Monday, 30 December 2013

Kuda Emas

Sehari lagi 2013 benar-benar sampai pada penghujungnya dan akan digantikan dengan tahun yang baru, tahun 2014. Kalau kata orang Tionghoa, tahun ini adalah tahun kuda emas. Tahun yang konon katanya tahun penuh sial. Katanya, di tahun ini, yang menikah akan gampang berpisah, bahkan emas diramalkan akan turun harganya. Ya terserahlah. Itu urusan masing-masing. Mau percaya atau tidak.

Tapi yang buat saya tergelitik adalah kata-kata seorang peramal tadi siang di televisi. Tahun 2014 adalah tahun sulit. Namun, bagi mereka yang berusaha mati-matian, di tahun tersebut, akan memetik hasilnya di tahun 2015. Yang positif ini tampaknya harus dipercayai walaupun setiap tahunnya tetap berusaha keras. Mungkin 2014 saya harus berusaha lebih keras lagi. Lebih mati-matian lagi. Lebih njelimet lagi. Harus lebih banyak doa juga. Finally... ini malam terakhir tidur di 2013. Good night!

Sunday, 29 December 2013

Pakistan

Pakistan dalam tulisan ini bukan sebuah negara yang selalu bersaing dengan tetangga serumpunnya, yang tak lain adalah India. Pakistan ini adalah sebuah gedung asrama di pesantren saya. Bisa dibilang, gedung ini adalah saksi bisu masa puberitas alias masa nakal-nakalnya. Masa ingin sekali merasakan kebebasan. Tentu saja masa puberitas ini berbeda dengan remaja pada umumnya. Jika anak SMP biasa mungkin akan mulai mengenal teman lelaki alias pacaran, maka anak pesantren, pada fase tersebut, suka bikin pusing pengurus asrama bahkan para guru. Sering bikin onar dan rusuh. Intinya ingin bebas dari segala peraturan. Dan tentu saja caranya dengan melanggar peraturan yang ada. Termasuk saya dan teman-teman seangkatan saya dulu yang tentu saja tinggal di gedung Pakistan. Beberapa yang saya ingat ada Encok, Wiwid, Quyen, Irma, Mbek, Petir, Yuliatul, Hanros, Alea, Nopeng, Icha, dan Chinonk. Kami kompak banget. Saking kompaknya, kami bikin rok dengan motif yang sama meskipun ada larangan tidak boleh membuat pakaian yang sama dengan sengaja. Akhirnya, jika tanpa sengaja kami memakai rok tersebut berbarengan, kami akan pergi berpencar agar tidak ketahuan kakak bagian keamanan yang super duper galak.

Banyak banget kenangan-kenangan tentang 'onar' kami tertinggal di gedung itu, bahkan 'onar' yang  saya ciptakan sendiri. Di pesantren itu, ada satu hukuman yang kayaknya horor banget, yaitu pakai khimar (kerudung) yang warnanya mencolok dan bahannya macam kain spanduk. Bisa dibilang hukuman ini adalah hukuman terpedih kedua setelah hukuman 'dipulangkan selama-lamanya'. Jika melanggar peraturan bagian bahasa, maka akan dapat jatah kerudung warna kuning partai Golkar. Jika melanggar tata tertib keamanan, maka akan diganjar dengan kerudung hijau mentereng stabillo. Finally, suatu hari saya keceplosan berbicara pakai bahasa gaul Indonesia di depan ustadzah bagian bahasa. Ya sudahlah, seminggu saya pakai kerudung kuning partai Golkar itu plus gak makan siang dan gak makan malam karena dipajang di depan mesjid dan di depan dapur ditonton khalayak ramai sambil nenteng papan bertuliskan "Saya adalah pelanggar peraturan bagian bahasa. Jangan ikuti saya" (kira-kira begitu tulisannya). Bukan saya saja, hal ini juga terjadi pada teman-teman saya. Kalau sudah ada yang kena, jadilah gedung itu terlihat mentereng dengan warna kuning bahkan, terkadang, hijau stabillo. Dan sayangnya ini sering terjadi di Pakistan.

Pernah juga satu pagi di hari di hari Jumat yang damai, anak-anak lagi asyik-asyiknya tidur. Tiba-tiba seorang kakak bagian keamanan datang dan langsung teriak-teriak menyuruh kami berkumpul di depan mesjid untuk menonton sebuah acara. Mungkin masih setengah sadar plus kaget karena diteriaki,  si Alea bangun dan langsung melesat keluar kamar. Tanpa pikir panjang, dia langsung pakai sendal yang ada dan ngeloyor pergi. Dan usut punya usut, sendal tersebut adalah sendal kakak bagian keamanan yang tadi teriak-teriak. Pas si kakak itu sadar sendalnya hilang, wajahnya gugup dan teriak-teriak lagi "aina na'lii... aina na'lii"(mana sendalku... mana sendalku). Walhasil kami semua ngacir sok tidak tahu menahu dan tertawa terpingkal-pingkal saat tiba di depan mesjid. 

Kadang-kadang kami juga bikin rusuh kakak-kakak kelas kami yang tinggal di gedung Koordinator Gerakan Pramuka. Pasalnya mereka suka menyetrika baju di malam hari. Padahal ada peraturan dilarang menyetrika malam-malam. Akhirnya, setiap ada yang sedang ngipasin setrika arang, kami akan teriak-teriak menyindir mereka *Haduh gak sopan banget deh. Walau kami senang menyindir mereka, namun kami adalah anak-anak yang suka ikut kegiatan Pramuka *sekedar info.

Selain kenakalan-kenakalan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, kami juga punya hobi, yaitu bikin nutrijell. Berhubung tidak diperbolehkan masak di asrama. Akhrinya kami membuat nutrijell dengan air panas yang sudah tersedia. Setelah mengaduk dengan sendok, ehm dan terkadang dengan gantungan baju, kami menyangkutkan wadah-wadah nutrijell itu di pohon sambil berharap lebih cepat membeku daripada hanya didiamkan di kamar. Jadilah malam-malam kami masih duduk di depan asrama menunggu nutrijell. Terkadang kalau lagi apes, bagian keamanan datang dan teriak-teriak menyuruh kami masuk. Dan karena dasarnya badung, setelah si kakak pergi, kami keluar kamar lagi dan tentu saja pesta nutrijell.

Sebenarnya masih banyak lagi keajadian ajaib terjadi di sana. Dan gak bakalan cukup ditulis dalam posting kali ini. Pokoknya semua memori di gedung Pakistan tidak akan pernah terlupakan. Unforgetable moment. Semoga jika kelak saya punya anak, dia ingin pula masuk pesantren dan mencicipi asam garam hidup di sana *kalau dia mau lho. Gak masa sih.

Sunday, 22 December 2013

Fenomena Jejaring Sosial

Mungkin memang benar jika pribahasa arab Khairu jaalisin fi az-zamaani kitaabun sudah berubah menjadi Khoiru jaalisin fi az-zamaani smartphone. Lihat saja! Dimanapun orang-orang duduk atau menunggu pasti sibuk utak-atik smartphone dan gadget lainnya untuk berselancar di dunia maya khususnya di jejaring sosial.  Inilah fenomena yang marak terjadi sekarang. 

Namun yang bikin saya tambah tergelitik adalah beberapa status jejaring sosial. Lucu dan nggak masuk akal aja. Dari yang mengabarkan orang tuanya meninggal contohnya. Kok bisa ya lagi berduka tapi tetap sempat update status di jejaring sosial? Bahkan dari mengabarkan waktu meninggal sampai saat prosesi pemakaman. Kalau saya, mungkin saya sudah stress dan gak bakal peduli sama yang namanya 'update status'. 

Belum lagi yang sudah bersuami istri. Kalau lagi mesra, kemesraannya di-update pula di jejaring sosial bahkan kemesraan yang harusnya menjadi rahasia rumah tangga. Wajar-wajar aja sih sebenarnya, tapi tetap harus bisa pilah-pilih mana yang boleh di-share, mana yang harus jadi rahasia. Begitu juga kalau lagi marahan, status yang isinya jelek-jelekin pasangan pasti bakalan berseliweran di timeline.

Dan yang lucu lainnya adalah status tentang melahirkan. Heran saya! Kok sempat-sempatnya habis melahirkan update status ya? Iya sih, bisa update lewat handphone. Tapi, apakah tidak sebaiknya waktunya dipake untuk istirahat atau mengasuh sang bayi atau juga menerima tamu yang datang menjenguk?

Belum lagi status yang berisi tentang keluhan sakit yang dirasakan. Lagi sakit perutlah,  ASI gak keluarlah, jahitan operasi masih nyerilah bahkan sedang datang bulan aja sampai di-update di jejaring sosial.

Belum lagi status yang minta advise cara terbaik menunda kehamilan plus nulis pilihan-pilihan gitu. Dan salah satunya adalah kata 'k*n**m'. Haduh! Apa gak ingat ya kalau, mungkin saja, yang menjadi friend atau follower ada anak di bawah umur?

Ini segelintir fenomena zaman cyber. Saking canggihnya,rasanya manusia tidak lagi memiliki privasi. Semua diungkapkan saja bahkan diungkapkan juga pada orang yang tak dikenal. Seharusnya kita memilah-milih sesuatu antara yang boleh dibagi atau menjadi rahasia pribadi. Semoga saja kita pandai memanfaatkan kebaikan jejaring sosial dan meninggalkan keburukannya karena sesuatu itu pasti punya sisi positif dan sisi negatif. Tul kan?

Wednesday, 23 October 2013

Menulis Romantis

Sudah tak terhitung berapa banyak hari yang terlewati tanpa sedikitpun menulis kisah-kisah romantis lagi. Kangen juga nulis tentang cinta yang selalu saja rasanya nano-nano atau gado-gado. Namun, setiap ingin melanjutkan tulisan, selalu saja ide menguap begitu saja. Ah! Sepertinya saya harus memulai lagi. Mana tahu rezeki saya ada lewat tulisan bukan?


Tuesday, 22 October 2013

No Cry

"TIDAK LULUS"

Dan saya tidak merasakan kesedihan sedikitpun. Berbeda 180 derajat saat tidak lulus beasiswa S2 yang lalu. Saya yakin masih banyak yang bisa saya lakukan untuk membahagiakan kedua orang tua. Mungkin bukan saat ini waktunya. Selalu saya percaya bahwa Tuhan menyiapkan kejutan yang lebih indah dari yang kita inginkan. Saya hanya dapat berdoa semoga saya diberikan umur yang panjang agar saya dapat membahagiakan kedua orang tua. Begitu juga sebaliknya.

Saturday, 19 October 2013

Dinamisme Cita-Cita

Menurut saya, cita-cita itu dinamis. Berubah-ubah alias tidak istiqomah. Kenapa? Bayangkan saja! Saat saya masih TK, saya ingin sekali menjadi seorang model profesional. Entah kenapa, dulu saya senang sekali berias diri. Pakai blush on, eyes shadow, lipstick, maskara, dan lain-lainnya. Saya juga suka ikut lomba fashion show. Namun, ini bukan sebuah praktek eksploitasi anak karena saya melakukannya dengan senang hati dan tanpa paksaan. 

Saat SD, cita-cita saya berubah. Kali ini saya ingin jadi pelukis, pianis, bahkan konduktor musik. Ngomong-ngomong tentang konduktor musik, sebenarnya saya terinspirasi saat melihat penampilan Tya Subiakto di televisi. Entah dalam acara apa, saya belum terlalu paham, dia terlihat sedang memimpin sebuah orchestra di atas panggung yang dihiasai lampu sorot warna-warni. Saat itu, dia berdiri di depan sebuah piano hitam menarikan tangan-tangannya mengatur irama musik. Ujung jilbabnya yang putih dan panjang dikaitkan di salah satu jemarinya sehingga jilbabnya seakan melayang mengikuti irama musik. Saat itu, saya ingin seperti dia. Saya mulai les Piano. Karena dulu biaya lesnya mahal, akhirnya saya sudahi saja.

Saat duduk di bangku SMP, saya masuk ke sebuah pesantren. Dan, cita-cita saya berubah lagi. Saya ingin menjadi seorang pengajar Bahasa Arab, baik itu guru ataupun dosen. Cita-cita itu masih terbawa hingga duduk di bangku kuliah, bahkan hingga detik ini kalau boleh jujur. Saya ingin memberi pemahaman pada masyarakat awam bahwasannya Islam dan Arab adalah dua hal berbeda karena banyak sekali kesalahpahaman yang terjadi dalam hal ini. Namun, saat menyaksikan berita di televisi, saya prihatin dengan nasib para tenaga kerja Indonesia, khususnya TKW, yang mengalami peyiksaan atau terkena hukuman mati di sana. Rasanya saya ingin sekali membantu mereka. Saat itu juga, dalam hati saya, saya membatin bahwa saya ingin bekerja di kedutaan besar Indonesia sebagai seorang diplomat.

Naik tahun kedua, cita-cita saya kembali lagi menjadi seorang dosen Bahasa dan Sastra. Semakin banyak yang saya tahu, semakin saya tergila-gila dengan rahasia di balik bahasa dan kesusastraan, khususnya kesusastraan Arab. Saya masih ingat pembahasan singkat tentang puisi Dante Alighieri yang berjudul La Divina Comedia dan hubungannya dengan kesusastraan Arab. Saya masih ingat dulu saya terkagum-kagum saat dijelaskan tentang fi'il yang belum pernah saya pelajari sebelumnya. Pada akhirnya saya tertarik pada Semiotika. Ditambah lagi, saya suka membaca petualangan Robert Langdon yang membahas tentang makna berbagai macam simbol. Akhirnya saya ketagihan puisi dan semiotika.

Saking ketagihannya, setelah lulus saya berencana langsung melanjutkan kuliah. Namun, ternyata beasiswa dan kesempatan bukan milik saya. Seberapapun kemauanmu, usahamu bahkan doamu, kau tidak akan pernah mendapatkannya jika itu bukan jodohmu dan bukan jalan terbaik dari-Nya. Itu pemahaman saya selama ini. Namun, semangat saya belum padam. Keinginan saya belum surut. Saya akan terus mencoba dan mencoba. Di selang waktu menunggu kesempatan kedua, akhirnya saya memutuskan untuk ikut ujian CPNS salah satu departemen sebuah kementerian dan kembali mengukir asa menjadi seorang pegawai yang bekerja di keduataan besar Indonesia. Hingga detik ini, cita-cita saya masih bergerak dan berubah-ubah. Semua saya pasrahkan pada yang di Atas. Apapun yang saya dapatkan, saya ingin berguna bagi orang lain. Apaun hasilnya, jika baik, saya harus banyak bersyukur. Jika sebaliknya, saya harus mengikhlaskan.

#detik-detik pengumuman hasil TKD

Friday, 20 September 2013

Terbaik Untukmu

Yang aku yakini adalah Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan selalu mengabulkan semua doa-doa hamba-Nya. Dia juga senantiasa melihat usaha hamba-Nya. Jika doamu belum dikabulkannya, bukan berarti Tuhan membencimu. Hanya saja Tuhan Maha Tahu apa yang terbaik untukmu. Kau hanya perlu percaya dan berserah diri pada-Nya.

Terkadang kau merasa bahwa usahamu lebih maksimal daripada temanmu, namun kau tidak mendapatkan apa yang kau inginkan sedangkan temanmu mendapatkannya. Ini bukan berarti Tuhan tidak sayang padamu. Dia memiliki rencana yang lebih indah daripada rencanamu. Kau hanya perlu percaya dan berserah pada-Nya. Ya. Dia pasti punya jalan lain yang lebih indah untukmu. Sesuatu yang menyenangkan itu akan didapatkan setelah bersusah payah bukan. Ya. Manusia tidak akan pernah merasakan kebahagiaan jika ia tidak pernah mengalami kepedihan. Percayalah! Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang lebih indah. Kau hanya perlu tambahan doa dan usaha serta serahkan segala sesuatu pada-Nya.

Thursday, 19 September 2013

CLR PART 2


Cerita ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan peristiwa, tokoh, dan latar itu hanya kebetulan semata atau kadang agak terinspirasi dari kisah nyata. Please enjoy it! (Haha kayak ada yang mau baca aja)--Nta--


G
ue ngelirik kanan kiri dan gue temukan kakak kelas gue udah raib dari tempat duduk di sebelah gue. Asli gue bingung banget dan takut. Takut aja kalo gue ditinggal pulang. Gile aje! Ini udah jam tujuh malem. Mana ada angkot yang narik setelah jam setengah enam sore di Jogja. Tapi, gue tetep sabar menanti. Yah. Itung-itung berprasangka baik ama kakak kelas gue itu. “Mungkin dia lagi boker,” kata gue dalem hati.
Beberapa menit kemudian, seorang cowok dateng dan langsung ngeloyor duduk di sebelah gue. “Eh buset dah nih cowok! Kagak sopan dah!” rutuk gue dalem hati. Tapi gue Cuma ngutuk-ngutuk dalem hati aja. Raut wajah gue tetap cool dan jaim (jaga imut) abis.
“Eh… denger-denger tadi mbaknya ngabdi di Sulawesi Tenggara ya?” Gue denger seseorang bicara di sebelah gue, tapi gue tetep diem aja.
“Mbak… kok diem aja?” Kata cowok di sebelah gue yang ternyata dari tadi dia nayain gue.
“Oh… nanya saya ya, Mas?” Jawab gue bloon.
“Oh ya… gu… eh saya pernah ngabdi di sana? Emang masnya pernah ngabdi di sana juga?” Kata gue sok basa-basi (Basi beneran).
“Iya… dulu tahun 2002,” katanya lagi.
“Wah… udah lama berarti ya mas? Pantesan nggak pernah liat,” kata gue lagi. Ha. Gue bingung harus ngomong apa dan walhasil gue cerita aja pengalaman gue waktu ngabdi di Sulawesi Tenggara dan gue paling seneng cerita tentang pertama kalinya gue dateng ke sono dan disambut oleh keluarga babi yang seenaknya jalan bareng ama gue dan temen-temen gue.
“Hmm. Kamu punya korek api nggak?” kata cowok itu.
“Nggak punya. Saya nggak ngerokok dan nggak punya niatan untuk membakar restoran ini,” kata gue sok kalem.
“Kamu punya obeng nggak?” Tanya lagi.
“Nggak punya mas. Saya bukan montir,“ jawab gue masih kalem.
“Kalooo handphone punya kan?” kata dia lagi.
Gue hanya mengangguk.
“Kalo gitu… boleh dong minta nomor handphone,” kata dia spontan
“GUBRAK!”
“Hah! Nih orang! Baru aja kenal, eh udah minta nomor hape gue. Mana cara mintanya norak banget lagi!” batin gue.
Walhasil gue kasih aja nomor hape gue. Hmm. Gue kira, nih cowok nggak berbahaya sih. Cowok tersebut terlihat lugu dengan kaca mata minusnya yang nggak nerd.
“Nama kamu siapa?” Tanya si cowok itu sambil siap-siap mau ngetik nama gue di hapenya
“Amora” kata gue singkat, padat, dan jelas kayak Breaking News di tipi.
“Nama saya Adrian. Panggil aja Adri,”Katanya sambil mengulurkan tangan ngajak gue bersalaman.
“Hmm. Kak Adri aja ya? Saya kan masih sangat muda,” kata gue kepedean.
“Boleh,” katanya sambil tersenyum tipis.
#@#

“Tulalit… tulalit”
Itu suara hape gue. Gue langsung meninggalkan meja belajar gue dan mencari-cari hape gue di antara bantal-bantal di kasur. Hmmm. Nyari hape di tumpukan kasur tuh sulit banget soalnya kayak mencari jarum di dalam tumpukan jerami (ngeles). Setelah ngobrak-ngabrik kasur setengah jam, akhirnya ketemu juga tuh hape.
‘1 message received’ begitu tulisan di layar hape gue.
Gue buka pesan tersebut dan ternyata dari nomor baru.

From: 081122334455
Hai Amor Slmt malam. Lg ngapain?
Udah mudik belum?

“Ini siapa siapa yak?” kata gue dalem hati.
“Mana gue tau!!” sebuah suara menjawab pertanyaan gue. Gue celingak-celinguk menatap sekitar kamar gue, tapi… gue nggak lihat ada orang satu biji pun. Astaga!!! Siapa itu? Hiiiiiiiiiiiiii. Gue langsung ngacir keluar.
“Mana gue tau, mana gue tau, mana gue tau!” kata-kata itu makin berdengung jelas di telinga gue. Gue udah merinding ketakutan. Mana anak kos yang laen plus ibu kos udah pada pulang kampung semuanya lagi. Hiks. Sial banget gue.

Takut-takut gue lirik hape gue dan ternyata! Suara-suara sial itu bersumuber dari hape gue! Astaga!!! Gue baru inget kalo gue ganti bunyi alarm gue dengan rekaman suara si Ujang, tetangga gue di Jakarta.
“Fiuhhh!” Gue akhrinya lega setengah mati.
Gue masuk lagi ke kamar, gue baca ulang SMS tadi, dan gue bales dengan singkat dan jelas, padat dan terpercaya.

To: 081122334455
Selamat malam. Lg nulis SMS.
Gak mudik. Btw, ini siapa ya?

Beberapa detik kemudian, hape gue bunyi lagi

From: 081122334455
Ini aku, Adri. Disimpan ya nomorku

Oh ternyata tuh SMS dari Adri cowok yang iseng duduk di sebelah gue sambil ngeintrogasi gue di restoran kemaren. Gue save aja nomornya dan kembali ke meja belajar melanjutkan acara tulis menulis gue. Yeah! Gue sangat gemar nulis. Apalagi nulis cerita tentang cinta karena kata Pak Mario Teguh, kisah cinta yang paling indah hanya ada dalam cerita.(Loh? Terus kenapa ya?)
#@#

Gema takbir berkumandang di sekitar kosan gue. Sedih sih gara-gara nggak pulang ke Jakarta dan merayakan Lebaran bersama keluarga (lagi). Tapi, nggak papa deh. Itung-itung jadi anak mandiri. Hihihihi.
Gue mulai menata ulang kamar gue lagi, menyapu, dan ngepel. Seharian ini, gue abisin waktu gue untuk bersih-bersih guna menyambut lebaran. Setelah capek jadi babu seharian, gue merebahkan badan gue di atas kasur. Tiba-tiba mata gue ngelirik sebuah bingkai photo yang terletak di atas meja samping ranjang gue. Gue ambil tuh photo dan gue pandangi lama-lama. Itu photo gue beserta bokap, nyokap, dan kakak gue, Bang Thoyyib… eh bukan ding! Bangsat eh… maksudnya Bang Sat… Bang Satya panjangnya.
“Weh, enak banget dah si papa dan mama ngerayain Lebaran di Amsterdam. Ada-ada aja sih si Bang Sat! Masa’ acara wisudanya di hari Lebaran. Beuh! Gue yang jadi “tumbal” deh!” rutuk gue dalam hati sambil mandangi langit-langit kamar gue yang berhiaskan bulan, bertaburkan bintang-bintang kertas bikinan gue sendiri. (Asli nih kamar udah kayak ruang kelas anak TK)
“Tulalit… tulalit,” Hape gue tiba-tiba bunyi lagi. Males-malesan gue ambil dan gue buku isi pesen di hape gue tersebut. Dan ternyata pesen itu berasal dari cowok restoran masakan Jawa itu, siapa lagi kalau bukan Kak Adri.

From: Kak Adri
Hai Amor. Lg ngapain nih malem takbiran?
Btw… selamat hari raya idul fitri ya. Smg kita kembali
Ke fitrah lagi.

Setelah membaca SMS itu, gue ketik balasannya. Balesan gue masih sama kayak dulu-dulu kala; singkat, padat, jelas, dan terpercaya! Sebenernya banyak banget temen-temen gue yang complain gara-gara gaya SMS gue atau balesan SMS gue yang singkat, padat, jelas, dan terpercaya itu. Kata mereka gue terkesan marahlah… isenglah… maleslah, tapi gue susah banget untuk ngerubahnya. Ya sudahlah.
To: Kak Adri
Hai jg. Lagi ngetik SMS.
Selamat Lebaran juga. Amin

Beberapa detik kemudian, hape gue bunyi lagi dan itu pesan dari Kak Adri lagi.

From: Kak Adri
SMSnya singkat, padat, dan jelas banget ya.
Sayang loh! Biaya SMS kan mahal! Hehe

Tuh kan! Seperti yang gue duga. SMS gue pasti dipermasalahkan.

Monday, 16 September 2013

This Is My Own Way

Terus mau apa selesai S1? Pertanyaan yang basi dan kadang bikin sakit hati ini rasanya terngiang-ngiang selalu di ruang pendengaran. Mau tidak mau, sebelum lulus kita harus punya plan selanjutnya. Dulu awalnya, setelah S1, saya ingin melajutkan bisnis yang telah kami rintis sebelum lulus. Rencananya, saya akan mengurus penerbitan ini dengan sungguh-sungguh sambil kuliah S2 agar saya kelak menjadi dosen dan juga pengusaha. Namun, plan ini tampaknya belum berhasil. Bisnis kami tidak jalan. Pemimpinnya pergi mengikuti satu keinginannya, Yang lain ada yang tidak peduli, ada yang membangun bisnis sendiri. Sebenarnya masih ada yang peduli, namun kami tak mungkin bisa berdiri sendiri. Awalnya tidak ingin egois dan mendahulukan keinginan pribadi, namun akhirnya saya menyerah. Saya juga punya mimpi sendiri. Saya juga punya keinginan sendiri seperti mereka. Mereka dengan mudah meninggalkan bisnis ini. Kenapa saya tidak? Akhirnya saya memutuskan untuk pergi. S2 pun belum menjadi rejeki saya. Akhirnya saya pulang ke kota saya dengan tetap meninggalkan barang-barang saya di kota itu berharap saya kembali menimba ilmu di sana lagi.

Dan sekarang? Saya harus membuat plan baru. Ya. Saya harus bekerja. Dan inilah saya sekarang... ikut berbondong-bondong mengurus kartu kuning dan segala macamnya. Saya pikir tak ada salahnya untuk mencoba sesuatu yang baru, yaitu melamar pekerjaan. Hidup butuh proses! Saya percaya toh jika kelak saya dapat pekerjaan, saya masih tetap dapat menulis. Kelak saya juga bisa mengumpulkan uang untuk modal bisnis sendiri. Mungkin saja, saya bisa menjadi karyawati/pegawai plus pengusaha. Kenapa tidak? Banyak yang seperti itu sekarang bukan? Satu yang tak akan pernah kembali mungkin adalah keinginan menjadi seorang dosen. Okey this is my own way! Wish me luck!

Thursday, 15 August 2013

Cinta Laksana Rujak Part 1

Cerita ini adalah fiktif belaka. Jika terdapat kesamaan peristiwa, tokoh, dan latar itu hanya kebetulan semata atau kadang agak terinspirasi dari kisah nyata. Please enjoy it! (Haha kayak ada yang mau baca aja)--Nta--


Cinta itu apa ya?
Jujur sampe saat ini, gue belon bisa ngedeskripsiinnya.
Tapi yang gue tau, cinta itu kayak rujak
Ada manisnya, ada pahitnya, ada asemnya, dan ada pedasnya.



K
enalin! Nama gue Amora. Yup cuma satu kata aja yang terdiri dari lima huruf. A-M-O-R-A. Kata bonyok gue ‘Amora’ itu artinya ‘cinta’. Gue tinggal di ibukota Indonesia tercinta, yup, apalagi kalo bukan Jakarta. Bokap gue keturunan Minang dan nyokap gue asli orang Jawa Timur tulen, tepatnya dari Surabaya. Nah loh! Gue orang mana ya? (Mikir seribu keliling) Eit. Gak penting juga sih, mikirin asal muasal gue karena gak ada hubungannya dengan cerita cinta gue yang laksana rujak di siang bolong (eh… itu sih petir di siang blong ya. Jayus!).
Oh ya. Gue emang tinggal di ibukota, tapi gue ngabisin tujuh taon kehidupan gue di sebuah pondok pesantren yang cukup lumayan terkenal. Pondok pesantren ini terletak di sebuah kota kecil di Pulau Jawa. Setelah lulus, gue disuruh mengabdikan diri di salah satu pondok cabangnya yang terletak di pedalaman Sulawesi Tenggara (Lebay). Yup. Setaon penuh gue habisin idup gue di sana bersama babi-babi hitam penghuni hutan. Well. Kisah ini juga gak penting sih. Mungkin di segmen lain gue bakal nulis ceritanya (sok penting).
Setelah tujuh taon yang berkesan itu, gue hijrah lagi ke Kota Pelajar. Yup. Yogyakarta. Ngapain gue ke sono? Ya so pasti untuk menuntut ilmu, menggapai asa, dan meraih mimpi (hah lebay kuadrat). Sebenernya banyak yang nentang waktu gue mutusin untuk ngelanjutin pendidikan di Yogyakarta. Tapi gue cuek aja. Gue cuma mau nyari ketenangan untuk belajar kok. That’s it. And Here I’am… in Yogyakarta! Cihuyy! (sambil jingkrak-jingkrak).
Gue masih berdiri di depan auditorium kampus yang bakalan jadi tempat gue menimba ilmu. Gak nyangka aja kalo akhirnya gue lulus di Universitas Negeri yang cukup terkenal di Indonesia. Gue senyam-senyum sendiri membayangkan diri gue menjadi salah satu mahasiswa universitas tersebut.
“Hei, Mor. Kamu kenapa sih? Kok senyam-senyum sendiri koyo wong edan?” Suara cempreng Siti, temen baru yang gue temukan di kosan, membuyarkan lamunan gue.
“Sorry, Sit. Hmm. Gue… eh aku nggak nyangka aja bisa masuk universitas ini” kata gue mencoba ber-aku dan kamu ria.
“Ngakunya dari Jakarta, tapi baru masuk kampus di Jogja aja udah kayak orang ndesit gitu,” celetuk Siti.
“Yey. Aku sih beda ya, Ti. Aku kan anak pesantren. Jarang-jarang loh anak pesantren keterima di universitas ini,” kataku… eh kata gue sok-sok-an.
“Ya deh. Terserah kamu,”
    Udah dua bulan gue menghabiskan idup gue di Jogja ini dengan segala problematikanya. Kadang menyenangkan, tapi kadang menyedihkan. Hmmm. Namanya juga idup. Tul nggak? (Sok bijak ceritanya).
“Kring… kring… kring,” suara HP gue memecahkan keheningan dan membuyarkan hayalan gua. Dan ternyata tuh telepon dari seorang kakak kelas gue di pesantren dulu yang ngajakin gue buka bareng ama teman-temannya. Sebenarnya gue males banget ikutan acara begituan. Yah. Gue kan nggak kenal ama orang-rangnya. Mana yang diundang anak-anak dari pesantren putranya lagi. Gue mana kenal. Secara, gue dulu kuper dan nggak mau tau ama anak-anak pesantren putranya. Gak penting menurut gue.
Tapi, setelah gue pikir-pikir ampe otak gue mateng, akhirnya gue terima juga deh ajakan kakak kelas gue itu. Yup. Itung-itung menyambung tali sillaturahimlah. (Nggaya tenan!). And here I’am! Di sini gue, di sebuah restoran masakan Jawa yang keliatannya super cozy dan sepertinya emang asyik untuk dipakai buat ngumpul-ngumpul.
Setelah kakak kelas gue itu ngenalin gue ke temen-temennya yang hadir, gue langsung duduk di pojok meja dan mesen makanan. Gue pesen aja yang paling mahal. Mumpung gratis! Setelah menunggu beberapa lama, pesanan gue dateng juga. Gue senang dan riang menyambut kedatangannya. Sedetik kemudian, gue udah disibukkan menyantap pesenan gue itu ampe lupa ama kakak kelas gue yang duduk di sebelah gue.
Bersambung...


Monday, 12 August 2013

Menurut

Terkadang yang kau impikan tidak kau dapatkan. Ini bukan masalah kurangnya usahamu atau doamu. Bisa saja ini adalah masalah waktu atau orang-orang di sekitarmu. Maklumi saja. Dengarkan saja! Sebagian orang bisa sukses secara instan bak buah-buahan karbitan. Namun, sebagian lagi harus merasakan lika-liku panjang untuk mencapai sesuatu yang disebut kesuksesan. Kau termasuk yang mana. Mungkin aku termasuk golongan kedua.Kau harus mengerti bahwa orang lain tidak pernah menilai dari proses yang kau jalani. Mereka hanya menilai hasil akhirnya saja.

Kau mungkin juga punya mimpi sendiri, namun apalah gunanya mewujudkan mimpi tanpa ridho orang tua. Baiklah. Kau boleh saja bermimpi jadi seorang dosen ahli bahasa dan pengusaha, namun belum tentu kedua orang tua menyetujuinya. Lantas, ikuti saja saran mereka. Toh kau masih bisa mengajar, menulis, dan juga menjadi pengusaha... *Hidup ujian CPNS!!!!!!!!!

Saturday, 6 July 2013

Words

The truth is that not every love story can have a happy ending. When something like this happens then people like us need to forget about our love and move on. 
(Pyaar Impossible)

Tuesday, 2 July 2013

Dan Selanjutnya

Hari ini pengumuman kelulusan beasiswa benar-benar telah diumumkan. Dan hasilnya adalah aku belum diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tingkat strata dua. Sedih pasti. Tapi, ini bukan akhir dari segalanya. Ini bukan akhir untuk menguburkan mimpi menjadi seorang pengajar. Kesempatan pasti masih ada. Tapi tidak di UGM. Tuhan tampaknya menginginkanku melihat bagian bumi yang lain selain kota mungil yang amat kucintai ini. 

Saat ini, destinasi selanjutnya hanya satu. Pulang ke rumah mengabdi pada orang tua setelah belasan tahun lamanya aku pergi meninggalkan keluargaku. Banyak hal yang dapat aku lakukan di sana. Aku bisa membereskan usaha catering mama. Aku juga bisa mengajar. Walau tidak lulus, tapi aku tak akan kehilangan semangatku untuk mengajar.

Memang tampaknya Tuhan menginginkanku untuk kembali ke rumah. Mengabdikan diri pada orang tua di sisa-sisa waktu sebelum mengabdi pada suami kelak. Dan aku bahagia jika aku benar-benar bisa pulang ke rumah. Papa! Mama! I'am comming!! Pasti aku akan merindukan Toga Mas Gejayan dan kolam renang Salsabilla, dan tentu saja sahabat-sahabat di sini.

Friday, 28 June 2013

Tak Ingin

Dan terkadang kau tak menginginkan cerita-cerita yang kau tulis menjadi kenyataan. Begitu juga denganku, tak semua kisah yang kutulis adalah sebuah dunia imajinasiku yang ingin kuwujudkan. Terkadang, aku menulis sebuah kisah untuk menyampaikan satu ketakutan yang kurasakan. Sungguh! Aku tak ingin kisah yang kutulis beberapa tahun silam itu menjadi kenyataan. 


Monday, 24 June 2013

H2C Beasiswa

Beasiswa. Betul! Itulah yang akhir-akhir ini aku pikirkan terus menerus dan tentu saja kuharap-harapkan menjadi salah satu orang yang beruntung mendapatkannya. Pengumuman masih tiga minggu lagi. Semoga Tuhan melihat jerih payahku yang mencari info ke sana sini dari jauh-jauh hari. Semoga Tuhan mengabulkan doa-doaku yang kupanjatkan bukan hanya dalam sujud-sujud panjang, bahkan di setiap aku bernapas. Semoga saja memang itu jalan yang terbaik yang diberikan Tuhan.

Aku tidak ingin lagi memberatkan kedua orang tua kali ini. Apalagi sebentar lagi adikku akan melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu. Mungkin, keluargaku (insyaallah) termasuk mampu untuk membiayai. Tapi, tak ada salahnya bukan berharap mendapatkan beasiswa tersebut. Setidaknya tanggungan orang tua berkurang. Mereka bisa menabung untuk menunaikan ibadah haji atau menwujudkan keinginan mereka yang sempat tertunda karena membiayai aku dan adikku.

Aku masih bersemangat ingin memperdalam ilmu bidang studiku. Aku masih ingin mengetahui banyak teori-teori penelitian sastra yang lebih lagi ketimbang yang kudapat di strata satu. Aku masih ingin meneliti puisi dan memperdalam teori semiotika. Kelak juga, jika aku lulus, aku ingin sekali mengajar agar aku dapat membagikan ilmu yang kupunya walau aku tahu aku tidak sempurna. Dan beasiswa ini kelak akan mengantarku menjadi seorang pengajar.

Ini benar-benar tiga minggu yang menegangkan adrenalin, menguras pikiran, dan menambah kecepatan pacu jantung. Jujur saja, selama ini jika ada kesempatan untuk apply beasiswa selalu saja gagal padahal aku mencari beasiswa yang mengacu pada nilai akademik. Bukan berdasarkan surat keterangan tidak mampu. Jika dipikir-pikir, waktu strata satu dulu, sebenarnya nilai akademikku ya not bad-lah (bukan maksud nyombong), tapi belum diberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Aku hanya bisa berprasangka baik. Mungkin itu belum rezki. Mungkin beasiswa-beasiswa itu bukan jalan terbaikku. Dan Tuhan dulu sedang melipatgandakan beasiswa untuk jenjang strata duaku kelak (Amiin). Mungkin saja tiga minggu setelah penantian bertahun-tahun ini, Tuhan bermurah untuk memberi sedikit keajaibannya padaku.

Aku harus optimis sampai keputusan itu benar-benar ada. Kalau pun tidak mendaptkannya, aku harus berprasangka baik pada Tuhan karena Dia selalu tahu yang terbaik bagi hamba-Nya yang selalu berusaha, berdoa, dan bertawakal. Tapi kali ini, aku berharap bahwa beasiswa ini adalah jalan terbaik dari Tuhan. Amiin...

*Bahkan saat menulis tulisan ini pun, hatiku memanjatkan doa padamu, Tuhan.

Saturday, 22 June 2013

Semiotika Cinta

Cinta itu bak puisi yang harus diteliti dengan teori semiotik karena cinta disampaikan secara tidak langsung bahkan mungkin menggunakan simbol dan isyarat yang tak mudah untuk dimaknai. Cinta itu penuh penggantian arti, penciptaan arti, bahkan penyimpangan arti. Ambiguitas, metafora, alegori, metonimi, bahkan kontradiksi. Yang ada di depan mata, mungkin saja bukan cinta, namun yang ada di hati, siapa yang mengetahui. 

Cinta itu perlu kau baca seperti membaca puisi dengan bacaan heuristik atau pun hermeneutik. Bacalah secara heuristik, sesuai dengan kenyataan yang ada. Lalu lanjutkanlah dengan bacaan hermeneutik agar kau tahu kesungguhan cinta itu. Hanya cinta sesaatkah atau memang cinta sejati nan hakiki.

Carilah matriks tersembunyi dalam potongan-potongan cinta itu agar kau dapat menafsirkannya. Dalam cinta, matriks itu selalu ada. Dia nyata, namun tak kasat mata. Terkepung di antara beribu tanda-tanda. Kau perlu kejelian untuk menemukannya.

Untuk membuktikan kesungguhan cinta. Kau mungkin bisa mencari hipogramnya, alasan-alasan mengapa cinta memilihmu. Hipogram kadang tidak terkeksplisitkan dalam tindakan. Kau harus mengabstraksikan dari tanda-tanda yang ada.

Ah! Semua ini hanya teori yang mungkin belum bisa dipertanggungjawabkan. Apapun teori dan metodenya, Cinta pasti akan menemukan jalannya.




Friday, 21 June 2013

Rindu Jatuh Cinta

Jatuh cinta itu mungkin menyenangkan, namun terkadang pula menyakitkan. Dan aku pernah merasakan sakitnya jatuh cinta. Dia dekat dan nyata, namun aku tak mampu berkata-kata. Raga mungkin saja dekat, namun hati siapa yang tahu. Aku hanya mampu memikirkannya atau hanya sekedar memandangnya dari jarak yang tak seberapa. Setiap hari hanya berharap semoga dia punya rasa yang sama. Setiap hari hanya berangan-angan menjalin masa-masa bersamanya. Sakit bukan memendam rasa terlalu dalam dan terlalu lama?

 Ah... apalah daya. Ini salahhku jua. Aku bahkan tak punya setitik keberanian untuk mengungkapkan, apalagi sebelangga. Akhirnya, dia benar-benara pergi begitu saja. Tanpa pamit bahkan tanpa meninggalkan sepatah kata. Dan yang terjadi selanjutnya adalah aku tidak ingin merasakan cinta. Siang malam kuingkari semua rasa. Berhari-hari aku berlari meninggalkan cinta jauh di belakangku. Kututp dan kukunci rapat hati ini bak benteng perang nan kusam dan penuh aroma kematian agar tak sepotong cinta pun datang menghampiri.

Aku bebas! Aku tak akan pernah tersakiti oleh cinta! Aku bersorak riang mendeklarasikan kemerdekaanku atas jajahan cinta. Aku tak perlu lagi menangis dan meratap menahan sesak di dada. Bahkan tak ada lagi debaran jantung saat berpapasan dengan seseorang yang menawarkan cinta. Semuanya kulalui dan kutinggalkan. Aku tak mau lagi menoleh pada cinta. Untuk apa mencintai jika akhirnya harus tersakiti? Lebih baik begini. Sendiri tanpa harus tersakiti.

Namun, sang maha cinta tetap berkuasa. Ia luruhkan kebencian yang tertanam dalam ini. Dengan mudah saja bak membalikkan telapak tangan, Ia ciptakan sepotong kecil kerinduan. Kerinduan untuk jatuh cinta kembali. Ya. Rindu jatuh cinta. Benar saja! Aku merindukan debaran-debaran jantung saat aku berpapasan dengan cinta, bahkan aku mungkin merindukan rasa sakit karena harus menahan gejolak cinta yang kurasa.

Mungkin memang kini saatnya aku merobohkan benteng hatiku nan dingin dan kelam. Mungkin memang kini saatnya kubangun rumah mungil penuh cinta di lahan hatiku. Ya. Mungkin memang ini saatnya menghapus semua kebencian dan saatnya berdamai dengan cinta. Jika akhirnya tersakiti lagi, aku yakin bahwa aku siap untuk bangkit kembali dan menemukan cinta yang lainnya. Aku harus tersadar bahwa tidak semua cinta itu menyakitkan...


Wednesday, 5 June 2013

Kenapa Suka?

Kenapa suka film India? Yang pertama, alasannya bukan anti mainstream ya gara-gara sekarang lagi marak-maraknya film Korea. Hmm kenapa suka ya? Mungkin beberapa film India menampilkan festival rakyat di sana, seperti festival Holi dan Diwali. Entah kenapa, saya suka sekali melihat warna-warni yang cerah meriah. Pakaian-pakaiannya juga berwarna-warni. Tambah indah jadinya. Senang sekali memandang warna-warni ciptaan Tuhan itu. Semoga suatu saat nanti, saya bisa ke sana (Amiin) hehehe.... Ini salah satu dance yang berwarna itu. Kali ini, warna merah.


Saturday, 1 June 2013

Menunggu Waktu

Kata Tere Liye, pernikahan itu bukanlah seperti lomba lari yang cepat maka dialah pemenangnya. Pernikahan itu bukan juga seperti lomba makan kerupuk yang siapa cepat menghabiskan kerupuknya, maka dia pemenangnya. Ya itu benar sekali. Pernikahan itu hanya perlu menunggu waktu. Jika saatnya tiba, ya pasti akan terjadi. Sama persis dengan kematian. Hanya perlu menunggu waktu.


Friday, 17 May 2013

Terima Kasih

Terima kasih Tuhan. Di hari istimewa ini, satu harapan yang telah lama kupendam akhirnya terwujudkan. Semua telah kembali seperti sedia kala, saat kami saling berdekapan membagi kesedihan. Saat kami berpelukan saling menularkan kebahagiaan. Aku benar-benar merindukan kebersamaan masa lalu itu, Tuhan. Walau sebenarnya, aku yakin, bahwa bekas luka masih menganga di hati masing-masing, sisa-sisa  memori tidak menyenangkan masih memenuhi ruang-ruang benak kami. Bagaimanapun masa lalu tak kan pernah bisa terhapuskan. Simpan sajalah sebagai kenangan. Cukuplah yang kutahu sekarang kita bergenggaman lagi walau dalam sisa-sisa kebersamaan yang tak lama. Semoga ini cukup untuk menggantikan semua luka dan kepedihan.

Ini bukanlah trio kwek-kwek, tiga kucing, atau bahkan tiga macan. Ini bukanlah genk gadis-gadis perempuan yang sadis, manis, dan laris atau macam genk money and beauty. Ini hanya persahabatan tiga perempuan berbeda karakter dan kepribadian. Persahabatan ini pernah rekat di masa lalu, namun pernah retak di tengahnya hingga akhirnya kini persahabatan ini tak memiliki status resmi. Persahabatankah atau hanya pertemanan untuk menyambung tali silaturrahim yang sempat terputus lama? Apapun statusnya, aku tak peduli. Yang terpenting, kita bersama kembali menghabiskan sisa waktu yang tak seberapa lama. Pada akhirnya, kita mencari teman bukan karena mereka memiliki kesamaan dan kecocokan, namun bagaimana kita bisa menerima perbedaan itu.

#Tulisan ini teruntuk kalian,dua sobat gila yang punya mimpi berbeda


Thursday, 16 May 2013

Kalau Jodoh, Tak Kemana

Meja kerja Razsya tampak masih berantakan. Kertas berserakan dan laptop belum dimatikan. Razsya berdiri beberapa centi dari meja kerja itu. Ia tampak termenung sambil melihat-lihat keramaian kota dari kaca jendela besar di ruangannya. Tiba-tiba pandangan Razsya terpaku pada sebuah gedung serbaguna di pojokan jalan. Di depan gedung itu berjejer beberapa banner dan spanduk yang melambai-lambai ditiup angin. Razsya kembali ke meja kerjanya untuk mengambil kacamata yang tertinggal di atas keyboard laptop yang terbuka lebar. Di sana. Di gedung serba guna itu, sedang diadakan acara book fair setiap tiga bulan sekali. Razsya tersenyum senang. Ia melirik jam tangan di balik kemejanya. Jam dua belas. Waktu yang tepat sekali. Buru-buru ia keluar dari ruangannya dan melesat masuk ke dalam elevator. Ia tak sempat menyapa kembali sekretarisnya yang tadi sempat tersenyum dan menyapanya.

Di bawah teriknya mentari, Razsya berjalan kaki menuju gedung serbaguna yang dipenuhi kerumunan manusia. Ia mempercepat langkahnya tak sabaran sambil menyiulkan lagu Accidentally in Love yang menjadi soundtrack salah satu sekuel film Shrek. Ia berharap gadis berkepang dua penjual jagung manis itu masih ada di jejeran food court acara book fair tersebut. Pertama kali, Razsya melihat gadis itu dua tahun yang lalu pada saat acara book fair seperti kali ini.

Hari itu, tanpa disengaja, pada jam istirahat kantor, Razsya pergi ke gedung itu untuk membeli beberapa buku cerita anak-anak untuk keponakannya yang akan berulang tahun. Setelah puas berbelanja, ia masuk ke  arena food court dan menemukan sebuah booth makanan yang tampak berbeda daripada booth yang lain. Ukuran booth itu tampak lebih mungil dan terselip di antara booth lain yang berukuran lebih besar Razsya mendekati booth itu. Seorang gadis manis berkepang dua menyambutnya dan menawarkan beberapa pilihan rasa. Tanpa berpikir panjang, ia langsung memesan satu cup besar jagung manis kukus rasa keju.

Dengan cekatan, gadis itu membuka tutup panci dan menyendokkan bulir-bulir jagung yang telah tanak. Secepat kilat jagung itu telah berpindah tempat ke dalam wadah plastik kecil seukuran air mineral gelas. Gadis itu memasukkan sesendok kecil margarin dan keju parut lalu menuangkan kremer. Ia mengulangi hal yang sama untuk kedua kali. Setelah itu, ia menyerahkan cup tersebut sambil mengucapkan terima kasih dan berharap agar Razsya datang kembali untuk membeli dagangannya. Dan kata-kata itu tampanya bukan hanya harapan si gadis berkepang dua. Setiap hari, selama event berlansung, Razsya selalu kembali membeli jagung manis kukus si gadis berkepang. Jika event itu belum berlangsung, ia hanya dapat menatap gedung serbaguna dari balik kaca jendela kantornya berharap event tiga bulanan itu segera diadakan kembali. Entah kenapa... mungkin Razsya jatuh hati pada gadis berkepang dua itu. Terutama senyumannya yang manis.

Setelah sampai di gedung serbaguna itu, Razsya langsung menuju arena food court. Ia lega karena booth kecil itu masih ada dan tetap terselip di antara booth yang lain. Segera ia menghampiri booth itu. Ternyata, kali ini, si penjual jagung manis bukan lagi gadis berkepang dua. Ia ingin segera membalikkan badan menyimpan rasa kecewa, tapi ia urungakan niatnya karena melihat si penjual terlanjur menyapa dan menawarkan menu padanya. Raszya memesan satu cup besar jagung manis dengan rasa keju. Ia tak berselera memperhatikan gerak-gerik tangan si penjual tersebut. Setelah menerima pesanannya, Raszya menyerahkan selembar uang lima ribu dan langsung berlalu masuk ke dalam ruang exhibition dan masuk ke dalam salah satu ruang yang dipenuhi kerumunan orang yang datang untuk hadir dalam bedah buku. Razsya membaca judul buku itu. Kalau Jodoh Tak Lari Kemana. Razsya tersenyum sinis membaca judul buku itu. Namun, ia tetap masuk ke dalam, membeli satu eksemplar buku 'Jodoh Tak Lari Kemana', dan duduk di kursi paling depan. Saat itu pula, ia melihat gadis berkepang dua duduk di podium sambil sesekali menjawab pertanyaan dari moderator. Razsya heran dan bertanya pada seorang gadis ABG yang duduk di sebelahnya. "Mas ini bagaimana sih? Itu kan mbak Nuansa Salsabila. Penulis buku yang Mas pegang itu," Jawaban gadis ABG itu menohok dirinya. Razsya hanya diam dan memandangi gadi itu dari tempat duduknya.

Sang moderator bertanya pada si gadis berkepang dua tentang inspirasi tulisan tersebut. Dengan malu-malu, gadis berkepang dua berkata,
"Saya terisnpirasi dengan seorang lelaki muda berkacamata yang selalu datang ke booth jagung manis saya setiap event book fair ini berlangsung,"
Tiba-tiba Razsya speechless....

#menulis kilat dan hasilnya ngawur plus seadanya. Selamat makan!!!!!

Tuesday, 14 May 2013

Tergoda Keinginan

Ini bulan Mei 2013. Dan banyak sekali  hal-hal yang menggoda dan benar-benar saya inginkan. Baiklah. Entah kenapa, saya ingin sekali membeli sebuah blus warna biru muda. Ini sebenarnya adalah keinginan yang sudah sangat lama terpendam. Tapi, pas lihat isi dompet, jadi nggak tega untuk membelinya. Kemaren, saat browsing, saya dapat kabar kalau tanggal 17 Mei 2013 ini film Star Trek tayang di seluruh bioskop. Nah lho! Tergoda lagi. Lalu, tadi sore saat baca-baca status di home facebook, saya dapat kabar lagi kalau tanggal 27 Mei 2013 buku terakhir trilogi Negeri 5 Menara akan beredar. Waduhhh!!! Tergoda lagi!!! Ini gawat!

Namun, ketika dipirkan lagi. Hitung-hitung pemasukan lagi. Tampaknya saya lebih memilih membeli barang-barang yang saya butuhkan ketimbang barang-barang yang saya inginkan. Baiklah, untuk saat ini, saya tidak menginjakkan kaki di Pands atau Toko buku. Saya harus menginjakkan kaki ke supermarket dan membeli barang-barang yang memang saya butuhkan. Jadi, utamakanlah kebutuhan daripada keinginan. Kalau dituruti, keinginan itu nggak akal deh ada habisnya. 

Saturday, 11 May 2013

Brownies Kukus

Bahan-bahan:

3 butir telur ayam
150 gram gula pasir
150 gram minyak goreng
210 gram tempung terigu
60 gram coklat bubuk
50 gram coklat batang
garam dan vanile secukupnya
Topping dan isian bisa kacang mete goreng cincang, almond, kismis, keju (sesuai selera ^^)

Cara membuat:

Kocok telur garam ,dan vanile sampai mengembang. Kemudian masukkan tepung terigu, minyak goreng, dan coklat batang. Adonan bisa diisi dengan kacang mete, almond, kismis atau sesuai selera Lalu masukkan adonan ke dalam loyang. Terus taburkan topping sesuai selera, bisa mete, almond, kismis, dan lain-lain. Kukuslah 30 menit. Selamat Mencoba...


Sunday, 5 May 2013

Potongan: Cinta Monyet Arya


Malam itu rembulan di langit tidak lagi sendirian. Banyak gemintang bertebaran dan  berkelap-kelip. Dari sebuah balkon rumah, tampak Arya memandangi rembulan dan gemintang tersebut. Ia tidak menghiraukan semarak celotehan keluarganya yang sibuk menyambut anggota keluarga baru mereka. Siapa lagi kalau bukan putri kecil Ratih. Pikiran Arya terbang melayang ke memori yang terjadi beberapa tahun silam. Arya masih ingat betul hari itu. Satu hari Senin beberapa tahun silam saat ia hendak pergi ke London untuk melanjutkan studinya. Saat itu, ia berjalan menuju pintu keberangkatan. Namun, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Seorang gadis remaja memanggil namanya dari belakang. Saat ia membalikkan badannya, ia melihat seorang gadis berseragam putih abu-abu dengan bandana putih di rambut berlari-lari mendekatinya. Gadis itu tak lain adalah Mara. Mara terus berlari ke arahnya tanpa menghiraukan berat tas ransel yang digendongnya. Saat Mara berdiri sejajar di hadapannya, Arya bisa melihat jelas wajah gadis itu dan tentu saja potongan rambutnya yang macam mangkuk mie ayam. Mara lalu mengulurkan sebuah bingkisan kecil kepadanya. Arya mengambil bingkisan itu dan menyimpannya di dalam saku celana lalu ia mengucapkan terima kasih kepada Mara.

“Aku… aku mencintai Mas Arya,”
Arya kaget saat mendengarkan pernyataan Mara yang blak-blakan. Selama ini, ia memang menyayangi Mara dan ingin selalu melindunginya. Namun, ia masih belum yakin apakah rasa itu cinta kepada seorang gadis atau cinta kepada seorang yang telah ia anggap sebagai seorang adik seperti halnya Ratih. Tiba-tiba panggilan untuk keberangkatan penerbangannya menggaung ke seantaro bandara. Ia tak dapat menjelaskan apa yang ia rasakan pada Mara. Ia hanya mengelus puncak kepala Mara sembari berkata,
            “Aku pergi dulu ya, Ra,”
            Setelah itu, Arya berlalu dari hadapannya dan masuk ke dalam pintu keberangkatan. Dari balik kaca hitam ruangan tersebut, Arya menatap punggung Mara yang makin lama makin menjauh kemudian hilang di tengah kerumunan orang-orang yang berlalu lalang. Selama penerbangan pun, ia memikirkan perkataan Mara. Mara itu memang lucu dan ramai. Selain itu, ia sangat dekat dengan Mara. Mara  pun sering kali  merepotkannya dengan tingkah laku yang dibuat-buat untuk menarik perhatian dirinya. Bukannya jengkel dan kesal, Arya malah menuruti saja kemauan gadis itu. Ia sadar jika ia memang menyayangi Mara. Namun, ia belum bisa menamai perasaan yang ada di dalam hatinya. Hingga suatu saat, saat ia terpisah beribu-ribu mil dari gadis itu, Arya tersadar bahwa ia mencintai Mara. Sering kali Arya merindukan canda tawa gadis itu. Arya selalu menunggu masa-masa liburan agar dapat pulang ke Indonesia dan bertemu dengan Mara. Namun, beberapa kali Arya pulang, tak sekalipun ia bertemu dengan Mara. Ia pun malu menanyakan kabar Mara kepada Ratih.
Dan akhirnya, setelah sekian lama, ia bertemu dengan gadis itu kembali. Banyak sekali yang berubah dari Mara. Gadis itu tampak lebih dewasa dalam perkataan maupun tindakannya. Tak ada lagi Mara yang cerewet dan sering bermanja-manja minta diperhatikan olehnya. Betapa ingin ia memeluk, mengacak-acak rambut gadis itu, dan mengatakan padanya bahwa ia mempunyai rasa yang sama pada gadis itu. Tapi, itu tak mungkin terjadi. Tampaknya, Mara telah lupa dengan pernyataannya saat itu. Mungkin saja dirinya hanya cinta monyet bagi Mara. Arya meneguk soft drink-nya. Di langit sana, rembulan telah tersembunyi di balik guratan awan. Malam semakin larut. Suasana yang tadi ramai pun lambat-laun menghilang dan tergantikan dengan suara jangkrik yang bersahutan. Tiba-tiba sebuah tangan memegang pundaknya. Arya menoleh ke samping dan mendapati ibunya berdiri di sisinya.
“Mama senang sekali mendapat kado terindah dari Ratih. Tapi, Mama akan lebih bahagia kalau anak laki-laki Mama ini cepat-cepat juga melepas masa lajangnya. Apalagi yang kamu tunggu, Nak? Umur sudah lebih dari cukup, pekerjaan sudah ada dan mapan,” kata sang ibu sambil menatap anak sulungnya itu.
“Tenang Ma. Arya juga tidak mau jadi bujang lapuk. Memangnya mama mau menantu yang seperti apa?” Katanya sambil memeluk sang ibu dengan tangan kanannya.
“Terserah kamu saja. Yang penting satu iman. Hmm… tapi, Ar, kalau bisa yang seperti Mara ya,”
Arya terdiam seketika. Yang terdengar hanya suara jangkrik dan kodok yang bersahut-sahutan.
 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang