Friday 31 January 2014

100 years

Saya juga tidak tahu 'setan' apa yang merasuki saya hingga saya tertarik sekali dengan India. Entah itu dari bahasa, budaya, festival, tarian, nyanyian, dan tentu saja perfilmannya, bahkan para aktor dan aktrisnya. Awalnya sih, saya 'biasa' saja dengan dengan perfilman India hingga sekitar semester empat saat saya menonton film 3 Idiots. 

Pertama saya terkaget. Wah! Ternyata ada juga film India yang nggak mewek. Setelah nonton film tersebut, akhirnya saya sering browsing info sekitar perfilman negeri Gangga itu. Dan mulailah saya banyak mengonsumsinya. Dari cerita yang serius tentang kritik sosial, macam film Rann, Rajneeti, Rang De Basanti, No One Killed Jessica, Taare Zameen Par, dan English Vinglish (panjang banget kalau disebutkan satu persatu) hingga film komedi romantis ringan macam Love Aaj Kal, Chennai Express, Pyaar Impossible, Thoda Pyaar Thoda Magic, Salam Namaste, dan Namaste London. Tak ketinggalan juga film action India macam Dhoom, Don, dan Race. atau bahkan film yang bikin sedih dan nyesek minta ampun macam Ghajini (ini film favorit saya) dan Kabhi Alvida Na Kehna.

Awalnya aneh sekali nonoton film India karena kebanyakan lagu. Aneh juga kalau film action tetap dikasih lagu. Tapi, yang namanya film India gak pake nyanyi dan nari ya sama dengan sayur tanpa garam. Biasanya, kalau sudah masuk sesi nyanyian dan tarian, saya akan langsung mempercepatnya, tapi lama kelamaan saya menyukai lagu-lagu tersebut. Musiknya bagus. Tariannya enerjik dan unik, dan settingnya indah banget (Yah walaupun aslinya, India itu tidak seperti India dalam film). Kesukaan ini, akhirnya berlarut pada suka pada aktor dan aktrisnya. Kalau sudah ngerumpi soal film India dengan Monik bakalan kayak ABG labil yang sedang kena sindrom K-Pop dan aktor 'cantik' Korea. Bedanya, mereka suka K-Pop, kami suka I-Pop (maksa dikit). Mereka 'becek ngiler-ngiler' lihat video Lee Min Hoo, Park Sum Bing, dan entah siapalah itu, sedangkan kami juga ngiler sambil teriak 'mencicit' histeris lihat video Aamir Khan nyanyi dengan gaya cool-nya. Hohoho... Anyway... Selamat ulang tahun ke-100 buat perfilman Bollywood walau telat banget ngucapinnya. 



Friday 24 January 2014

Abang

Abang ganteng banget deh, tapi cuma di film Jab We Met. Cool, cuek, tapi diam-diam perhatian. Hihihi
Andai saja... hohoho


*Sorry hanya iseng he...

Wednesday 22 January 2014

Blog Malang

Sudah beberapa hari ini nggak ngeblog. Parah! Ibarat kata kalau blog ini seperti rumah kayaknya udah kumuh banget dan penuh dengan jaring laba-laba. Tapi mau gimana lagi ya. Yang punya blog lagi (sok) sibuk membuka lembaran baru kehidupan dan mengejar mimpi yang tertunda di tahun lalu. Hehehe. Ya gitu masih 'sibuk' mencoba mengejar mimpi untuk melanjutkan pendidikan. Karena kapok kejadian seperti tahun lalu, kali ini si empu blog berburu beasiswa kesana-kemari. Wira-wiri cari rekomendasi dan ikut tes TOEFL lagi. Ya persiapan tahun ini harus lebih matang. Semua harus diurus jauh-jauh hari biar nggak kalang kabut. Selain itu, harus nyiapin serep (emang ban mobil) alias plan B, plan C, sampai plan Z. Dan konsekuensinya adalah menelantarkan blog ini. Fiuh. Sedih. Nanti kalau ada waktu yang cocok buat menghayal dan sinyal modem lancar jaya, si empu akan menulis lagi. Finally, selamat mengejar mimpi, Sobat!

Tuesday 14 January 2014

Jadikan Motivasi

Sudah 10 hari tidak menulis di blog. Tiba-tiba saja, saya sudah bersibuk ria kembali mengejar mimpi dan harapan. Awal tahun kali ini, dimulai dengan kesibukkan apply beasiswa. Oleh karena beasiswa pakai surat rekomendasi dosen, jadilah saya kembali ke alam saya, alam Jogjakarta. Nggak mungkin kan minta rekomendsi lewat sms dan e-mail. Agak-agak kena homesick sih karena kelamaan pulang ke rumah kemaren. Kalau di rumah, makan dan keperluan gak usah dipikirkan. Nah kalau di sini, ya harus memikirkan sendiri cara untuk hidup. Jalannya ya bekerja lagi seperti dulu. Kerja apa saja yang penting halal demi dapat beasiswa melanjutkan studi. Ini di Jogjakarta! Jadi nggak ada kata gengsi untuk bekerja. Inilah salah satu yang saya sukai dari kota ini. Mahasiswa seterkenal apapun kampusnya tetap tidak gengsi untuk bekerja. Masyarakatnya juga tidak suka mencemooh mahasiswa yang bekerja. Mereka malah menyemangati dan memuji sehingga kami lebih bersemangat untuk mengejar mimpi. That's why I love this City very much.

Kembali lagi ke topik pertama yaitu berburu surat rekomendasi dosen. Berhubung beasiswa kali ini adalah beasiswa luar negeri, kami (saya dan Eva) memutuskan untuk meminta surat rekomendasi dari dosen-dosen yang sudah bergelar Profesor dan Doktor. Awalnya, saya agak takut dan grogi. Kalau sudah terjangkit virus grogi akut, saya bakal melakukan hal-hal ceroboh. Dari mulai menjatuhkan map hingga menabrak meja. Sebenarnya takut saja jika beliau-beliau tidak 'welcome'. Hari pertama mengadu nasib, alhamdulillah ternyata dimudahkan. Berhubung kami belum mengisi formulir, maka kami membuat janji bertemu hari Ahad pagi di rumah beliau. Ternyata di hari H, kami terlambat datang karena beliau sudah pergi menghadiri sebuah acara. Sore hari, kami datang lagi ke sana. Namun beliau sedang istirahat. Langsung saja merasa tak enak hati karena kami terlambat datang. Akhirnya hari Senin pagi, kami datang keruangan dosen yang lain. Dan ternyata beliau sedang ada rapat. Akhirnya kami menunggu hingga selesai rapat. Walhasil, setelah diberi beberapa nasehat, kami mendapatkan tanda tangan beliau. Beliau sangat berharap agar kami berhasil mendapatkan beasiswa itu.

Setelah pamit, kami kembali ke ruangan dosen yang tidak jadi kami temui kemaren. Awalnya takut dimarahi karena telat datang. Saat masuk ruangan, malah beliau yang minta maaf karena kemaren harus pergi menghadiri acara. Dan kami mendapat satu 'bonus' dosen lagi, seorang profesor dalam bidang Sastra. OMG! I'am his fans! Beliau adalah dosen yang meperkenalkan saya pada Dante, sang maestro pencipta La Divina Comedia, dalam waktu 10 menit saja. Setelah itu, beliau tidak mengajar kami karena menjadi atase pendidikan di Mesir. Seperti biasa. sebelum meminta tanda tangan, beliau berdua membuka obrolan ringan menanyakan kabar dan seputar beasiswa. Beliau-beliau tampak interested sekali saat kami mengajukan beasiswa tersebut. Sekali lagi, Beliau-beliau sangat berharap kami bisa mendapatkan beasiswa tersebut. Baiklah! Jadi ada tiga orang dosen yang sangat berharap. Saat kami melangkahkan kaki ke luar ruangan, salah seorang dari beliau berkata' "Kalau sudah sampai di sana, jangan lupa kirim e-mail ke saya, nanti saya jenguk berdua dengan Pak Syamsul". 

Cesss! Saya terharu sekaligus terbebani. Harapan mereka tampaknya besar sekali. Saya takut mengecewakan beliau bertiga. Saya takut mengecewakan alamamater saya. Namun, saya berpikir kembali. Kenapa harus terbebani. Semestinya saya menjadikan harapan ini menjadi motivasi saya. Saya harus tetap optimis. Saya harus memperbanyak usaha dan tentu saja doa saya. Baiklah. Saya akan menjadikan harapan ini sebagai motivasi bukan sebagai beban.
   

Saturday 4 January 2014

Teruntuk Jodohku, Entah siapapun Itu

Untukmu Calon Jodohku Yang Tertulis Di Lauhul Mahfuzd

Bismillah ... Mungkin diriku bukanlah matahari yang setiap siang menerangi bumi tapi aku akan mencoba menjadi cahaya
ketika hatimu telah kelam

Mungkin diriku bukanlah bumi yang luas yang memudahkanmu untuk bergerak tapi aku akan berusaha menjadi ruang kosong
tempat untuk mencurahkan segala rasamu

Mungkin aku bukanlah angin yang mampu menyejukkanmu ketika dirimu merasa panas tapi aku akan berusaha menjadi kipas
penyejuk yang dapat engkau gunakan setiap saat engkau butuhkan

Mungin aku bukanlah paranormal yang dapat membaca pikiranmu tapi aku akan berusaha menjadi buku yang siap menampung curahan segala suka dan dukamu

Mungkin aku bukanlah hujan yang dapat menyirami semesta Alam tapi aku berusaha menjadi embun yang menyegarkan jiwamu

Duhai engakau yang masih rahasia aku akan tetap berusaha membahagiakanmu dengan segala kemampuanku bahagiamu adalah senyumku dukamu adalah perihku

Untukmu Calon Jodohku Yang Tertulis Di Lauhul Mahfuzd (By Asyika Rahmah)

Akhirnya saya ngepost juga tentang hal yang satu ini. Hal yang sebenarnya agak "tabu" bagi saya (hehehe) untuk ditulis di blog. Apalagi kalau bukan soal jodoh. Puisi yang di atas ini adalah puisi teman saya ketika masih mondok dulu. Kata-katanya sederhana, tapi penuh makna. Usut punya usut, si penulis ini ternyata merindukan sosok imamnya yang masih menjadi rahasia Illahi. Katanya kalau lagi merindu tentang kehadiran sang imam, langsung deh ide untuk menulis, seperti tulisan di atas, muncul.

Setelah saling balas comment, tiba-tiba saya sadar, dalam lubuk hati yang paling dalam, saya ternyata memiliki kerinduan pada Imam saya juga. Ya walau selama ini, saya selalu mengingkarinya. Selalu cuek. Selalu tidak ambil pusing bahkan menutup diri for thingking of him. Memikirkan jodoh saya. Memikirkan apa gerangan yang akan saya katakan saat saya bertemu dengannya. Memikirkan apa yang dapat saya lakukan untuknya kelak. Memikirkan masa depan berdua dengannya. Yeah... mungkin saya belum move on secara kaffah. Masih trauma dengan yang lalu. Saya kira cinta, tapi ternyata hanya perhatian saja. Haha. Saya masih buta dengan yang namanya cinta atau hanya perhatian semata. Saya masih perlu belajar membedakan antara keduanya *PS: Jadi, untuk jodoh saya, entah siapapun itu, agak bersabarlah menghadapi diri saya yang tidak sensitif karena saya bodoh untuk membedakan antara cinta dan perhatian sesaat saja.

Mungkin kalau saya bertemu dengan imam saya yang masih jadi rahasia Illahi itu, saya akan berpikir kurang lebih sama dengan bait-bait puisi yang ditulis teman saya di atas. Setidaknya saya akan menambahkan beberapa poin.

Teruntuk jodohku, entah siapapun itu... 
Jika aku memiliki pendidikan lebih tinggi atau gaji lebih besar, cobalah untuk tidak merasa kecil. Karena, bagaimanapun juga, dalam rumah tangga, kaulah yang menjadi pemimpinnya. Dan aku harus mengikutimu.

Teruntuk jodohku, entah siapapun itu...
Jika kita telah dititipkan amanah dari-Nya, maka marilah kita berikan kasih sayang bersama-sama. Mengajaknya bermain bersama, mengajarkannya mengaji, shalat, berhitung atau membaca bersama-sama pula karena mereka dititipkan untuk kita berdua. Ya. Sesibuk apapun kita kelak...

Teruntuk jodohku, entah siapapun itu...
aku akan selalu mengikuti perkataanmu. Tapi, berikanlah aku kesempatan untuk mengungkapkan pemikiranku juga.

Mungkin ini bukan puisi ya. Hanya kata-kata saja. Belum semuanya sih. Tapi cukuplah. Well. Teruntuk jodohku, siapapun itu, aku setia menanti kehadiranmu....

Friday 3 January 2014

Malarindu Akut

Malarindu akut sama rumah kedua saya. Malarindu akut sama dua ayahanda terhebat saya. Malarindu akut dengan teman-teman saya. Malarindu akut dengan kenangan-kenangan indah bahkan Malarindu akut dengan bagian keamanan pondok yang galaknya ruarrr biasa! Ini beberapa photo yang saya ambil dari aku fb Seperempat Abad Gontor Putri. Beberapa gedung dan tempat sudah banyak perubahan. Semakin cantik saja. Here they are:


 Bangunan hijau ini adalah Gedung Bosnia.Yang paling depan bawah adalah kamar ustadzah pengasuhan pondok. Bangunan ini adalah kamar pertama di rumah kedua saya. Saksi bisu perjalanan awal saya berkecimpung dengan pelajaran agama dan bahasa Arab. Saya mungkin berbeda dengan teman-teman saya yang kebanyakan sudah kenal bahasa Arab ketika duduk di sekolah dasar. Bahkan kamar mandinya, yang biasa disebut tong seng, adalah saksi bisu tangisan pertama saat saya ditinggalkan orang tua pulang. Ini adalah pilihan saya sendiri, jadi saya harus bertanggungjawab dengan pilihan ini. Di gedung inilah saya mati-matian mulai berusaha mencintai bahasa Arab. Walau saya jauh tertinggal dari teman-teman yang lain, saya harus tetap berusaha. 


Bangunan berkubah putih itu tentu saja mesjid. Namun, mesjid ini bukan sembarang mesjid. Mesjid ini sangat berarti buat semua santri di sana. Tak terkecuali saya. Selain digunakan untuk shalat, mesjid ini juga digunakan untuk belajar. Dan ruang kelas pertama saya adalah di mesjid ini. Ya. Memang sebenarnya fungsi mesjid, selain untuk shalat, juga dipakai untuk belajar seperti di zaman Rasulullah. Jika sepertiga malam tiba, para santri saling membangukan teman-teman yang lain, lalu ramai-ramai tahajjud di sana. Ah! betapa merindunya saya dengan 'kegiatan' yang satu ini.


Ini Auditorium. Tempat semua acara diadakan. Dari pentas seni kelas 6 dan kelas 5 hingga menerima tamu yang datang. Sebelum auditorium ini dibangun. Semua kegiatan dipusatkan di mesjid atau lapangan depan mesjid. Di sinilah, setiap tahunnya dua ayahanda terhebat saya selalu berpidato menasehati putri-putrinya. Yang paling berkesan adalah acara menjelang liburan akhir tahun. Semua santri bersalam-salaman. Tidak terbayangkan berapa ribu orang yang harus disalami. Seru sekali. Di agenda ini ayahanda Almarhum ustad Sutadji selalu berpesan agar kami memanfaatkan liburan dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Beliau berkata bahwasannya pengertian liburan adalah mengganti suatu kegiatan ke kegiatan yang lain. Di akhir pidato, beliau selalu berkata bahwa beliau menunggu kedatangan kami kembali di rumah tercinta.

Dan gambar tersebut adalah gambar suasana sebelum masuk ujian. Tidak ada satu pun yang bercanda dengan teman. Semuanya asyik berkutat membaca buku menghabiskan waktu yang tersisa sebelum lonceng tanda masuk ruang ujian berdentang. Karena jika sudah masuk ruang ujian, tidak ada kesempatan untuk mencontek. Dan saya sepakat dan setuju sekali dengan sistem yang satu ini. Saya akui bahwa inilah ujian yang paling murni yang pernah saya temui. Sistemnya sederhana, tapi dapat berpengaruh besar. Jika mungkin diterapkan di sekolah umum, maka  nepotisme dan pilih kasih akan sirna. Kapan-kapan akan saya ulas di blog ini.


Bangunan ini dulunya sangat sederhana. Namun, kini sudah secantik ini. Jika malam tiba, banyak santri yang belajar di sini. Belajar kami tentu saja berbeda dengan anak sekolahan. Kalau anak sekolahan biasanya belajar dalam kamar sambil mendengarkan radio atau musik, maka kami belajar dengan bersuara keras melafalkan kalimat-kalimat penting yang ada di dalam buku. Berbicara tentang buku, buku pelajaran kami banyak sekali yang cepat usang dan kusut. Pasalnya kemana-mana kami harus membawa buku untuk dibaca. Khoiru jalisin fi zamani kitabun. Sebaik-baiknya teman duduk adalah buku. Namun sekarang, setelah keluar dari sana, saya tidak pernah menemukan pemandangan orang-orang menenteng buku kalau pergi ke cafe atau sedang menunggu. Dimana-mana saya hanya menemukan orang-orang memegang gadget dan sibuk senyam-senyum sendiri. Tapi, buat saya pribadi, mantra Khoiru jalisin fi zamani kitabun terpatri sangat dalam di benak saya hingga saya selalu menyempatkan diri membawa buku bahkan saat pergi liburan sekalipun. Mungkin inilah yang membuat saya jatuh cinta dengan buku.

 
Lonceng tua ini bisa dibilang jantungnya pondok. Bayangkan saja jika tidak berdetak, maka tak akan ada kehidupan di sana. Semua kegiatan diatur dengan lonceng ini. Lonceng sederhana tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting. Miss ya!
 
Sebenarnya banyak sekali momen-momen yang bikin saya terinfeksi Malarindu akut. Dan kalau diceritakan mungkin akan jadi satu novel tebal yang mengalahkan ketebalan novel Om Dan Brown. Yang terpenting, berbicara tentang kehidupan di pesantren... hmmm... tentu saja banyak suka dan duka, Banyak senang dan susah. Duka dan susah memang mendominasi. Namun, marilah lihat susah dan duka itu dari segi positif. Insyaallah, kita akan menemukan sesuatu bermanfaat yang menjadi bekal hidup di luar lingkungan pesantren.

Thursday 2 January 2014

Gadgeter

Tidak dipungkiri lagi kalau zaman semakin maju. Teknologi semakin cangih. Ya yang lagi booming dan lagi ngetren tentu saja gadget kayak smart phone, ipad, tab, dan apalah itu. Saya juga tidak terlalu mengerti spesifikasinya. Intinya sih GADGET.

Hampir semuanya berlomba-lomba untuk menjadi orang yang selalu update gadget terbaru. Gadget sudah selayaknya life style. Kalau mau diterima dalam pergaulan dan tidak dibilang ndeso ato gaptek, lu harus punya gadget walau sebenernya lu juga gak tau manfaat dan penggunaannya apa. Yang penting, punya aja biar kelihatan keren dan nggak kalah dari yang lain.

Tapi, sebagian lagi tetap ada yang tampil sederhana apa adanya alias tanpa gadget bahkan dua orang pengusaha sukses yang saya temui saat berkunjung ke negara tetangga. Dua bapak ini sukses berat. Bapak yang satu adalah orang Minang yang tinggal di Negeri Jiran. Punya delapan restoran masakan Padang. Satu cabangnya ada di Singapura.Bapak yang satu lagi asli orang sana. Punya hotel mewah dua buah kalau tidak salah. Satu di Malaka dan yang lain di Puterajaya. Yah pendapat saya sih, kalau ingin sukses ya harus sederhana.

Di lain hal, saya sering geli sendiri kalau ada beberapa teman yang minta pin BB, WA, LINE, dan apalah itu. Saya jujur saja kalau saya tidak punya semua itu. Bagaimana bisa punya ya. Handphone saya Nokia C3. Bayangkan saja kalau diisi aplikasi macam WA dan apalah itu. Bisa-bisa handphone saya langsung "tewas". Sering kali juga temen saya terkaget-kaget dan nggak percaya kalau saya tidak punya BB atau smart phone atau gadget yang lain. Sebenernya saya bukan orang yang anti gadget kok. Hanya saja, saya belum merasa membutuhkan. Buat saya, handphone Nokia C3 ini sudah lebih dari cukup. Bisa dipakai telpon, SMS, browsing internet, dan yang penting bisa dengerin lagu atau radio. Selagi masih ada modem, bagi saya, dunia udah damai dan tentram. Jadi, belum terlalu perlulah punya gadget.

Hmm. Kalau diperhatikan lagi, banyak sekali ya orang yang rela ngutang cuma demi gadget terbaru. Kasarnya, ngutang demi pergaulan dan life style. Hadeuhh, jangan sampailah terjadi pada saya. Naudzubillah, ngutang hanya karena pengen diterima dalam pergaulan. Saya yakin masih banyak orang-orang yang memang benar-benar ingin bergaul dengan tulus. Teman adalah orang yang ada saat kamu berduka, bukan di saat kamu bahagia.

Wednesday 1 January 2014

Haruskah Menjadi Sama?

Niat awal, pengen ngerjain essay buat apply beasiswa. Tapi, mood keburu menguap. Mau tidur, sayang gak ngatuk. Akhirnya gonta-ganti template blog, balesin beberapa orang yang ajak chat di facebook, baca-baca artikel di internet, nyambi nonton televisi juga.

Finally, setelah baca beberapa artikel dan ulasan, saya tergerak untuk menulis tentang Jodoh. Hmm jodoh, belahan jiwa, atau apalah istilahnya. Sepengamatan saya, orang-orang sering kali berkata bahwa mereka memilih pasangan mereka karena mereka punya kesamaan. Ya sama hobi, sama pemikiran, sama makanan kesukaan dan lain sebagainya.

Tapi apakah benar bahwa kita berjodoh karena kita memiliki kesamaan? Tuhan saja menciptakan manusia berbeda-beda. Jadi, mana mungkin ada yang sama plek-plek. Kalau kita menerima si dia karena kesamaan yang kita punya. Lalu di tengah perjalanan ternyata ada yang tak sama, apakah kita tidak menerimanya lagi? So? Haruskan menjadi sama untuk berjodoh?

Kalau menurut saya pribadi, berjodoh bukan masalah kesamaan, tapi bagaimana menyatukan perbedaan dua pribadi bahkan visi misi ke depannya nanti. Yup. Berjodoh itu bukan tentang mencari kesamaan tapi bagaimana menyatukan dua hal yang berbeda.

Tuhan saja berfirman bahwa perbedaan adalah rahmat. Coba bayangkan saja, jika kita dan si dia mempunyai hobi yang sama, makanan kesukaan yang sama, pemikiran yang sama. How Boring! Apa-apa sama hingga kita tidak mencoba sesuatu yang berbeda. Sebaliknya, jika kita berbeda, kita akan mempelajari sesuatu yang baru. So, just be your self! Gak usah ikut-ikut apa yang si dia suka untuk menjadi sama.  Yah... Being Different is not a bad thing. It's mean you are brave to be your own self.
 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang