Saturday 7 July 2012

Betapa Merindunya

Beberapa hari yang lalu, air mata saya sempat menetes saat mengetik nama alm. mbak Kakung di halam persembahan skripsi. Saya rindu setengah mati dengan kehadirannya beliau. Sempat berandai-andai sedikit bahwa pasti mbah akan tersenyum bahagia saat saya wisuda dan menjadi seorang yang bermanfaat bagi orang lain.

Mbah kakung adalah sosok yang sangat berjasa bagi saya. Walau rada galak dan disiplin, mbah sangat menyayangi saya. Dari saya bayi, saya dirawat oleh mbah kakung dan mbah putri. Namun, kedekatan saya lebih berintensitas tinggi dengan mbah kakung. Mungkin karena mbah kakung yang sering menemani saya tidur, jalan-jalan sore, beli mainan, dan mengabulkan semua permintaan saya.

Dulu, saat saya kecil, acap kali saya masuk ke dalam pangkuannya dan menjadikan sarung, yang sedang dipakainya, sebuah ayunan. Kemudian perlahan-lahan mbah akan bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan kakinya sehingga tubuh saya terbuai lembut. Setiap hari, mbah kakung menemani saya tidur siang sambil bercerita tentang perjuangannya di zaman Jepang dan tentu saja cerita Si Kancil. Walau cerita itu sering diulang-ulang, tapi saya tidak pernah bosan dan selalu menganggapnya menarik. Saat sore tiba, biasanya kami akan jalan-jalan keliling kompleks tempat kami tinggal sambil jajan sate padang, coklat, permen dan semua makanan yang aku sukai. Kalo hari Ahad datang, biasanya kami akan main sepeda ke Siteba, By pass, atau Pantai Padang.

Setelah saya duduk di bangku SD, mbah membeli sebuah motor, dan setelah itu, kami makin sering jalan-jalan dan makin jauh arah tujuan kami. Saat supermarket pertama di Padang buka, kami langsung jalan-jalan ke sana melihat barang-barang yang dipajang di etalase. Saat itu, saya sangat menyukai film "Pokemon" dan tanpa sengaja pandangan saya tertuju pada sebuah jam tangan bergambar tokoh utama "Pokemon", yaitu Pikhacu. Tiba-tiba mbah langsung membeli jam itu dan memberikannya kepada saya. Saya hanya terbengong dan mengucapkan terima kasih kepada beliau. Setelah melihat jam, kami mengunjungi bagian furniture, saat itu saya melihat tempat tidur bertingkat yang sedang ngetrend saat itu. Tanpa sadar, saya berucap bahwa tempat tidur itu bagus karena saya bisa sekamar berdua dengan adik saya saat dia sudah TK kelak. kata mbah, tempat tidur yang kami lihat itu berkualitas buruk. Setelah itu, tanpa bicara panjang lebar lagi, kami meninngalkan plaza itu. Seminggu kemudian, saat saya pulang sekolah, saya dapati kamar saya telah berubah. Tempat tidur biasanya telah berganti dengan tempat tidur bertingkat. Namun, tempat tidur yang ini kokoh dan lebih bagus daripada tempat tidur yang kami lihat di plaza. Betapa senangnya saya saat itu.

Suatu hari, saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke sebuah pondok pesantran di Jawa Timur. Papa dan Mama sebenarnya agak keberatan karena masalah ekonomi. Namun mbah kakung langsung berinisiatif mebayar semua biaya itu. Dan akhirnya, aku melanjutkan sekolahku ke pondok pesantren. Suatu hari, mbah kakung datang ke pondok untuk menjengukku. Sebenarnya mbah kakung datang dari jam 7 pagi, namun aku baru bisa bertemu dengan beliau jam 7 malam [bayangkan!]. Saat itu mbah kakung bilang jika akan pergi berangkat haji. Dan sebelum berangakat, mbah ingin ketemu saya dulu. Saat mbah mau pulang, mbah memberi saya meja belajar lipat dan uang 500.000 [jumlah yang sangat fantastis untuk anak sekecil saya saat itu]. Beberapa bulan kemudian, saya dikirimi paket yang berisi sebuah jam tangan hitam sejenis G-shock. Kata orantua jam itu adalah pemberian mbah sebagai oleh-oleh naik haji untuk saya. Ketika saya menelpon ke rumah untuk mengucapkan terima kasih kepada mbah, orang-orang di rumah bilang bahwa mbah sedang tidur. Hal ini mereka lakukan berulang kali sehingga saya merasa ada yang disembunyikan dari saya tentang mbah. 

Suatu hari, orangtua saya datang ke pondok dan mengajak saya ke Yogya karena ada yang akan dibicarakan. Saat sampai di Yogya, saya diberitahu bahwa mbah telah tiada. Mbah meninggal sesampainya di Padang setelah menunaikan ibadah haji. Hanya hanya diam sedikit kesal karena tak ada seorang pun yang pun yang memberitahu saya berita ini. Namun, sebelum berita itu saya dengar, saya sudah punya rasa bahwa mbah telah meninggal.

Mbah... begitu cepat rasanya mbah pergi
Terima kasih untuk semuanya mbah
Terima kasih untuk cinta
sayang
mainan
dipan bertingkat
biaya sekolah dan semuanya yang tidak saya sebutkan satu persatu karena terlalu banyak kasih sayang yang mbah berikan
Maafkan saya juga mbah
karena saya tidak bisa menjaga jam tangan terakhir pemberian mbah
Model jam tangan itu dilarang di pondok dulu
saya sudah berusaha menyembunyikannya, tapi akhirnya ketahuan bagian keamanan pondok. 

Mbah...
sebentar lagi saya pendadaran dan wisuda
Andai mbah masih ada, pasti saya akan melihat senyum bangga mbah karena cucu mbah yang nakal ini menjadi seorang sarjana
Namun, walau mbah telah pergi dari sisi saya, saya bercaya mbah pasti sedang tersenyum bangga di surga sana

Mbah...
saya juga mengikuti jejak profesi mbah. Tapi tentu saja bukan jadi tentara. Saya memilih jadi pengusaha. Bedanya, saya bukan pengusaha burung puyuh seperti mbah. Rasanya ingin bercerita banyak pada mbah. Mungkin suatu saat nanti, kita akan bertemu kembali di tempat yang disebut surga... [amiin]


0 komentar:

Post a Comment

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang