Monday 3 March 2014

Sebuah Cerita Di Kedai Kue Ceria

Pagi itu Kedai Kue Ceria masih tampak sepi pengunjung. Ciara, putri tunggal Bunda Dewi, sang pemilik toko, tampak sibuk mengelap kaca etalase sambil menata kembali kue-kue kering yang akan dijual. Ia juga menyisihkan beberapa kotak kue yang telah dipesan oleh para pelanggan. Hari-hari menjelang Lebaran seperti ini adalah hari yang sibuk sekaligus hari keberuntungan bagi keluarga Ciara. Pembeli akan bertambah banyak dan para pelanggan tetap akan memesan kue lebih banyak dari biasanya.

Di tengah kesibukannya, diam-diam, sudut mata Ciara menangkap gerak-gerik seseorang yang tengah memasukkan adonan kental Chocolate Slice Cake ke dalam beberapa buah loyang yang terlebih dahulu telah dilapisi kertas roti dan diolesi mentega. Dengan cekatan, jemari kokoh itu meratakan adonan menggunakan sepatulah plastik. Pekerjaannya nyaris sempurna tanpa ada setitik noda adonan yang tumpah di atas meja. Beberapa saat kemudian, sosok itu pergi sambil membawa dua loyang adonan menuju oven yang terletak di sebuah sudut ruangan. Ciara setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwasannya seorang lelaki terlihat seksi saat mereka memasak bukan pada saat pamer otot gede dan perut six pack di kontes sebuah produk susu.

Bang Ailul. Itulah panggilan yang selalu Ciara gunakan untuk memanggil sosok tersebut. Ia adalah mantan anak murid bunda Ciara di sebuah sekolah kejuruan. Kata bunda, Bang Ailul adalah anak yang rajin bekerja dan tak banyak bicara. Ciara pertama kali bertemu dengannya ketika masih duduk di bangku SD, saat bertandang ke sekolah bundanya dan tanpa sengaja melihat Bang Ailul sedang mengukir daging buah semangka membentuk kelopak-kelopak bunga. Bunda beberapa kali juga meminta bantuannya untuk bekerja di toko mereka saat Lebaran akan tiba.

Hari-hari pun berlalu. Singkat kata, Ciara beranjak dewasa da melanjutkan pendidikannya di luar kota. Begitu juga Bang Ailul. Ia memutuskan merantau ke negeri tetangga untuk bekerja. Lama sekali Ciara tak berjumpa dengannya hingga tibalah saat ini; Ciara sedang liburan bulan Ramadhan dan Bang Ailul sendiri mengambil cuti setelah sepuluh tahun meninggalkan tanah air. Tak banyak yang berubah darinya termasuk sifat rajin bekerja dan tak banyak bicara. “Ra! Ara” Tiba-tiba saja Bang Ailul sudah berdiri di sampingnya. Membuat dirinya tergugup takut ketahuan bahwa ia sedang memerhatikan dan memikirkan Bang Ailul.

“Ra… tolong buatkan adonan Mocca Coffee Cookies. Nanti Abang yang mencetaknya”. Tanpa banyak tanya, Ciara langsung melesat masuk ke dapur dan mulai meracik adonan kue kering yang diminta. Jantung Ciara berdetak dua kali lebih cepat. Grogi karena Bang Ailul memerhatikannya meracik adonan. Ciut karena sedang diperhatikan oleh ‘pakar’ pembuat kue. Jika dibandingkan, kemampuannya dan kemampuan Bang Ailul sangatlah jauh berbeda. Ciara sendiri belajar meracik adonan secara otodidak, sedangkan Bang Ailul sudah belajar sejak sekolah ditambah lagi dengan pengalaman kerjanya menjadi seorang chef hotel bintang lima. Bang Ailul sendiri tampak tersenyum geli melihat wajah dan pergelangan kemeja Ciara yang sudah dipenuhi oleh tepung terigu dan mentega. “Udah deh Bang! Jangan lihat Ciara seperti itu! Ciara nggak PD nih lagian ini kan bukan acara Master Chef. Tuh Black Forest Bang Ailul sudah ngambek minta dihias,” kata Ciara sewot sambil menunjuk Black Forest malang, yang tergeletak di atas meja hias, dengan sepatulah yang dipegangnya. Rada nggak sopan sih, tapi terpaksa. “Iya deh…,” katanya sambil berlalu membawa semangkuk cherry merah bertangkai.

Tiba-tiba Tante Noni, adik ipar bunda, sudah berdiri sejajar di sampingnya sambil senyam-senyum menggoda. Ciara sempat kaget. Untung saja essen mocca yang dipegangnya tidak tumpah ke dalam adonan buatannya. “Ra, apa kamu tidak tertarik dengan Bang Ailul? Ganteng, cool, nggak banyak omong, dan pintar masak lagi,” Tante Noni mulai promosi. Promosi yang sama sejak Bang Ailul datang ke Kedai Kue Ceria tahun ini. “Duh tante! Ngagetin aja deh! Ciara belum berpikir untuk punya pasangan tante. Umur Ciara masih 22 tahun pula,” jawab Ciara sok kalem. “Apa? 22?? Kenapa jadi lebih muda empat tahun Ra? Gak salah dengar apa telinga tante ini?” Ciara mematikan mixer yang dipegangnya sambil berkata, “Just kidding tante! Jangan masukin ke hati. Hmm gimana ya? Sepertinya Ciara belum tertarik,” Tante Noni melengos kecewa dan pergi ke etalase mengambil beberapa kotak Nastar dan Kastengel pesanan pelanggannya. Ciara geleng-geleng kepala melihat tingkah tantenya yang tetap gaul walau umur sudah jauh dari kata ABG.

Tertarikkah ia? Jawaban hatinya adalah ‘iya’. Ciara tidak memungkiri bahwa diam-diam, ia tertarik dengan Bang Ailul. Baik, kalem, pekerja keras, bonus pintar masak pula. Bahkan rasa tertariknya sudah over dosis. Bahkan telah menjelma menjadi sesuatu yang keramat, yaitu cinta. Tapi, Ciara tidak mau lagi banyak berharap. Memori itu memang telah 6 tahun berlalu, tapi goresan lukanya masih belum sembuh hingga kini. Mungkin ia masih memerlukan banyak waktu untuk recovery. Biarlah ia titipkan saja rasa cintanya pada sang maha Cinta. Ciara yakin bahwa Dia lebih tahu siapa yang terbaik untuknya. Jika jodoh dekatkanlah, jika tidak, mohon jauhkanlah dia, Tuhan…. Berserah. Mungkin ini adalah pengobat luka hatinya. Ciara tersenyum menyadari bahwa ia telah berdamai dengan cinta. Namun, cinta kali ini biarlah hanya Ciara dan Tuhan yang tahu. Dan Tuhan pula yang memutuskan akhirnya. Bukan tebak-tebakan ia, bukan Tante Noni, dan bukan juga sahabat-sahabat gokilnya.

“Ra! Adonannya dah jadikah?  Ni Abang buatkan Banana Cake tuk takjil nanti. Sedap dinikmati dengan tea. Resep baru Abang!” Kalimat Bang Ailul dengan logat bahasa Melayu khas negara tetangga sebelah menyadarkan Ciara dari lamunannya. Ciara tersenyum mengucapkan terima kasih.

---TAMAT---

#Efek baca novel genre romatis mellow-mellow. Ayo donk Oom Dan Brown! keluarkan lagi karyamu setelah Inferno!!! Biar gak mellow kayak gini. Pliss!

0 komentar:

Post a Comment

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang