Saturday 17 March 2012

Aaron

Genangan air hujan masih tersisa di jalanan. Sisa-sisa air hujan jatuh satu persatu dari ujung-ujung lentik dedaunan menciptakan suara tik-tik yang merdu dan berirama. Sedangkan langit di atas sana masih menyisakan warna hitam sisa-sisa hujan yang mengguyur bumi dengan deras. Seperti apakah hujan? Apakah hujan seperti ribuan jarum yang menghujam bumi? Ataukah hujan seperti benang putih yang terburai ke muka bumi?

Aku masih melangkahkan kakiku di atas jalan setapak dan sekali-kali berjingkat-jingkat berusaha melindungi sepatu bututku dari genangan air yang kelak akan merusaknya. Tiba-tiba kurasakan sekelebat bayangan berjalan mengiringi langkah-langkahku. Kulirik arloji hitam di pergelangan tanganku. Jam 4 sore. Bayangan itu selalu datang tepat waktu di jam 4 sore. Hari ini pun, bayangan tersebut datang seperti biasa jam 4 sore.

"Hei Mira. Apa kabarmu hari ini?" bayangan itu, Aaron, menyapaku seperti biasa. Aku tidak menjawab sepatah kata pun. Aku hanya tersenyum menandakan bahwa aku baik-baik saja. Kulihat Aaron membalas senyumku dengan senyuman indahnya yang sangat mempesona seraya berkata,
"Keadaanmu tidak baik, Mira. Aku bisa membaca kedua bola mata beningmu,"
Sial! seperti biasa, Aaron selalu bisa menebak apapun yang aku pikirkan.
"Okey! Seratus untukmu. Kau benar! Keadaanku tidak baik," kataku menyerah.

Dia tersenyum dan merangkul pundakku. Hangat. setidaknya itulah yang kurasakan. Sedetik kemudian kurasakan hangat nafas berbau mintnya merambat melalui udara ke telinga kananku membisikkan sesuatu,
"Jika kau merasa menjadi manusia yang paling tiidak beruntung di dunia ini, lihatlah ke sekelilingmu. Lihatlah mereka yang jauh kekurangan dari keadaanmu,"
Aku menatap sekelilingku. Di sana kutemui pengemis tua duduk merenung di atas kardus lusuh yang lembab akibat percikan air hujan. Aku menatap seorang kakek buta yang mengangkat dagangannya di atas kepala sambil meraba-raba. Ya. Aku melihat semuanya. Semuanya. Penderitaan. Kesedihan. Kesakitan. Oh betapa beruntungnya aku! Setidaknya ada Aaron yang selalu menghiburku dalam duka ini,"

Aaron melepaskan rangkulannya dan menggenggam jemariku. Kulihat senyumannya masih terlukis indah di wajahnya tak terhapus oleh tetes air hujan yang jatuh. Namun, hari ini kulihat senyumannya sekan-akan menyimpan sebuah rahasia besar. Aku menatap mata Aaron dalam-dalam berharap aku dapat mengetahui rahasia yang disembunyikannya. Namun nihil. Aku tak mampu.

"Mira. Ini hari terakhirku menemani tiga puluh menit di setiap hari yang kau lalui. Kini, saatya kau mencari seseorang penggantiku"
Aku terperangah mendengar kata-katanya,
"kenapa Aaron? kenapa kau meninggalkanku? Apakah kau tidak menyukaiku lagi seperti mereka yang meniggalkanku?" Air mataku mulai berlinang membasahi kedua belah pipiku.
Aaron masih tetap tersenyum. Jemarinya mulai menelusuri kedua belah pipiku menghapus air mata yang menganak sungai.

"Mira. Kini saatnya kau menyambut kehidupan barumu. Kini saatnya kau membuka pintu dan jendela hatimu untuk menerima seseorang di luar sana"
"Kenapa? Kenapa Aaron?" kataku lemah
"Karena aku hanya imajinasimu,"



0 komentar:

Post a Comment

 

Sate Padang Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang