun butuh waktu lama untuk membacanya. Apalagi jika penulis novel tidak terlalu dikenal di Indonesia macam Nawal Sa'dawi, Najib Kilani, Najib Mahfudz, ataupun Taufiq al-Hakim. Ditambah lagi, tidak ada versi terjemahan berbahasa Indonesia yang lumayan memudahkan kita untuk mengetahui isi novel tersebut. Jadi, mau gak mau harus berusaha keras mulai saat ini.  Mumpung libur sebulan, bolehlah ya dimanfaatkan untuk mulai membaca.

Dan... insyaallah calon Baby kali ini adalah novel Arab berjudul Faraj yang ditulis oleh seorang penulis perempuan bernama Radhwa Ashour. Sayangnya, beliau baru saja meninggal dunia pada akhir tahun 2014 lalu (segitu saja perkenalannya. Kita sudah tidak di zaman romantik lagi soalnya hehe). Faraj ini menceritakan tentang seorang anak perempuan blesteran Mesir-Prancis bernama Nada Abdul Qadir. Ia banyak mengalami masa-masa pahit dalam hidupnya, mulai dari penahanan ayahnya yang seorang anggota Ikhwanul Muslimin, perceraian kedua orang tuanya, lika-likunya sebagai aktivis kampus, dan lain sebagainya. Novel ini berlatar Mesir pasca revolusi dan Prancis pada masa kerusuhan Mei 1968. Insyaallah, novel ini akan dibedah dengan Strukturalisme Genetik atau Sosiologi Sastra. Ini challange lagi bagi diri saya. Jujur, saya masih agak awang-awang dan rasanya tidak menguasai teori tersebut. Tapi saya akan terus mencoba dan mencoba. wish me luck!

 

Wednesday 4 February 2015

Menulis (Lagi)

Tiba-tiba teringat nasihat Bu Zulfa dua tahun lalu tentang pentingnya menulis jika melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister dan jika ingin menjadi seorang dosen. Dan sampai detik ini, belum ada satu pun mahakarya yang saya tulis kecuali makalah abal-abal pas ngisi simposium Festival Kebudayaan Arab dan makalah hasil tugas-tugas kuliah. Astagfirullah!! Saya tersadar kembali karena lalai menjalankan nasihat Bu Zulfa itu. Parah!

Tampaknya saya harus sedikit "memaksa" diri saya untuk kembali menulis khususnya menulis karya, yang sedikit ilmiah. Hahaha. Untuk pemanasan, saya akan mencorat-coret lagi halaman blog ini deh kayaknya setelah vakum dalam waktu yang sangat panjang. Apalagi seorang teman menawarkan saya untuk memuat tulisan saya di sebuah website yang dikelolanya. Mungkin saja, dengan itu tulisan saya akan lebih berkembang dan berkembang lagi. Ayoo semangat menulis lagi!!!

Selamat menulis!

Tuesday 3 February 2015

Bangga Berdarah Minang

Hai hai Rihai...

Ini adalah posting pertama di tahun 2015, I guess. Cukup lama sekali banget nian saya tidak posting secuil tulisanpun. Benar-benar parah. Mumpung liburan, jadi bolehlah digunakan untuk posting di blog ini lagi dengan, tentu saja, memanfaatkan Wifi gratis perpustakaan pusat Kampus Biru. Oh ya, ngomongin tentang perpustakaan, perpustakaan itu adalah tempat yang paling saya sukai apalagi perpustakaan pusat Kampus Biru. Fasilitasnya lengkap banget. Mulai dari kebutuhan buku bahkan sampai kebutuhan listrik buat nge-charge laptop dan juga kebutuhan perut yang kadang keroncongan karena kelamaan mikir. Kadang-kadang tempat ini bisa jadi "kos ekslusif", alias tempat tidur siang yang dilengkapi fasilitas pendingin udara, toilet bersih, Wifi, dan sofa empuk yang gak kalah empuk dari kasur busa. Hehehe. Parah. Jadi, hampir setiap hari, pasti saya berkunjung ke perpustakaan. Yah kecuali hari Ahad dan hari besar sih ya.

Suatu kali, penjaga perpustakaan pernah negur saya dan bertanya menagapa saya sering sekali terlihat di perpustakaan. Saat ditanya begitu saya cuma senyum mesam-mesem. Dalam hati sih, saya mau bilang kalau saya sesungguhnya adalah hantu penunggu perpustakaan ini. Haha. Gak ding! Itu bukan alasan sesungguhnya. Selain saya memang suka lihat gundukan buku yang berjajar dalam rak-rak, saya juga sengaja memanfaatkanseluruh fasilitas yang disediakan dari mulai hal remeh seperti fasilitas "ngadem" dari sengatan mentari sampai fasilitas komputer penelusuran yang kecepatannya bagai kecepatan motor Valentino Rossi. 

Sebenarnya sih, saya berusaha memanfaatkan semua fasilitas ini karena saya berpikir saya akan merugi kalau tidak memanfaatkan semua fasilitas yang diberikan itu. Yaiyalah... secara uang SPP saya mencapai angka 8 Juta. Bayangin aja! Kalau dibelikan kacang goreng, udah dapat berapa truk. Hehehe. Jadi, biar tidak merasa dirugikan, ya saya harus menggunakan fasilitas yang dihidangkan. Di perkuliahan, saya harus ikut perkuliahan dengan sungguh-sungguh. Saya harus memanfaatkan waktu untuk bertemu dosen dan konsultasi tentang hal-hal yang tidak saya pahami, khususnya tentang calon Tesis saya kelak. Saya juga harus bersungguh-sungguh mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen (yah... walau kemaren sebenarnya saya agak merugi karena satu tugas yang tidak saya kerjakan dengan sungguh-sungguh sih). Di samping itu, seperti yang sudah saya katakan, saya harus memanfaatkan fasilitas kampus yang diberikan. Ya fasilitas yang saya rasakan yaitu perpustakan pusat dan seisinya. Jadi harus saya manfaatkan sesering mungkin biar saya gak rugi bayar 8 juta. Hahahahahaha.

Teman: Segitu amat mikirnya lu Nta. Emang bener-bener orang Minang. Ogi! Ogah rugi
Saya cukup mesam-mesem saja.

Yap gak mau RUGI. Kata orang itu salah satu sifat yang sangat melekat dalam darah orang Minang selain stereotipe negatif lainnya seperti bossy, keras, cerdik, dan ehmm mata duitan sampai-sampai dikasih julukan Padang Bengkok (walau saya sendiri tidak mengerti artinya sampai saat ini). Tapi, saya bangga dalam diri saya ada darah Minang yang membuat saya punya sifat tidak mau rugi ini. Hahahaha... setidaknya dengan sifat ini, saya merasa bertanggungjawab atas amanah orang tua yang memberikan saya kesempatan untuk menuntut ilmu lagi di jenjang master. Yap... saya rasa, saya harus harus wajib memanfaatkannya sebaik-baik mungkin. hingga saya lulus, bekerja, dan membahagiakan kedua orang tua walau saya yakin jasa mereka tidak pernah akan cukup jika dibalas dengan materi semata. I love you, Mama Papa full!


 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang