Thursday 26 November 2015

Teruntuk Teman

Siang itu Jogja kembali romantis dan syahdu. Titik-titik hujan mulai menyapa pepohonan satu persatu dan merayap mengendap-endap di kisi-kisi jendela berkaca biru. Entah apa yang harus kukatakan. Aku hanya bisa terdiam menerima kenyataan. Kenyataan yang mungkin tak kuinginkan. Tapi satu yang pasti, aku adalah manusia yang menghormati kejujuran. Lebih baik jujur yang menyakitkan daripada bahagia yang terbangun karena kebohongan. Terima kasih kuhaturkan untuk seluruh kejujuran.

Manusia memang makhluk lemah. Tempatnya lupa dan salah. Termasuk diri ini dan juga dirimu, teman. Tapi, manusia berhak mendapat kesempatan kedua. Bukankah Tuhan yang Kuasa saja mengampuni hamba-Nya? Apalagi kita yang lemah dan bukan apa-apa dibandingkan Dia. Yang terpenting adalah penyesalan yang terdalam dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Yang tak kalah penting juga adalah penerimaan terhadap mereka yang bertaubat dan menyesal atas kesalahannya. Sebagai manusia yang berstrata sama di hadapan-Nya, bukan hak kita untuk menghakimi kesalahan mereka. Tugas kita hanya menggenggam jemari mereka agar tidak terjatuh ke lubang yang sama. Begitulah seharusnya muamalah sesama manusia.

Manusia itu penuh cela. Tak habis-habis bila dirincikan kata perkata. Namun di sisi lain, manusia memiliki segudang kebaikan yang terkadang tertutup begitu saja karena noktah kecil noda. Begitu juga aku dan kamu. Cela kita tak kan pernah habis, tapi berhentilah sejenak untuk membersihkan noda. Lihatlah berlian yang terkubur di dalam kubangan lumpur hitam pekat.

Hei teman! Kamu mungkin menganggap dirimu tidak layak berteman denganku. Terpuruk dalam penyesalan kisah masa lalumu. Menganggap remeh dirimu bahkan terkesan tidak percaya pada kebaikan yang tersimpan di dalam jiwamu. Mari kita lupakan keburukanmu! Bagiku, kamu adalah seorang teman yang mengajarkan arti tegar. Jika aku berada di posisimu, mungkin aku tidak setegar jiwamu. Mungkin aku malah terpuruk dan menyalahkan Tuhan yang sejatinya adalah tempat kita mengadu. Di saat teman sebayamu masih hura-hura dengan harta orang tua, kau memutuskan untuk bekerja demi keluarga tercinta. Merasakan sakitnya terhina dan mungkin bahkan terlunta-lunta. Mungkin jalanmu memang terjal, mungkin jalanmu memang penuh dengan duri. Ini bukan karena Tuhan murka padamu, malah sebaliknya karena Tuhan menyayangimu dan ingin menjadikanmu hamba-Nya yang akan selalu memuja kebesaran-Nya. Jangan pernah merendahkan dirimu. Jangan pernah lagi. Karena kita sama di hadapan-Nya.

Hei teman! Semoga kamu tak kan pernah lelah untuk berjuang mendapatkan sesuatu yang kamu yakini harus kamu perjuangkan. Jangan pernah lelah memperbanyak sujudmu pada-Nya. Jangan pernah bosan untuk mengadukan segala kesahmu kepada-Nya. Tetap berjuang, berdoa, dan berserah pada Dia, Sang Penguasa hati Manusia. Wish you all the best. Semoga Tuhan selalu meringankan setiap langkahmu dan melapangkan masalah-masalahmu.

0 komentar:

Post a Comment

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang