Friday 21 March 2014

Guru Mengaji

Selalu saja ada kesan yang tertinggal dari sosok seorang guru. Selain Ustad Budi, salah satu yang berkesan adalah guru mengaji saat SD dulu. Sejatinya, semua guru di sana baik, halus, dan tentu saja pintar. Namun yang paling berkesan adalah Pak Pun Ardi. Kami biasanya memanggil beliau Pak Pun. Dulu, Pak Pun adalah guru mengaji yang paling muda di antara yang lainnya. Ya jelas saja. Itu karena Pak Pun masih berstatus mahasiswa. Beliau orangnya lucu dan menyenangkan. Banyak sekali kami yang akrab dengan beliau. Jika hari Ahad, jadwal maraton masal tiba, saya bersemangat sekali untuk ikut serta. Biasanya, kami pergi ke pantai dan Pak Pun pasti ikut. Beliau tentu saja bercerita seru sekali. Jadi, namanya bukan maraton, melainkan jalan santai sambil ngborol. Terkadang, saya dan teman-teman suka jahil pada beliau. Beberapa kali kami minta dibelikan es krim Paddle Pop. Saat sudah dewasa dan merasakan jadi mahasiswa yang harus berhemat, saya jadi menyesal 'malak' beliau. Ntah kapan, saya tidak ingat, tiba-tiba saja beliau tidak mengajar kami lagi. Dan kami tidak pernah bertemu lagi hingga akhir tahun lalu.

Satu pagi yang diguyur hujan, Pak Pun dan Pak (ah! Saya lupa) datang bertamu ke rumah saya. Tunggu! Tunggu! Ini bukan karena saya adalah murid durhaka karena malah guru saya yang bertandang ke rumah. Ceritanya, beliau berdua dulu dekat dengan almarhum kakek saya. Jadi, pagi itu beliau berdua bersilaturahim ke rumah untuk bertemu dengan nenek dan ibu saya. Kebetulan, saya sedang di rumah. Jadi kami sempat bertemu. Pertemuan kembali setelah bertahun tahun lamanya. Sekarang Pak Pun bukan guru mengaji lagi, namun seorang anggota DPRD kota kami. Tak banyak yang berubah. Pak Pun tetap Pak Pun kami yang dulu. Penampilannya tetap sederhana dan bersahaja. Yang paling menyenangkan, beliau masih tetap mengenali saya dan mengenali nama teman-teman mengaji dulu. Saya hanya berharap semoga Pak Pun tetap menjadi Pak Pun kami yang dulu. Pak Pun yang baik, sederhana, dan bersahaja. Semoga saja beliau dapat menjadi wakil rakyat yang benar-benar merakyat dan membela kepentingan rakyat. Amiin.

Tampaknya saya senang sekali membicarakan atau menulis tentang guru-guru saya. Bahkan skrispsi saya, selain dipersembahkan untuk orang tua, juga saya persembahkan sebagai penghormatan kepada para guru. Khususnya guru-guru yang telah berjasa membagi ilmu mereka pada saya. Guru-guru yang bersabar atas kenakalan dan kebodohan saya. Saya masih mengingat kalimat Imam Syafi'i yang diajarkan oleh guru saya di pondok. Bahwasannya salah satu syarat agar kita mendapatkan ilmu adalah dengan menghormati guru. 


Artinya kira-kira begini: Wahai Saudaraku, Kau tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara sebagai mana yang saya aku jelaskan: kecerdasan, tamak akan ilmu (semangat), bersungguh-sungguh, bekal yang cukup, menghormati guru, dan waktu yang panjang.

0 komentar:

Post a Comment

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang