Friday 3 January 2014

Malarindu Akut

Malarindu akut sama rumah kedua saya. Malarindu akut sama dua ayahanda terhebat saya. Malarindu akut dengan teman-teman saya. Malarindu akut dengan kenangan-kenangan indah bahkan Malarindu akut dengan bagian keamanan pondok yang galaknya ruarrr biasa! Ini beberapa photo yang saya ambil dari aku fb Seperempat Abad Gontor Putri. Beberapa gedung dan tempat sudah banyak perubahan. Semakin cantik saja. Here they are:


 Bangunan hijau ini adalah Gedung Bosnia.Yang paling depan bawah adalah kamar ustadzah pengasuhan pondok. Bangunan ini adalah kamar pertama di rumah kedua saya. Saksi bisu perjalanan awal saya berkecimpung dengan pelajaran agama dan bahasa Arab. Saya mungkin berbeda dengan teman-teman saya yang kebanyakan sudah kenal bahasa Arab ketika duduk di sekolah dasar. Bahkan kamar mandinya, yang biasa disebut tong seng, adalah saksi bisu tangisan pertama saat saya ditinggalkan orang tua pulang. Ini adalah pilihan saya sendiri, jadi saya harus bertanggungjawab dengan pilihan ini. Di gedung inilah saya mati-matian mulai berusaha mencintai bahasa Arab. Walau saya jauh tertinggal dari teman-teman yang lain, saya harus tetap berusaha. 


Bangunan berkubah putih itu tentu saja mesjid. Namun, mesjid ini bukan sembarang mesjid. Mesjid ini sangat berarti buat semua santri di sana. Tak terkecuali saya. Selain digunakan untuk shalat, mesjid ini juga digunakan untuk belajar. Dan ruang kelas pertama saya adalah di mesjid ini. Ya. Memang sebenarnya fungsi mesjid, selain untuk shalat, juga dipakai untuk belajar seperti di zaman Rasulullah. Jika sepertiga malam tiba, para santri saling membangukan teman-teman yang lain, lalu ramai-ramai tahajjud di sana. Ah! betapa merindunya saya dengan 'kegiatan' yang satu ini.


Ini Auditorium. Tempat semua acara diadakan. Dari pentas seni kelas 6 dan kelas 5 hingga menerima tamu yang datang. Sebelum auditorium ini dibangun. Semua kegiatan dipusatkan di mesjid atau lapangan depan mesjid. Di sinilah, setiap tahunnya dua ayahanda terhebat saya selalu berpidato menasehati putri-putrinya. Yang paling berkesan adalah acara menjelang liburan akhir tahun. Semua santri bersalam-salaman. Tidak terbayangkan berapa ribu orang yang harus disalami. Seru sekali. Di agenda ini ayahanda Almarhum ustad Sutadji selalu berpesan agar kami memanfaatkan liburan dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Beliau berkata bahwasannya pengertian liburan adalah mengganti suatu kegiatan ke kegiatan yang lain. Di akhir pidato, beliau selalu berkata bahwa beliau menunggu kedatangan kami kembali di rumah tercinta.

Dan gambar tersebut adalah gambar suasana sebelum masuk ujian. Tidak ada satu pun yang bercanda dengan teman. Semuanya asyik berkutat membaca buku menghabiskan waktu yang tersisa sebelum lonceng tanda masuk ruang ujian berdentang. Karena jika sudah masuk ruang ujian, tidak ada kesempatan untuk mencontek. Dan saya sepakat dan setuju sekali dengan sistem yang satu ini. Saya akui bahwa inilah ujian yang paling murni yang pernah saya temui. Sistemnya sederhana, tapi dapat berpengaruh besar. Jika mungkin diterapkan di sekolah umum, maka  nepotisme dan pilih kasih akan sirna. Kapan-kapan akan saya ulas di blog ini.


Bangunan ini dulunya sangat sederhana. Namun, kini sudah secantik ini. Jika malam tiba, banyak santri yang belajar di sini. Belajar kami tentu saja berbeda dengan anak sekolahan. Kalau anak sekolahan biasanya belajar dalam kamar sambil mendengarkan radio atau musik, maka kami belajar dengan bersuara keras melafalkan kalimat-kalimat penting yang ada di dalam buku. Berbicara tentang buku, buku pelajaran kami banyak sekali yang cepat usang dan kusut. Pasalnya kemana-mana kami harus membawa buku untuk dibaca. Khoiru jalisin fi zamani kitabun. Sebaik-baiknya teman duduk adalah buku. Namun sekarang, setelah keluar dari sana, saya tidak pernah menemukan pemandangan orang-orang menenteng buku kalau pergi ke cafe atau sedang menunggu. Dimana-mana saya hanya menemukan orang-orang memegang gadget dan sibuk senyam-senyum sendiri. Tapi, buat saya pribadi, mantra Khoiru jalisin fi zamani kitabun terpatri sangat dalam di benak saya hingga saya selalu menyempatkan diri membawa buku bahkan saat pergi liburan sekalipun. Mungkin inilah yang membuat saya jatuh cinta dengan buku.

 
Lonceng tua ini bisa dibilang jantungnya pondok. Bayangkan saja jika tidak berdetak, maka tak akan ada kehidupan di sana. Semua kegiatan diatur dengan lonceng ini. Lonceng sederhana tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting. Miss ya!
 
Sebenarnya banyak sekali momen-momen yang bikin saya terinfeksi Malarindu akut. Dan kalau diceritakan mungkin akan jadi satu novel tebal yang mengalahkan ketebalan novel Om Dan Brown. Yang terpenting, berbicara tentang kehidupan di pesantren... hmmm... tentu saja banyak suka dan duka, Banyak senang dan susah. Duka dan susah memang mendominasi. Namun, marilah lihat susah dan duka itu dari segi positif. Insyaallah, kita akan menemukan sesuatu bermanfaat yang menjadi bekal hidup di luar lingkungan pesantren.

0 komentar:

Post a Comment

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang