Monday 29 October 2012

Kata Kajol

If you are a women, then you are a mom type because every girl has this mom formula hidden in her as soon as she born. Career women, like you, forget this. But when the time comes, you will remember everything (We Are Family).

Itu kalimat yangaku kutip dari salah satu scene film We Are Family. Kalimat yang bagus dan ngena banget. Bener juga ya kalo naluri keibuan itu telah ada dalam diri seorang wanita semenjak ia lahir. Mungkin terkadang, ia lupa karena terlalu sibuk dengan dunia yang digelutinya. Namun, jika saatnya tiba,dia akan ingat semuanya. Indahnya menjadi seorang wanita. Aku bersyukur untuk itu.


Sunday 28 October 2012

Hymne: Peraturan

Hari ini masih saja irama hymne "Oh Ponndokku" mengalus dari MP3 handphone. Beribcara tentang pondok, otomatis tak kan bisa lepas dari yang namanya peraturan. Aku jadi teringat dengan keponakan ibu kos yang membatalkan niatnya masuk pondok karena ada peraturan bahwa di pondok para santriwati tidak diperkenankan memakai handphone. 

Itu hanya sebagian peraturan, kawan. Peraturan memang sekilas tampaknya memberatkan, menyulitkan, dan mempersempit kebebasan kita. Namun, apa yang terjadi jika tak ada peraturan di muka bumi? Semua pasti akan menjadi kacau balau dan manusia tak kan ada yang menghormati, menghargai, dan tenggang rasa satu dengan yang lainnya. Peraturan itu untukkebaikan kita sendiri kok.

Aku pribadi menghargai peraturan pondok yang berlaku. Kadang menyebalkan sih, namun aku berusaha memandang peraturan dari sudut pandang berbeda. Aku mencoba berpikir positif pada setiap peraturan. Contohnya adalah peraturan penggunaan bahasa Arab dan Inggris. Bayangkan saja jika peraturan itu tidak ada! Pasti para santri tak akan pernah mempraktekkan bahasa yang dipeajari sehingga mereka tidak akan pernah berani berinteraksi dengan bahasa tersebut.

Peraturan lain misalnya adalah diarang menggunakan handphone. Zaman sekarang yang namanya handphone sudah merajalela di masyarakat kita. Tua muda, kaya miskin semuanya punya handphone. Bahkan anak TK nol kecil saja sudah dibelikan handphone canggih. Handphone itu bagai obat candu. Sekali melirik layarnya, maka kita akan lupa dengan dunia nyata di sekitar kita. Kita pasti akan berkutat dengan benda itu. Dan akhirnya kita malas melakukan hal-hal nyata karena hanya berkutat dengan handphone  di tangan. Bayangkan saja jika seluruh santri di paondok membawa handphone! Pasti mereka tidak akan pernah berinteraksi satu dengan yang lain. Mereka hanya sibuk dengan diri mereka dan handphone mereka. Mereka mungkin lebih memilih bermain dengan benda itu ketimbang mengikuti kegiatan-kegiatan mengasyikkan yang disediakan seperti pramuka, pidato, olah raga, musik, dan organisasi lainnya. Kegiatan itu memang tampaknya sepele, namun sebenarnya sangat berarti di kemudian hari.

Aku sangat menghargai peraturan pondok walau terkadang tak jarang aku langgar. Namun, ada satu peraturan yang masih sulit aku terima, yaitu para santri tidak boleh membaca dan menulis karya sastra. Itu peraturan saat aku masih mondok dulu. Aku suka membaca novel ataupun kumpulan cerpen. saat kelas1 sampai kelas 3, kami masihdiperbolehkan membaca novel ataupun kumpulan cerpen asalkan bertema islami, seperti karya Asma Nadia, Ari Nur, Izzatul Jannah, dan Pipit Senja. Tak masalah, peraturan ini masih bisa ditolerir. Setelah naik ke kelas 4 (sederajat dengan 1 SMA), ada peraturan baru, yaitu tidak boleh membaca karya sastra walau bertema islami. Sedih sekali rasanya. Untungnya masih ada cerita bersambung yang berjudul "Ayat-Ayat Cinta" di koran Republika saat itu. Jadilah cerbung itu sesuatu yang selalu kami nantikan kehadirannya sebagai pelipur lara akibat tak bisa membaca karya sastra. 

Lain halnya dengan peraturan dilarang menulis. Saat itu, aku baru seorang calon santriwati. Seorang teman sekamarku gemar sekali menulis cerpen. Cerpen itu ditulis di sebuah buku tulis isi 40. Tiap hari, ketika waktu senggang, dia terus menulis. Tulisannya berkisar pada cerita cinta dan persahabatan anak ABG. sesuailah dengan umur kamisaat itu. Suatu sore, aku duduk di sebelahnya menemaninya menulis. Tiba-tiba, seorang ustadzah lewat dan merebut buku tulis itu. Temanku diam saja, termasuk juga aku. Aku hanya diam.Takut dan heran. 

Ah andaikan aku punya kekuatan... ingin rasanya aku menghilangkan dua peraturan itu. Tak masalah jika para santri gemar membaca karya sastra atau menulis. Mungkin saja, kelak mereka jadi penulis handal yang melahirkan tulisan-tulisan bagus dari pondok. Semoga saja, peraturan itu kini tak lagi ada. Semoga saja, novel karya A. Fuadi menginspirasi para santri dan para pengurusnya untuk menghapus peraturan itu. Amiin.
Aku merindukan pondokku....

Wednesday 24 October 2012

Romantisme

Ini mungkin kali keseribunya aku menonton film Bollywood yang berjudul "Ghajini". Film ini rupanya memberi kesan tersendiri bagiku. Kesan tersebut kudapatkan dari dua karakter dalam film ini, yaitu Sanjay Singhania (Aamir Khan) dan Kalpana Shetty (Asin Thottumkal). Kesan itu berupa arti romantisme. Romantisme itu tidak hanya ditunjukkan dengan perhatian berlebihan dan kontak fisik saja. Romantisme itu  ya bisa ditunjukkan dengan saling menyemangati satu sama lain, saling menguatkan, saling menghormati, saling menghargai, dan saling memberi perubahan ke arah yang lebih baik. Itulah romantisme, kawan.

Tuesday 16 October 2012

Hymne: Tong Seng

Instrumen hymne "Oh Pondokku" masih mengalun syahdu mengingatkan aku dengan sesuatu. Aku teringat tong seng. Namun, tong seng ini bukan tong seng gulai khas Jawa itu. Tong seng ini nama suatu tempat di area tempatku mondok dulu. Tong seng ini adalah deretan kamar mandi panjang berdinding seng dan baknya dari tong. Maka, jadilah kami menyebutnya tong seng.

Walau sederhana dan bukan merupakan tempat terkenal, tong seng ini punya tempat khusus di hati. Bagaimana tidak? Tong Seng ini bisa dibilang saksi bisu yang menyaksikanku menangis untuk pertama kalinya karena pisah dari orangtua untuk mondok selama 6 tahun lamanya. 

Aku ingat benar hari itu. Saat banyangan mama sirna dari pandangan, aku langsung sedih ingin menangis. Aku langsung masuk kamar dan mengambil baju ganti, handuk, dan alat mandiku. Setelah itu, aku menuju tong seng, masuk ke dalamnya dan mandi sambil menangis sejadi-jadinya. Selesai mandi di tong seng, hilang sudah rasa sedih itu. Kenapa harus sedih ya? Toh semua orang di sekitarku senasib denganku semua; sama-sama jauh dari orangtua.

Saturday 13 October 2012

Baca Novel (Lagi)

Asyikkkk! Dua hari ini memang asoy geboy. Kembali ke rutinitas awal sebelum sibuk-sibuknya ngerjain skripsi, yaitu baca novel. Hehehe. Aku benar-benar merindukan saat-saat itu. Seharian di dalam kamar meringkuk membaca banyak novel dan mengimajinasikan wajah tokoh dan latarnya dalam pikiran. Apalagi kalo hari hujan, semakin nikmatlah acara baca novelku itu. Hidupin kipas, selimutan, dan meringkuk membaca novel. Tampaknya aku memang merindukan kegiatan ini. Mungkin karena kegiatan ini pernah lama terhenti karena aku harus banyak baca buku teori penelitian sastra dan buku-buku acuan yang serius dan nggak bisa dibuat menghayal.

Dulu, aku seneng banget baca novel bertema cinta gitu. Kayaknya seru dan bikin haru. Tapi, semenjak kejadian 'cinta bertepuk sebelah tangan' itu, aku lebih memillih novel-novel misteri, petualangan, dan detektif, seperti The Lost Symbol, Sherlock Holmes, The Last Supper, dan The Grail Conspiracy. Rasanya seru aja mengimajinasikan petualangan-petualangan seru tersebut. Menjelajahi Gedung Capitol, White House, Baker Street, atau bahkan memikirkan keindahan kota Milan. Novel-novel bertema ini cocok banget untuk ngilangin galau akibat kasih tak sampai deh.

Akhir-akhir ini, aku malah tertarik baca novel yang bertema rumah tangga. Hehehehe. Mungkin emang saatnya aku ganti selera ya? Ya anggap aja untuk pelajaran di masa depanku kelak.Hehe. Salah satu, eh salah dua yang kusuka adalah Quarter Life Dilemma, C'est La Vie, Test Pack, dan Alpha Wife. Yang terbaru ya yang terakhir. Aku suka sama tema ceritanya yang mengusung tentang alphawife. Sekarang kan jaman tuh masalah alpha wife dalam rumah tangga. Aku kira, aku perlu sedikit tahu tentang masalah ini.

Friday 12 October 2012

Asal Mula

Jika ditanya seberapa sukakah aku sama pilem Bollywood. Mungkin aku akan menjawab bahwa aku suka pilem Bollywood kayak mereka yang lagi kena deman Korean Wave gitu. Tapi bedanya, aku nggak bakal tereak-tereak kalo ketemu ama aktor atau artis favoritku (sadar umur).

Awalnya, dulu aku nggak suka pilem India. Pertamanya sih karena dilarang sama emak nonton pilem India soalnya adegannya "ngeri". Ya sudah, saya nggak pernah suka sama pilem India. Waktu masuk pesantren, ternyata lagu India adalah sesuatu yang wajib dalam acara-acara penting pesantren, sebut saja acara Apel Tahunan, Drama Arena, dan Panggung Gembira, semacam pentas seni gitulah kalo di SMP ato SMA. Apalagi teman-teman sekamar sering "mencekoki" aku dengan cerita-cerita pilem India. Mulai dari Kuch Kuch Hotahai, Mohabbatain, Khusi, Mann, dll deh. Namun, saat itu aku masih belum tertarik, aku cuma suka dengerin lagunya aja. Itupun karena sering diputar waktu latihan nari. 

Waktu semester 1, akhirnya aku nonton Kuch Kuch Hotahai. Itu pilem India pertama yang aku tonton (Halo??!! Kemana aja guweh? Baru nonton Kuch Kuch Hotahai waktu semester 1). Tapi, aku belon tertarik sama pilem India. Kok ceritanya gitu-gitu aja dan ada nyanyi-nyanyinya yang panjang plus bikin ngantuk. Akhirnya, aku memutuskan kalo aku nggak suka pilem India sampai bermunculanlah pilem India tahun 2000-an, kayak Slumdog Millionaire, My Name is Khan, dan 3 Idiots. Awalnya sih sempat underestimate sama pilem-pilem tersebut. Eh ternyata pilem-pilemnya bagus-bagus banget. Setelah nonton 3 pilem tersebut, akhirnya aku keranjingan cari info seputar pilem India tahun 2000-an. Ternyata bagus-bagus dan penuh dengan pesan. Oh ya. Pertama sih kurang suka sama adegan nyanyi dan narinya, tapi lama kelamaan, aku nikmati juga. Malah aku bela-belain download lagu-lagunya hehe. Pilem India tanpa adegan nyanyi dan nari kayakny sama dengan sayur tanpa garam ya.

So... bener juga kata orang, Don't Judge the book by it's cover.Hehe. Enjoy dan nikmati pilem India. Nggak bakal nyesel kok.

Thursday 11 October 2012

Sekseehh

Akhirnya aku terbujuk dengan rayuan pulau kelapa, eh salah, maksudnya rayuan maut temenku untuk nonton     pilem di bioskop. Pertamanya sih, aku nggak pengen ikut, berhubung isi kantong menipis dan capek karena seharian nguruusin naskah skripsi. Tapi, dipikir-pikir, bolehlah sekali-sekali menghibur diri pergi nonton ke bioskop. Kali ini pilemnya dipilihin sama teman. Judulnya "Looper" (Bukan loper koran ya!). 

Ceritanya tentang pembunuh bayaran yang membunuh orang-orang yang dianggap mengganggu dari masa depan. Pilemnya lumayan menegangkanlah walau agak harus mikir untuk mencerna ceritanya. Yang penting, kali ini aku nggak menyia-nyiakan dua puluh llima ribu untuk beli tiket. Pasalnya, dulu aku pernah trauma nonton pilem di bioskop. Udah bayar mahal-mahal, eh akunya malah tidur pulas. Ckckckckckck. Kalo mo tidur, ngapain di bioskop ya?Tapi yang paling berkesan ya itu, si Joseph Gordon Levitt yang menjadi peran utama. Dia seksi banget dengan potongan rambut kayak gitu. Dan satu lagi, bibirnya juga seksehhhh. Beuhhh. Ckckckcckckck.Semoga ada lanjutannya nih pilem. Rodo ngegantung sih. Tapi like this lah.


Wednesday 10 October 2012

Pasti Ada Hikmah

"Abis lulus mau kemana, Shin?" Tanya Bu Mahmudah, dosenku, saat menemani beliau beli snack.
"Saya pengen lanjut S2, Bu" Kataku bersemangat. Aku memang pengen lanjut S2. Aku memang masih punya keinginan besar untuk mendalami sastra Arab. Aku masih ingin lagi meneliti karya sastra Arab dengan teori-teori  kritik sastra yang lebih tajam ketimbang yang aku dapatkan di S1. Rasanya  nama Nizar Qabbaniy masih mengelilingi otakku. Tanganku juga gatal untuk mencari-cari dan memborong karya-karyanya yang lain dan membacanya. Nanti aku ingin mengulas tentang Nizar Qabbaniy lagi dalam tesisku, mungkin dengan semiotik lagi atau teori kritik sastra yang lain, seperti kritik sastra feminis. Namun, aku sadar bahwa biaya S2 itu nggak murah. Sebentar lagi adekku juga masuk kuliah. Mama juga sedang S2. Papa? Aku sudah bertekad tidak akan memberatkan beliau.

"Bagus kalau kamu mau melanjutkan kuliah. Coba cari beasiswa. Tanya-tanya sama temanmu. Kemaren kan ada anak Sastra Arab yang dapat beasiswa unggulan," Suara Bu Mahmudah memecah lamunan.
"Iya, Bu" Kataku sambil mengangguk setengah hati teringat bahwa temenku yang dapat beasiswa itu agak terkenal pelit ilmu dan informasi, apalagi info beasiswa.

Beasiswa ya? Siapa yang gak pengen dapet beasiswa? Aku juga pengen dapet beasiswa seperti mereka. Aku juga nggak pengen kale ngeberatin beban orangtuaku yang harus ngeluarin banyak biaya. Tapi aku kepalang antipati sama yang namanya beasiswa. Beasiswa itu nggak jelas. Dulu ada penawaran beasiswa BOP intinya beasiswa itu ditujukan untuk mahasiswa yang IP-nya bisa dibilang gedelah. Dengan semangat 2012, aku ikut apply beasiswa itu dan sangat berharap banget karena saat itu, IP-ku lagi hot-hotnya, Lumayanlah ngalahin teman seangkatanku yang langganan IP tinggi. Namun, ternyata oh ternyata, aku nggak dapat beasiswa itu. Malah teman-temanku yang IP-nya di bawahku yang pada dapet. Haduhh. Makjleb rasanya hati ini!

Terus waktu biaya kuliah membengkak karena harus bayar uang KKN, aku juga ikut apply beasiswa lagi. Kalo dapet ya lumayanlah, beban orang tua bisa terkurangi. Ternyata sama saja. Hasilnya mengecewakan. Ini lebih parah! yang dapat malah kakak-kakak angkatan yang notabene cuma tinggal nyusun skripsi doank. Harusnya lebih baik beasiswa itu dialirkan kepada mahasiswa yang masih banyak menanggung beban SKS, dan saat itu plus beban biaya KKN.

Belon lagi beasiswa yang ditujukan untuk mahasiswa kurang mampu. Kayaknya beaasiswa itu perlu diperhatikan dan ditinjau ulang lagi deh. Harus jelas kategori "MISKIN" itu yang bagaimana. Apakah orang yang tiap hari pulang pergi pakai motor, bawa laptop, dan bisa liburan ke Malaisya dan Singapura itu bisa dikategorikan miskin?? Hal yang seperti ini banyak sekali terjadi. Harusnya calon penerima beasiswa ini   menjalani penghitungan kekayaan orangtua kayak calon presiden gitu biar jelas dan nggak ada yang terdzolimi. Kasihan kan sama yang benar-benar membutuhkan beasiswa itu, malah nggak dapat.

Sempat ada kekhawatiran kalo seandainya nanti aku apply beasiswa lagi lalu ternyata hasilnya mengecewakan lagi. Mungkin aja kategori calon penerima beasiswa S2 itu nggak jelas lagi kayak beasiswa yang sudah-sudah itu."Astagfirullah. Ampuni Aku Tuhan. Tersadar, aku berburuk sangka lagi kepada-Mu." 

Semoga ada hikmah di balik semua susah. Aku yakin Tuhan menyiapkan sesuatu yang lebih besar dan lebih menyenangkan daripada beasiswa yang dulu-dulu itu, asal aku selalu usaha dan selalu mengiringi usaha tersebut dengan doa. Where there is a will, there is a way. Aku harus tetap semangatdan yakin bahwa aku bisa lanjut kuliah. Semangat! Semangat! (sambil ngepalin tinju kanan ke udara)

Sunday 7 October 2012

Beda

Mengapa perbedaan selalu menjadi perselisihan?
Mengapa perbedaan menciptakan kebencian?
Apakah ada yang salah dengan perbedaan?

Mengapa kau dan aku tak bisa bersatu
hanya karena kita berbeda suku?
Omong kosong apa itu?

Tak ada suku yang lebih baik
Semua sama rata, sama baik
Harusnya perbedaan itu untuk saling melengkapi
Bukan untuk saling memusuhi
apalagi mencaci maki.

Thursday 4 October 2012

Rumah Puisi


Nanti, kau tak perlu mengajakku berbulan madu ke Bali

apalagi ke Pantai Senggigi
Cukup ajaklah aku ke Rumah Puisi
di antara kaki-kaki Gunung Singgalang dan Merapi
di antara Padang Panjang dan Bukittinggi

Lebaran kemaren, aku dan keluarga sempet pulang kampung ke Lintau Buo. Waktu berada di antara daerahPadang Panjang dan Bukittinggi, gak sengaja aku liat papan besar bertuliskan Rumah Puisi. Entah kenapa akhir-akhir ini aku jatuh cinta sama puisi. Hmm mungkin karena skripsiku kali ya. Hehehe. Namun sayang beribu sayang, keluargaku nggak ada yang mau singgah ke sana. Soalnya yang jatuh cinta sama puisi kayaknya cuma aku deh. Ya sudahlah, perjalanan tetap dilanjutkan ke Bukittinggi. Sebenarnya aku berharap banget bisa ke sana, tapi aku kan jarang pulang ke Padang. Hadeuh. Semoga suatu hari nanti, ada yang ngajak ke sana.

sumber poto: google ya (belum sempat jepret sendiri)




Monday 1 October 2012

METAMORFOSIS



Udah lama ya ternyata aku gak nulis cerita-cerita ringan lagi. Hehe. Mungkin akibat kejar tayang skripsi nih. Finally hari ini, aku mencoba menulis cerita-cerita ringan lagi. Dibuat sendiri dan untuk konsumsi pribadi (gak pede publish sih tepatnya hehe). Susah juga ya kalo udah lama nggak nulis cerita ringan dan sekarang tiba-tiba nulis yang beginian lagi. Biasanya berkutat dengan skripsi yang memakai bahasa resmi dan EYD yang forrmal dan bukan hasil ngayal. Cekidot dikit ah di blog hehe.

***********

Kulihat langit masih mendung dan titiktitik hujan membasahi jendela kaca itu.Tampaknya hari ini aku tak ingin membaca novel misteri yang barusan kuambil dari rak baca. Aku malah menatap titik-titik hujan yang menempel di jendela. Pikiranku melayang jauh ke rumahku di kampung. Tiba-tiba aku teringat dengan wajah Bapak dan Ibu yang sangat menginginkanku untuk segera menikah.

“Nduk, kapan kamu mau ngenalin calon suami kamu ke Ibu dan Bapak?” Kata ibu sambil mengelus rambutku sayang.
“Saya belum kepikiran ke sana, Bu. Saya masih fokus menuntut ilmu” Kataku lirih.

Ibu hanya menghela nafas prihatin mendengar jawabanku. Sebenarnya aku juga ingin mengabulkan keinginan bapak dan ibu untuk segera menikah. Namun, masa lalu membuatku beranggapan bahwa semua laki-laki di bumi ini sama saja. Mereka hanya menginginkan kecantikan.
 “Hei! Ngelamun aja, Rei”
Suara itu menyadarkanku dari lamunan panjangku. Lul berdiri di hadapanku sambil tersenyum lebar. Dia segera meletakkan dua cangkir coklat hangat di atas meja dan duduk di hadapanku sambil mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas ransel.
“Rei. Ada apa?”
“Tidak ada apa-apa, Lul. Sungguh”
“Tidak mungkin Rei. Kau tak kan pernah bisa membohongiku,”
“Lul. Adakah cinta yang benar-benar tulus di muka bumi ini?Aku tak pernah melihatnya”
“Pasti ada. Kau saja yang belum menemukannya”
“Namun, mengapa para lelaki hanya mencari kecantikan saja? Percayalah... ketika kecantikan itu hilang, mereka pasti akan menghilang juga,”
“Siapa bilang?”
“Aku yang bilang. Dulu saat aku masih seperti seekor anak itik buruk rupa, mereka menghina dan menjauhiku. Namun kini ketika aku bermetamorfosis menjadi seperti angsa yang cantik, mereka semua datang menghampiriku dan menginginkanku,”

Lul hanya tersenyum mendegar opiniku yang sarkas tentang kaumnya. Beberapa saat kemudian, dia melirik jam tangannya lalu menepuk jidatnya. Tampaknya dia melupakan sesuatu atau melupakan janji bertemu dengan seseorang. Buru-buru Lul mengambil buku-bukunya dan memasukkannya kedalam ransel.
“Maaf Rei. Aku harus pergi. Namun yakinlah! Cinta tulus itu benar-benar ada. Aku telah bertemu dengannya. Sampai jumpa besok,”

Bayangan Lul telah hilang ditelan rak-rak buku perpustakaan yang menjulang tinggi. Aku terpekur memikirkan kembali ucapan Lul. Mungkin sudah saatnya aku melepaskan bayang-bayang masa lalu. Mungkin saatnya untuk berpikir positif. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah buku agenda kusam. Kuambil buku itu dan kubuka satu per satu halaman demi halamannya. Di salah satu halaman buku tersebut, aku menemukan selembar fotoku bersama Lul. Aku tersenyum melihat foto itu. Itu fotoku sebelum aku bermetamorfosis. Perlahan-lahan kubaca rangkaian kata-kata di bawah foto tersebut;

Namanya Rei. Reina.
Mungkin dia tak secantik teman-teman perempuan yang lain. Namun entah mengapa aku terkagum-kagum olehnya. Mungkin karena dia cerdas, ceria, dan selalu optimis. Dan senyumannya sangat manis. Tampaknya, kini aku menyayangi dia bukan sebatas sahabat saja. Aku ingin mengungkapkan apa yang kurasakan ini, namun aku tak ingin merusak jalinan persahabat kami. Biarlah waktu yang akan memberitahunya tentang perasaan ini.

Ailul

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang