Friday 14 May 2010

cerpen pertama yang aku post ke blog (tugas kuliah nih)

NANDITA DAN GEMPA


Matahari tersenyum dan burung-burung riang berterbangan di langit menyambut pagi nan cerah ini. Anak-anak sekolah bercanda tawa dan bernyanyi ceria di pinggir jalan raya. Nampaknya pagi ini sangat cerah dan ceria, tapi hati Nandita tak seceria dan secerah pagi ini. Nandita berjalan kesal di jalan setapak menuju sekolah sambil menendang kerikil-kerikil kecil. Nandita kesal sekali dengan kedatangan kakak satu-satunya dari tanah rantau, Jogjakarta. Nandita merasa seluruh perhatian dan kasih sayang mama papa tercurah kepada sang kakak, Nanditi.
Semenjak Nanditi pulang, mama selalu memasak masakan kesukaan Nanditi atau membelikan Nanditi baju. Papa juga sering memberi Nanditi uang. Padahal Nanditi hanya menghabiskan waktunya di rumah dan itu semua tidak membutuhkan uang. ”Pa, kenapa sich kak Diti dikasih uang jajan tiap hari? Padahal khan kak Diti di rumah aja.” Protes Nandita pada papa tadi pagi. ”Khan kamu juga papa kasih, Dita. Lagian kak Diti hanya pulang ke Padang sekali-sekali. Gak salah khan kalo kak Diti juga menikmati liburannya?” Jawab papa santai sambil menikmati kopi buatan mama. Nandita mendengus kesal dan langsung berangkat ke sekolah tanpa salam kepada papa apalagi kepada mama dan Nanditi. Hari ini, bertambah besarlah kebencian dan kekesalan Nindita kepada papa dan mama.
***
Siang itu suhu kota Padang sangat panas. Nandita dan sahabatnya, Tiwi, keluar halaman sekolah, mereka kemudian menuju kantin sekolah dan membeli dua cup jus semangka. ”Dit, Dita kenapa sih hari ini mukanya ditekuk gitu?” Tanya Tiwi sahabatnya. Nandita berhenti menyeruput jusnya dan menjawab, ”Aku sebel sama papa dan mama. Papa dan mama sekarang lebih sayang sama Nanditi. Aku benci sama papa apalagi sama mama yang selalu membela dan memanjakan Nanditi.” Nanditi? Nanditi itu khan kakak kamu yang sedang kuliah di Jogja? Kok kamu memanggilnya tanpa sebutan kak atau uni atau apalah?”Tanya Tiwi kembali. ”Sudahlah Tiwi...Jangan tanyakan aku kenapa aku memanggilnya Nanditi saja. Yang penting, saat ini aku benci dan kesal dengan papa dan mama.”Jawab Nandita sambil mendengus kesal.”Nggak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya, Dit! Kamu hanya berburuk sangka kepada mama dan papamu.” Ujar Tiwi. ”Uhhggt....Sudahlah Tiwi, aku mau pulang, aku mau pergi les Biologi di NF.” Nandita langsung meninggalkan Tiwi yang mungkin kesal karena sikapnya itu.
Tidak biasanya Nandita seperti ini kepada Tiwi. Mungkin karena Nandita sedang merasa kesal dan marah. Dalam hati, Nandita menuduh papa dan mama sebagai penyebab sikap kasarnya terhadap Tiwi barusan. Hati Nindita bertambah panas sepanas suhu kota Padang siang itu. Nandita tak peduli dengan teriknya matahari siang. Dia terus melangkahkan kakinya menuju rumah dengan tetap membawa segunug kekesalan dan kemarhan kepada papa dan mama.
Akhirnya Nandita tiba di rumah. Nandita masuk ke dalam rumah dan menemukan keadaan rumah yang kosong. Semenjak kedatangan Nanditi, rumah itu tak pernah kosong.Nanditi selalu menyambut Nandita pulang sekolah. Nandita mencari kakaknya itu ke kamar belakang. Biasanya, pada siang hari Nanditi tengah asyik menyetrika baju disana, tetapi Nandita tidak menemukannya. Nandita menyusuri ruang keluarga, dia melihat neneknya tengah asyik menonton siaran TVRI Padang. ”Nek, kak Diti kemana?” Tanya Nandita pada nenek. Nenek membetulkan kaca matanya dan menjawab, ”tadi mama mengajak kak Diti ke pasar. Kayaknya mau beli bahan makanan untuk dibawa ke Jogja besok.”
”Ughhtt....lagi-lagi mama lebih memperhatikan Nanditi. Pasti di pasar mama membelikan Nanditi baju yang banyak dan bagus-bagus.” Gumam Nindita dalam hatinya yang semakin kesal dan marah. Nandita beranjak ke kamarnya dan bersiap pergi ke tempat lesnya.
***
Nandita turun dari angkot yang membawanya ke tempat les. Nandita berlari-lari kecil memasuki gedung tempat les pelajaran Biologinya. Nandita menyapa beberapa teman-temannya yang sudah duduk manis di dalam. Kemudian Nandita mencari bangku yang masih kosong dan mendudukinya. Nandita mulai membuka buku modul dan membaca halaman demi halaman sambil menunggu tentor Biologinya masuk.
”Selamat siang adik-adik! Bagaimana kabarnya? Sudah siap untuk memulai pelajaran kita hari ini?” Suara kak Dimas, tentor Nandita, mengejutkan orang-orang yang berada di dalam kelas. ”Sudah Kak” Sahut Nandita dan teman-temannya. ”Oke! Sekarang silahkan buka halaman dua puluh................................”
Drrrrrrrrtttttttt.....Tiba-tiba Nandita dan teman-temannya merasakan getaran yang lama-lama bertambah dahsyat. Kaca-kaca jendela pecah berkeping-keping, lampu-lampu kelas bergoyang kesana-kemari. ”Gempa! Gempa! Cepat keluar!” Teriak orang-orang di dalam gedung. Nandita panik bukan main. Nandita berusaha keluar dari dalam gedung tetapi dia jatuh dan terjatuh lagi karena getaran gempa yang maha dahsyat itu. Meja dan kursi yang berjatuhan menghambat Nandita dan beberapa orang temannya keluar dari kelas itu. Nandita mencoba berdiri lagi untuk menyelamatkan dirinya. Setelah bisa berdiri kembali Nandita mencoba berlari walaupun gempa masih menggetarakan gedung itu.
Akhirnya Nandita berhasil mencapai pintu utama gedung dan keluar dari dalam gedung yang telah berantakan itu. Nandita melihat kekacauan di luar gedung. Tanah dan jalanan merekah mengeluarkan air dan lumpur hitam panas. Pohon-pohonpun bayak yang tumbang akibat guncangan genpa yang dahsyat itu. ”Tsunami...! Ada Tsunami!” teriak orang-orang yang panik di luar gedung. Nandita panik dan mencari angkot yang bisa membawanya menuju rumah atau membawanya ke tempat yang aman. Sudah sekian kali Nandita dan beberapa teman-teman lesnya mencoba menghentikan angkot dan mobil yang melaju tetapi tak ada yang sudi memberikan tumpangan kepada mereka.Nandita berjalan pasrah di tengah-tengah kekacauan itu. Pasrah akan nasib selanjutnya. Pasrah apabila Tuhan akan mengambil nyawanya lewat bencana alam ini. Nandita tiba-tiba menangis teringat akan kata-kata kasarnya dan buruk sangkanya terhadap mama, papa, dan Nanditi.
”Ditaaaaaaaa.....” Nandita tiba-tiba mendengar namanya dipanggil di tenga hiruk pikuk orang yang tengah menyelamatkan diri. Nandita langsung mengedarkan pandangannya mencari sumber suara yang memanggilnya. Nandita melihat sebuah mobil kijang Innova hitam milik om War, pamannya. Dari jendela mobil itu, Nandita melihat mama menangis dan berteriak memangil-manggil namanya. Nandita langsung berlari menuju mobil itu. Nandita menyebrangi jalan yang penuh sesak oleh berbagai macam kendaraan dengan hati-hati dan akhirnya Nandita naik ke atas mobil.
Di dalam mobil Nandita melihat papa, mama, nenek, tante Res, dan om War. Mama langsung memeluk Nandita erat-erta sambil menangis demikian juga papa serta Nanditi. Rupanya setelah gempa mengguncang kota itu, mama dan papa bersikeras mencari Nandita sampai bertemu sebelum menyelamatkan diri ke bukit.
Dalam hati Nandita malu dan menyesal karena selama ini telah membenci dan berburuk sangka kepada orang-orang di sekitarnya. Nandita kini sadar bahwa banyak yang memperhatikan dan menyayangi dirinya. Gempa itu benar-benar menyadarkannya.

0 komentar:

Post a Comment

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang